Mohon tunggu...
Faisalbjr
Faisalbjr Mohon Tunggu... Dosen - hhmm

please wait...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Jangan Mati Karena Buku

24 Mei 2021   23:30 Diperbarui: 24 Mei 2021   23:57 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buku dari tahun 1874. sumber: nlm.nih.gov

Kamu mencintai buku. Mengoleksi dan menyimpan buku di rumahmu. Cintamu pada buku kau tuangkan jadi puisi, cerita kenangan masa kecil, dan kisah bersama bacaan favorit yang tak akan kau lupakan.

Kamu ceritakan pada dunia tentang faedah membaca dan manfaat buku. Banyak membaca jadi kaya pengetahuan. Kau sebut buku adalah jendela untuk melihat dunia yang sangat luas ini. Buku mengantarkanmu jadi orang pandai. Karena pandai mudah dapat pekerjaan.

Coba hitung berapa banyak buku yang kamu miliki. Dari usia kanak-kanak belum sekolah hingga hari ini, mungkin seratus, lima ratus sampai seribu satu bukumu. Berapa lama akan tersimpan di rumahmu. Kamu akan wariskan mereka untuk anak-anakmu.

Bagaimana kamu menyimpan buku, memberinya tempat terbaik, merawat dan menjaganya. Semakin besar koleksimu, semakin besar perhatian yang kamu berikan pada buku.

Hingga tiba pada satu titik waktu, pelan tanpa kau rasa buku itu membunuhmu.

Ini bukan kiasan. Bukan tentang ajaran radikal, juga bukan doktrin penulis gila yang mendorongmu berbuat sesuatu yang merenggut nyawa. Bukan isinya, namun buku-buku itulah yang mengantarkanmu pada kematian.

Sebuah keluarga di Cina diberitakan telah diracuni perlahan-lahan oleh buku-buku di rumah mereka. Orang dewasa menderita batuk terus-menerus, sementara anak mereka menderita rinitis, radang selaput lendir. 

Rupanya ada senyawa formaldehyde berbahaya dalam kadar tinggi pada udara di dalam rumah. Kandungan formaldehyde terdapat dalam tinta cetak yang digunakan di buku, majalah dan surat kabar menyebar di udara.

Kau tahu, keluarga pecinta buku itu membeli buku secara online tiga sampai empat kali sebulan dan sudah mengoleksi puluhan ribu, sehingga ada tumpukan buku di setiap kamar.

Pembuat buku pastinya tidak bermaksud meracuni pembaca atau orang yang menyentuh bukunya. Seperti orang yang menggunakan formalin pada makanan pastinya tidak untuk meracuni konsumennya.

Pemakaian bahan semacam itu biasanya agar produk menjadi awet tahan disimpan lama. Ada pula zat yang digunakan untuk menghasilkan warna menarik. Kita sering tidak menyadari bahaya yang ditimbulkannya.

Pernah pada abad yang lalu ada seseorang membuat buku beracun. Bahan yang digunakannya memang mengandung racun dan dilakukan dengan sengaja. Maksudnya untuk memperingatkan masyarakat akan bahaya racun arsenik pada wallpaper dinding di rumah-rumah. Kamu ingat kan, arsenik ini yang telah mengakhiri hidup Munir aktivis HAM dari Indonesia.

Dr. Robert M. Kedzie dari Michigan di tahun 1874 menerbitkan buku “Shadows from the Walls of Death” setebal 100 halaman. 86 halaman dari buku itu adalah potongan-potongan sampel wallpaper yang benar-benar ada arseniknya. Sungguh berbahaya bagi dirinya sendiri karena arsenik racun yang mematikan.

Kandungan arsenik seperti di dalam wallpaper dekorasi itu atau barang-barang lain di rumah menimbulkan resiko kesehatan karena racunnya perlahan-perlahan lepas ke udara, mengenai badan, pakaian dan makanan.

Buku Shadows dibuat 100 kopi yang Dr. Kedzie kirimkan ke perpustakaan-perpustakaan di Michigan. Sekarang hanya tersisa empat buah, lainnya dimusnahkan. Sebagai koleksi langka dan sangat berbahaya buku itu disimpan di tempat khusus, setiap lembarnya dibungkus plastik tebal untuk menjaga keselamatan orang yang ada di dekatnya.

Kemudian ada lagi penemuan buku langka oleh peneliti sebuah universitas di Denmark yang menunjukkan kandungan arsenik, diperkirakan untuk mencegah serangga. Buku-buku dari abad ke-16 dan 17 itu akan didigitalkan untuk meminimalkan kontak fisik. Seumpama ditawarin pekerjaan mendigitalkan buku beracun seperti itu, kamu berani ambil risiko gak ya?

Wahai book lover, meskipun koleksimu bukan buku-buku langka tetap saja ada risiko buat kesehatan. Periksa saja buku yang bertahun-tahun tersimpan di lemarimu. Ada yang kotor kena debu, rusak digigitin tikus atau berjamur. Buku yang tidak terawat tidak hanya rusak tetapi juga menimbulkan penyakit.

Buku juga memiliki musuh yang menjadi faktor perusaknya. Manusia adalah musuh buku. Ketika kita melipat halaman buku, menyobek, membasahi dengan air liur, dan makan minum sambil baca buku, maka kita menjadi perusak buku.

Manusia adalah musuh buku yang dahsyat, tidak kalah dengan cahaya, suhu, kelembaban, tikus, kecoa dan rayap dalam hal merusak buku.

Selain itu, bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan buku juga ikut berpengaruh terhadap kondisi fisik dan usianya. Buku bisa bertahan lama karena pilihan bahan kertas, penjilidan, penyampulan dan pengawet yang ditanamkan di dalamnya.

Lewat buku kita bisa tahu cara hidup sehat, sebaliknya, sikap kita pada buku bisa membuat diri kita tidak sehat.

Kita sendiri setiap hari terpapar kandungan berbahaya yang terdapat di dalam debu. Akibatnya antara lain alergi, gangguan pernafasan, iritasi mata dan batuk. Debu beterbangan di jalan tertiup angin. Di dalam rumah debu menempel di lantai, kaca jendela, lemari, kasur dan tidak terkecuali pada buku.

Membersihkan lantai, jendela, lemari dan kasur rutin kita kerjakan. Tiap hari pagi dan sore kita menyapu dan mengepel lantai. Tapi memeriksa kondisi buku belum tentu sekali dalam sebulan. Hasilnya adalah endapan debu yang mengotori jari-jari dan mencemari udara yang kita hirup.

Janganlah seperti diriku wahai book lover yang tercinta! Kalau kamu baik-baik rawat bukumu, siapa saja di dekatmu yang mencintai buku atau tidak mencintai buku tidak perlu mati karena buku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun