Presiden Jokowi sejak kampanye pilpres berulangkali menyatakan tekadnya mengedepankan diplomasi ekonomi. Para duta besar harus menjadi ujung tombak dalam melakukan penetrasi pasar, mengundang turis asing, dan promosi investasi.
Sangat beralasan untuk melakukan diplomasi ekonomi total mengingat ekspor kita sudah empat tahun berturut-turut melorot. Bukan hanya nilai ekspor yang turun akibat kemerosotan harga komoditas, melainkan juga volumenya.
Selama kurun waktu 2009-2014, nilai ekspor naik 47 persen sedangkan nilai impor naik jauh lebih cepat sampai dua kali lipat sebesar 93 persen. Pada kurun waktu yang sama, ekspor India naik 108 persen dan Tiongkok 95 persen.
Untuk menjawab tantangan diplomasi ekonomi yang semakin kompleks dan multidimensional, yang dilakukan Menlu sebatas membentuk desk khusus ekonomi (Menlu Membentuk Desk Khusus Ekonomi. Bukannya memperkuat Kemenlu, pemerintah malahan menugaskan sejumlah menteri yang pekerjaannya sudah seabreg menjadi penghubung investasi (lihat Tugas Tambahan Menteri
Struktur organisasi Kementerian Luar Negeri sekarang lebih berat pada pendekatan kawasan. Ada Ditjen Amerika dan Eropa serta Ditjen Asia Pasifik dan Afrika. Bayangkan bagaimana struktur di bawah kedua ditjen ini beserta turunannya. Bukankah sudah ada duta besar yang memelototi setiap perkembangan di posnya masing-masing. Koordinasikan saja para duta besar itu berdasarkan kawasan. Selain itu ada Ditjen Kerja Sama ASEAN, Ditjen Kerja Sama Multilateral dan Ditjen Hukum dan Perjanjian Internasional.
Cakupan tugas kelima direktorat jenderal itu tentu saja meliputi seluruh bidang: politik, pertahanan, ekonomi, sosial, dan budaya. Konsekuensinya perhatian di bidang ekonomi semakin sedikit.
Perubahan drastis struktur organisasi Kementerian Luar Negeri terjadi semasa Menteri Hassan Wirajuda. Sangat boleh jadi perubahan dilatarbelakangi oleh kekalahan diplomasi Indonesia yang mengakibatkan berpisahnya Timor Timor dari Indonesia. Di forum internasional, kita tidak memperoleh dukungan dari kebanyakan negara Afrika dan Eropa. Kekalahan itu ditafsirkan sebagai kelemahan diplomasi kawasan.
Timor Timur sudah berpisah secara damai dari Indonesia menjelma menjadi negara baru Timor-Leste. Pendekatan kawasan tidak lagi relevan karena kita bukan negara superpower seperti Amerika Serikat yang berkepentingan menanamkan pengaruh ke seantero dunia. Kalau kita ingin dapat dukungan banyak negara dari berbagai kawasan, paling banter untuk tujuan menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB atau mengusung calon Sekjen PBB, atau sejenis itu. Untuk Sekjen PBB mendatang rasanya sulit dari Asia kembali karena sekjen sekarang dari Asia. Kalau sekedar untuk menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB, rasanya terlalu mahal dengan mengubah struktur organisasi Kemenlu.
Struktur organisasi sebelumnya lebih menekankan pada pendekatan fungsi. Ada Ditjen Politik, Ditjen Hubungan Ekonomi Luar negeri (HELN), dan Ditjen Sosial Budaya dan Penerangan Luar Negeri.
Ditjen HELN sangat aktif berperan dalam beragam diplomasi ekonomi, mulai dari negosiasi ekonomi multilateral, regional, dan bilateral sampai negosiasi perjanjian internasional di bidang komoditas. Lebih jauh, Ditjen HELN dibekali seperangkat instrumen dalam negosiasi berdasarkan kerangka teoretis yang memadai. Departemen Luar negeri melahirkan tokoh-tokoh handal dalam diplomasi ekonomi luar negeri seperti Atmono Suryo dan Sumadi Brotoningrat.
Lingkungan internasional memang telah berubah dengan tantangan yang lebih rumit. Visi hubungan luar negeri yag menekankan pada diplomasi ekonomi harus dijabarkan dalam strategi dan kebijakan yang didukung struktur organisasi yang selaras.