Mohon tunggu...
Faisal Basri
Faisal Basri Mohon Tunggu... Dosen - Mengajar, menulis, dan sesekali meneliti.

Mengajar, menulis, dan sesekali meneliti.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Menyikapi Tantangan Ekonomi 2016

1 Januari 2016   23:35 Diperbarui: 2 Januari 2016   01:22 837
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Ilustrasi: Shutterstock | Admin"][/caption]Perekonomian dunia tahun 2016 tampaknya akan terus menghadapi tekanan dan gejolak. Negara-negara maju masih akan mengalami fenomena yang disebut oleh Larry Summers, mantan Menteri Keuangan Amerika Serikat, sebagai secular stagnation, yakni ketidakmampuan negara-negara maju untuk tumbuh pada tingkat yang memadai sekalipun kebijakan moneter sudah sangat longgar dengan suku bunga mendekati nol persen. Kenaikan suku bunga jangka pendek oleh The Fed sebesar 0,25 persen menjadi 0,5 persen diperkirakan paling banyak akan dilakukan dua kali lagi tahun 2016 karena di tengah jalan bakal menghadapi potensi ancaman makin nyata terhadap pemulihan ekonomi AS yang sejauh ini cukup menggembirakan.

Transisi dan konsolidasi ekonomi di Tiongkok akan terus berlanjut sehingga terus menekan pertumbuhan ekonomi di bawah 7 persen. Pelemahan pertumbuhan ekonomi di Tiongkok, yang merupakan perekonomian terbesar kedua di dunia setelah Amerika Serikat, tentu saja semakin menekan pertumbuhan ekonomi dunia. Dengan begitu, pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2016 diperkirakan tidak akan jauh beranjak dari pencapaian tahun 2015.

Perdagangan dunia juga mengalami tekanan. Sudah tiga tahun berturut-turut pertumbuhan perdagangan dunia lebih rendah dari pertumbuhan output dunia, suatu fenomena yang sangat langka selama ini. Baltic dry index yang mengukur pergerakan petikemas di seluruh dunia menukik ke titik terendah sejak indeks itu diperkenalkan tahun 1985, ke aras di bawah 500 pada November 2015.

Proyeksi terkini oleh Bank Dunia menunjukkan harga komoditas energi, tambang, dan petanian seluruhnya masih akan tertekan pada tahun 2016.

Persaingan dengan negara-negara tetangga bakal semakin berat karena Vietnam dan Malaysia sudah masuk Trans-Pacific Partnership (TPP) mereka bisa menggunakan jalan bebas hambatan memasuki pasar Amerika Serikat, Kanada, Jepang, Australia, dan Selandia Baru. Vietnam pun telah menandatangani perjanjian perdagangan bebas pada Juli 2015.

Oleh karena itu, Vietnam punya daya tarik yang lebih kuat bagi investor asing untuk membangun pabrik atau industri manufaktur yang berorientasi ekspor. Sebaliknya, investor yang masuk ke Indonesia kebanyakan berorientasi pasar dalam negeri sehingga tidak banyak meningkatkan kapasitas ekspor.

Setiap tantangan menghadirkan kesempatan. Setiap ancaman menghadirkan peluang. Harga minyak yang melorot hendaknya dijadikan momentum untuk berbenah diri, menghimpun tenaga untuk lebih siap menghadapi kemungkinsn sebaliknya. Landasan fiskal diperkokoh dan jaring-jaring pengaman sosial diperkuat.

Kemerosotan harga komoditas pertanian dimanfaatkan untuk peremajaan tanaman, bukan justru menerlantarkannya, sehingga ketika menghadapi siklus kenaikan harga kita bisa menikmatinya secara maksimal.

Itulah makna dari kisah Nabi Yusuf yang termaktub dalam Al-Kitab bab Kejadian dan Al-Qur'an 12:46-49.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun