Mohon tunggu...
Faisal Basri
Faisal Basri Mohon Tunggu... Dosen - Mengajar, menulis, dan sesekali meneliti.

Mengajar, menulis, dan sesekali meneliti.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Memacu Wisman dengan Bebas Visa?

11 Januari 2016   03:51 Diperbarui: 11 Januari 2016   03:56 351
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tahun 2015 sampai November, wisatawan mancanegara (wisman) yang masuk ke Indonesia berjumlah 8,8 juta, naik 3,2 persen dibandingkan kurun waktu yag sama tahun lalu. Jika jumlah turis asing yang masuk pada Desember 2015 naik 10 persen (sangat optimistik) dibandingkan bulan yang sama tahun 2014, maka untuk keseluruhan tahun 2015 jumlahnya 9,8 juta, sehingga belum menembus 10 juta sebagaimana target pemerintah.

Tahun lalu pemerintah sudah mengobral bebas visa bagi bagi 84 negara sehingga keseluruhan yang bebas visa menjadi 174 negara. Berarti 89 persen dari seluruh negara yang diakui PBB yang jumlahnya 195 negara telah bebas masuk ke Indonesia tanpa visa.

Jika asumsi jumlah wisatawan yang masuk pada Desember 2015 terpenuhi, pertumbuhan wisatawan asing tahun 2015 mencapai 3,9 persen dibandingkan tahun 2014. Pencapaian itu relatif jauh lebih rendah ketimbang pertumbuhan tahun 2013 dan 2014 yang masing-masing 9,4 persen dan 7,2 persen.

Data sementara World Tourist Organization (UNWTO) menunjukkan pertumbuhan turis dunia tahun 2015 sebesar 4,4 persen, persis sama dengan pertumbuhan turis yang masuk ke Asia dan Pasifik. Sedangkan yang masuk ke Asia Tenggara naik 4,9 persen. Jadi pertumbuhan wisman yang masuk ke Indonesia lebih rendah ketimbang dunia maupun negara tetangga di kasawan Asia dan Pasifik maupun Asia Tenggara.

Seberapa ampuh kebijakan bebas visa bisa meningkatkan jumlah wisman?

Dorothy Riddle mengelompokkan jasa menjadi empat jenis.

Kelompok across-the-border trade bisa diperlakukan sama dengan perdagangan barang.

Kita fokus ke jasa turisme yang masuk dalam kelompok jasa domestic establishment trade: konsumen mendatangi obyek wisata sedangkan produsen tetap berada di domestik karena obyek wisata tidak bisa bergerak.

Ongkos pemakaian jasa dirumuskan sebagai berikut:

C = (Pi + Pt ) + (Ki + Kt)

C adalah ongkos total pemakaian jasa. Ongkos total ini terdiri dari dua bagian yaitu ongkos yang ditimbulkan oleh produsen (P) dan oleh pemakai atau konsumen (K). Masing-masing ongkos ini dibagi lagi menjadi dua unsur, yaitu ongkos yang ditimbulkan dalam isolasi (Pi dan Ki), yakni ongkos yang ditimbulkan oleh produsen dan pemakai secara independen atau ongkos sebelum ada transaksi; dan ongkos yang muncul kala kedua belah pihak berinteraksi (Pt dan Kt). Keempat komponen biaya diasumsikan non-negatif, interdependen, dan dalam keadaan persaingan sempurna. Nilai C diupayakan serendah mungkin (minimum).

Unsur Pi dan Ki relatif sama untuk jasa sejenis.

Misalkan S adalah komponen dari ongkos C yang muncul selama interaksi antara produsen dan konsumen,

S = (Pt + Rt)/C

yang mana 0 < S ≤ 1

Jika ongkos interaksi antara produsen dan pemakai semakin rendah maka nilai S akan semakin kecil.

Dengan memasukkan unsur S, model Heckcsher-Ohlin boleh jadi tidak mampu menjelaskan perdagangan jasa-jasa tertentu. Suatu negara yang relatif labor abundant atau kaya dengan obyek turisme belum tentu dapat bersaing menarik wisman jika komponen ongkos interaksi antara produsen dan pemakai jasa relatif tinggi. Ongkos interaksi yang tinggi inilah yang menyebabkan banyak jasa tergolong ke dalam non-tradable. Namun, dengan perkembangan teknologi informasi seperti internet dan beragam media sosial menyebabkan makin banyak jasa yang lebih tradable.

Dalam kasus jasa turisme, Indonesia memiliki potensi keunggulan dalam hal keragaman obyek wisata yang unik dalam bentuk karunia alam dan pekerja yang relatif melimpah dan murah. Namun itu saja tidak cukup.

Wisman yang hendak menjelajahi berbagai obyek wisata yang tersebar di ribuan pulau terkendala dengan ketersediaan angkutan antarmoda yang terbatas dan khususnya ongkos pesawat yang relatif mahal. Salah satu penyebabnya ialah harga avtur yang relatif jauh lebih tinggi ketimbang di negara tetangga seperti Singapura dan struktur pasar angkutan udara yang duopoli atau oligopoli.

Ongkos berlibur sekeluarga di dalam negeri habis untuk ongkos pesawat. Lebih murah bagi suatu keluarga berlibur di Thailand atau Malaysia ketimbang dari Jakarta ke papua, manado, Lombok atau Bali.

Komponen ongkos memperoleh visa relatif sangat kecil dibandingkan ongkos total (C) maupun S.

Pembenahan turisme di Indonesia memerlukan pendekatan yang lebih mendasar dan menyeluruh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun