Mohon tunggu...
Faisal Basri
Faisal Basri Mohon Tunggu... Dosen - Mengajar, menulis, dan sesekali meneliti.

Mengajar, menulis, dan sesekali meneliti.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Harga Pangan Terus Menggerogoti Daya Beli

1 Februari 2016   23:48 Diperbarui: 2 Februari 2016   19:41 585
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Foto: Pedagang kebutuhan pokok seperti sayur-sayuran, ikan, dan daging ayam di Pasar Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Rabu (1/5/2013). (KOMPAS/HERU SRI KUMORO)

Pada Senin, 1 Februari 2016, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data inflasi terbaru. Inflasi bulan Januari 2016 year-on-year naik menjadi 4,14 persen, dari 3,35 persen pada bulan Desember 2015. Sedangkan tingkat inflasi month-to-month bulan Januari adalah 0,51 persen, padahal pada Januari tahun sebelumnya terjadi sebaliknya, yaitu deflasi sebesar 0,24 persen.

Bahan makanan merupakan penyumbang terbesar inflasi Januari 2016, yaitu sebesar 90,2 persen. Jenis bahan makanan yang merupakan kontributor dominan adalah daging ayam ras, telur ayam ras, beras, dan daging sapi. Keempat jenis bahan makanan itu terkena imbas dari kebijakan pemerintah yang buruk terutama tata niaga yang tidak sehat.

Penyumbang inflasi lainnya dari kelompok bahan makanan adalah bawang merah, bawang putih, ikan segar, kentang, dan buah-buahan.

Kondisi harga pangan pada Januari 2016 semakin buruk dibandingkan bulan Desember 2015. Pada bulan itu sumbangan bahan makanan terhadap inflasi sebesar 67,7 persen. Penyumbang terbesar hampir sama dengan Januari 2016. Daging ayam ras, telur ayam ras, dan beras sudah bertengger sebagai penyumbang cukup dominan. Yang lainnya adalah kacang-kacangan, bawang merah, bawang putih, cabai merah, dan buah-buahan.

Sumbangan bahan makanan pada bulan November 2015 baru 33,3 persen, tetapi jenis makanan penyumbang dominan hampir sama dengan dua bulan kemudian.

Jadi, kita melihat peningkatan sumbangan bahan makanan terhadap inflasi dalam tiga bulan terahir, dari 33,3 persen pada November 2015, naik menjadi 67,7 persen sebulan kemudian, dan naik tajam lagi menjadi 90,2 persen pada Januari 2016.

Pada September dan Oktober, harga bahan makanan sempat turun atau mengalami deflasi. Namun, yang menarik adalah beras selalu saja mengalami kenaikan harga.

Harga bahan makanan sangat sensitif menggerus daya beli penduduk miskin. Pengeluaran penduduk miskin untuk beras mencapai 28,74 persen dari keseluruhan pengeluaran. Ditambah dengan gula pasir (3,11 persen), telur ayam ras (3,09 persen), daging ayam ras (1,79 persen), dan bawang merah (1,71 persen), keseluruhan pengeluaran penduduk miskin untuk jenis-jenis bahan makanan yang harganya cenderung naik dalam beberapa bulan terahir mencapai 38,4 persen.

Daging ayam ras dan telur ayam ras merupakan sumber protein yang penting. Syukur tak terdengar nyaring kenaikan harga tempe dan tahu. Kalau terjadi juga kenaikan harga tahu dan tempe, akses penduduk miskin terhadap protein semakin membahayakan.

Kecenderungan inflasi dalam tiga bulan terakhir tampaknya terkait erat dengan karut marut pengelolaan pangan nasional. Lihat Sesat Pikir Menteri Pertanian dan Kisruh Melambungnya Harga Jagung.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun