Mohon tunggu...
Faisalbjr
Faisalbjr Mohon Tunggu... Dosen - hhmm

please wait...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

In Memoriam Katalog Kartu: Yang Tak Lekang di Balik yang Usang

26 April 2021   17:05 Diperbarui: 27 April 2021   10:43 962
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap zaman memiliki ceritanya sendiri. Teman-teman di perpustakaan masih adakah yang menyimpan cerita tentang katalog kartu? Kita perkirakan zaman katalog kartu sudah berakhir sebelum penduduk bumi memasuki abad ke-21.

Hari-hari ini kamu sedang sibuk mencari referensi buat skripsimu yang rencananya bakal 1000 halaman itu. Yang bener saja kawan, dosen pembimbingmu pasti mumet setiap kali kamu bimbingan, lha disertasinya di Ostrali cuman dapat seperempatnya. Tapi, kamu memang rajin baca dan datang ke perpus.

Sebelumnya aku mau matur suwun dulu kepada Mba Khusnul, Isrowiyanti, Wahyani, Astuti serta Mas Minto di Perpustakaan UIN Jogja yang sudah bantu bahan bikin coretan ini. Lanjutin ya...

Ketika mencari buku di perpus ada katalog online yang disebut OPAC, singkatan dari Online Public Access Catalog. Mungkin kamu tidak sadar bahwa itu adalah hasil perkembangan dari sarana temu-kembali yang tak berhenti di abad lalu.

Katalog tidak hanya di perpustakaan, dan tidak hanya tentang buku. Ada katalog mobil, katalog kosmetik, katalog fashion, dan sebagainya yang berisi daftar barang dilengkapi gambar, keterangan ukuran, bahan, sampai harganya.

Katalog perpustakaan, menurut Yaya Suhendar dalam karyanya berjudul Pedoman Katalogisasi, adalah daftar bahan pustaka berupa buku maupun non-buku. Selain buku, di perpus kamu bisa temukan surat kabar, majalah populer, majalah ilmiah, koleksi film, peta, dan lain-lain.

Di katalog, kamu lihat harga, bentuk, warna, dan ukuran sebagian barang yang dijual, sebelum kamu masuk toko atau memesan online. Di perpustakaan, katalog menjadi perwakilan (surrogate) dari koleksi. Yang kamu mau tahu tentang judul, pengarang, dan topik bisa kamu periksa dulu. Sambil rebahan dan gak mandi ndak papa. Tapi tolonglah dandan cantik dan wangi sebelum pergi ke perpus.

Please, tidak usah bingung. Ada sebutan 'katalog kartu' (card catalog) dan ada 'kartu katalog' (catalog card). 'Katalog kartu' mengacu kepada salah satu di antara jenis-jenis katalog yaitu katalog berbentuk buku, katalog berkas (lembaran), katalog berbentuk kartu, dan katalog online.

Menyebut 'kartu katalog' berarti membicarakan fisiknya yang berbentuk kartu: tentang ukuran, informasi yang tercantum di atasnya, cara membuat dsb.

Oh ya, tadi temu-kembali maksudnya apa tuh. Apa kayak bertemu lagi dengan mantan setelah kamu dan dia sama-sama sudah jadi milik orang lain?

Simpel aja sih maksudnya. Koleksi perpus diolah dulu sebelum masuk rak. Data-data bibliografinya sudah dicatat oleh pustakawan. Nah, pencarian di perpus adalah usaha menemukan di mana adanya bahan pustaka berdasarkan data yang telah dicatat itu.

Sebelum ada katalog online, katalog kartu adalah yang terbaik. Katalog berbentuk buku tidak mudah ditambahkan jika ada entri baru, sementara kartu mudah menyisipkannya. Ada lubang kecil di tengah bawah kartu. Tinggal melepas bilah besinya dan masukkan kartu yang baru.

Pada selembar kartu katalog terekam upaya intelektual para pustakawan agar bahan pustaka semakin mudah ditemukan oleh orang yang membutuhkannya. Sampai kini di zaman digital, teknik yang mereka hasilkan tetap tak lekang, meskipun katalog kartu sudah usang.

Yaya Suhendar mengidentifikasi bahwa katalog itu pada dasarnya berisi tiga hal, yaitu nomor panggil, tajuk, dan deskripsi bibliografis. Nomor panggil atau call number akan dicetak sebagai label pada punggung buku. Di dalamnya ada nomor klasifikasi, tiga huruf pertama dari nama pengarang dan satu huruf pertama judul.

Tajuk adalah kata pertama dari nama pengarang atau badan yang bertanggung jawab sebagai pengarang/pembuat. Sedangkan deskripsi bibliografis berisi judul, pengarang, edisi, keterangan penerbitan, deskripsi fisik buku, seri, catatan, ISBN, dan jejakan. Monggo baca uraiannya di buku itu ya, biar lebih lengkap.

Berapa ukuran sebuah kartu katalog? 

Keluarkan KTP, SIM, ATM, BPJS, Kartu KRL, dan semua kartu membermu. Tumpuk jadi satu, kamu akan tahu bahwa ukurannya lebih kurang 8,5 x 5,5 cm., pas di dompet. Kartu katalog tidak bisa masuk dompetmu karena ukurannya lebih besar, yaitu 12,5 x 7,5 cm. Aku gak nanya kartu nikah, jelas kamu belum punya!

Membuat katalog kartu adalah perpaduan seni dan ilmu. Sering katalogernya menulis dengan tulisan tangan yang indah. Pada umumnya diketik dengan mesik ketik dan komputer. Perlu hati-hati kalau tulis tangan atau pakai mesik ketik, salah sedikit harus kamu tip-ex. Banyak salahnya harus ganti kartu.

Tahukah kamu, untuk satu judul buku seperti di sini diperlukan empat buah kartu. Buku terjemahan dengan satu pengarang dan satu penerjemah itu dibuatkan empat katalog. 

Pertama: cantuman nama pengarang. Katalog kedua: cantuman nama penerjemah. Yang ketiga: cantuman judul karangan. Dan keempat: subjek karangan (topik buku). Masing-masing ditaruh terpisah (pengarang/penerjemah; judul; subjek) berurut abjad.

Seorang perempuan sedang menggunakan kartu katalog di Library of Congress. Sumber gambar: www.loc.gov
Seorang perempuan sedang menggunakan kartu katalog di Library of Congress. Sumber gambar: www.loc.gov

Kartu-kartu itu memerlukan kabinet, lama-lama menjadi banyak dan memerlukan ruangan tersendiri. Orang masuk dulu ke ruang katalog, nyatet-nyatet, baru pergi ke ruang buku. Wani ora, kamu ada di situ sampe malam dan yang lain sudah pada pulang? Hi hi.

Apa perlunya katalog dibuatkan sampai empat kartu, kok enggak satu saja. Itulah kecerdasan para ahli di bidang perpustakaan, sekolahnya aja tidak sembarangan. Mereka ngerti bahwa ada yang nyari buku berdasarkan nama pengarang, ada yang menelusuri judul, ada yang menurut topiknya. Semua difasilitasi.

Misalkan ada buku isinya kumpulan karangan sepuluh orang, atau film yang dihasilkan oleh sutradara, produser dan para aktor, dan lebih banyak lagi yang berkontribusi gimana?

Bukan itu saja sayangkuu...

Karya yang nggak nyebut siapa pembuatnya, tidak tahu terbit kapan dan di mana, tetap bisa dibuatkan katalognya. Pengatalogan ada peraturannya. Apa pun karya itu, pustakawan merujuk kepada pedoman yang mengatur apa saja yang harus dicantumkan dan apa yang tidak perlu ditampilkan.

Tapi jangan salah, urusannya pustakawan bukan buku dan katalog aja. Itu biasa. Penggunaan informasi, literasi, TI, medsos, post-truth society adalah bagian dari masalah yang mereka geluti saat ini.

Sekarang orang bermedsos ada istilah tagar atau hashtag. Tujuannya untuk melakukan grouping pembicaraan supaya discoverable atau lebih mudah dicari oleh pengguna. Yang seperti itu di kartu katalog sudah muncul.

Umpamanya nih, ada buku yang subjeknya: PERSAHABATAN, maka carilah di kumpulan kartu yang isinya daftar subjek. Kamu akan temukan sejumlah judul yang subyeknya sama meskipun bahasanya ada yang berbeda. Sulit membayangkannya? Mainlah di sini, sekrol sampai nemu kolom subjek lalu ikuti tautannya. Kamu akan di bawa ke sini. Iya kan, pada ngumpul di sana.

Yak, pinter kamu. Fungsi dari tagar atau saat nulis di Kompasiana kamu memberi label, adalah grouping supaya discoverable itu tadi. Pada katalog kartu metode itu sudah dilakukan, cuma karena kartu tidak banyak muatnya, jumlah subjek atau label pun tidak bisa banyak.

Pustakawan zaman dulu sudah memikirkan berbagai titik akses (access point) supaya orang punya pilihan, makanya kalau ada buku terjemahan, nama penerjemahnya dibuatkan juga sebagai entri. Untuk film tidak hanya sutradara, melainkan juga ada prouduser, penulis skenario dan pemain-pemainnya.

Di masa kini katalog terkomputerisasi mampu mewujudkan pencarian melalui lebih banyak titik akses dengan menyediakan tautan-tautan baik ke sumber internal maupun eksternal. Tidak ada batasan ruang seperti kartu.

Dengan komputerisasi, pengolahan, katalog, dan peminjaman menjadi terintegrasi. Petugas di balik layar kerjanya lebih mudah dan pengguna lebih cepat mencari koleksi. Isi katalog bisa kamu cetak atau impor pula. Kamu bahkan bisa cek tagihan denda dan lihat riwayat peminjaman di perpus.

Terus kartu-kartu katalog itu sekarang ke mana perginya? Gak tau persisnya sih. Ada kali, yang masih disimpan baik-baik sebagai benda bersejarah, ada yang dibiarin tak terurus. Coba deh cari-cari online, kali ada yang ditawarin sebagai barang antik.

Katalog kartu memang sudah usang. Masanya tinggal kenangan, in memoriam. Meskipun usang, nilai intelektualnya tetap tak lekang. Dan berkat kemajuan teknologi informasi, kini fungsi katalog semakin berkembang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun