Mohon tunggu...
Faisal Basri
Faisal Basri Mohon Tunggu... Dosen - Mengajar, menulis, dan sesekali meneliti.

Mengajar, menulis, dan sesekali meneliti.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Lezatnya Berburu Rente Bisnis Gas

2 September 2016   04:14 Diperbarui: 2 September 2016   11:45 1214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gas isi 12 kg. (KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO)

Kementerian Perindustrian mengklaim harga gas di Indonesia sangat mahal dibandingkan dengan di negara-negara tetangga. Sebaliknya, SKK Migas memandang harga gas di dalam negeri tergolong murah. Setiap pihak punya pandangan masing-masing dan cenderung tidak memiliki pemahaman mendalam.

Bertahun-tahun pemerintah tidak berhasil menuntaskan persoalan harga gas "mahal". Tak kunjung selesai juga walaupun sudah keluar Perpres No.40/2016 pada Mei 2016. Bukannya menyelesaikan masalah, malahan Perpres itu menimbulkan banyak masalah baru. Perpres menetapkan penurunan harga gas yang berlaku surut sejak Januari 2016. Bisa dibayangkan kerumitan penyesuaian harga yang berlaku surut itu.

Bertahun-tahun praktek bisnis gas tidak sehat tanpa penyelesaian yang menohok ke akar masalah. Salah satu akar masalah utama adalah bisnis gas dijadikan bancakan oleh para pemburu rente.

Sumber: BPH Migas
Sumber: BPH Migas
Di Laporan Tahunan 2014 tertera Pertagas hanya menjual langsung gas kepada dua pengguna akhir, yaitu PT Pupuk Sriwijaya (Persero) dan pabrik keramik PT Arwana AK. Selebihnya dijual kepada 19 trader.

Contoh gamblang yang membuat harga gas sangat mahal adalah yang dialami oleh pengguna akhir PT Torabika. Gas yang dibeli oleh PT Torabika berasal dari sumber gas Bekasi. Trader pertama yang mendapatkannya adalah PT Odira. Pemasok pertama ini menjual kepada trader PT Mutiara Energi dengan harga USD9.00/MMBtu.

Selanjutnya, PT Mutiara Energi memindahtangankan gas ke PT Berkah Usaha Energi seharga USD11,75/MMBtu dengan menggunakan pipa open access 24" milik Pertagas dengan toll fee sebesar USD0,22/MMBtu. Dengan demikian PT Mutiara Energi memperoleh margin USD2,53/MMBtu tanpa bersusah payah membangun infrastruktur pipa.

PT Berkah Usaha Energi membangun pipa 12" sepanjang 950 meter untuk menyalurkan gas kepada trader berikutnya, yaitu PT Gazcom Energi dengan harga USD12,25/MMBtu. Berarti PT Berkah Usaha Energi memperoleh margin USD0,5/MMBtu dengan hanya membangun pipa tak sampai 1 (satu) km.

Dengan membangun pipa 6" sepanjang hanya 182 meter, PT Gazcom menjual gas miliknya kepada pembeli akhir PT Torabika dengan harga USD14,50/MMBtu. Pipa sependek itu menghasilkan margin USD2,25/MMBtu.

Walhasil, harga dari trader pertama sampai ke pembeli akhir terkerek dari USD9,00/MMBtu menjadi USD 14,50 atau menggelembung sebesar USD5,5/MMBtu. Angka itu belum memperhitungkan harga beli yang harus dibayar oleh trader pertama.

Selengkapnya, para trader yang menjadi mitra Pertagas sebagaimana tertera dalam Laporan Tahunan 2014 adalah:

PT Bayu Buana Gemilang

PT Java Gas Indonesia

PT Sadikung Niagamas Raya

PT Surya Cipta Internusa

PT Walinusa Energi

PT Alamigas Mega Energy

PT Dharma Pratama Sejati

PT IGAS

PT Trigas (CNG)

PT Ananta Virya (CNG)

PT Sentra Prima Services (CNG)

PT Patria Migas

PT IEV Gas

PT Raja Rafa Samudra

PT Indonesia Pelita Pratama

PT Berkah Mirza Insani

PT Bayu Buana Gemilang

PT Mutiara Energi

PT Jabar Energi

Masih ada lebih dari 50 trader lainnya yang berburu rente di bisnis gas. Pada umumnya perusahaan dagang yang kebanyakan sekedar calo itu dimiliki oleh figur yang dekat dengan kekuasaan serta para pensiunan pejabat. Saya memiliki daftar komisaris dan direksi perusahaan trader itu.

Tulisan ini baru sekelumit dari bisnis gas yang penuh dengan pemburuan rente. Alangkah baiknya pemerintah menertibkan praktek bisnis gas yang amat tidak sehat sebelum mendirikan holding migas. Kalau dipaksakan, sangat boleh jadi praktek pemburuan rente bakal melebar dan membesar. Perusahaan yang betul-betul sehat akan terseret menjadi obyek bancakan baru.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun