Selama Mei-Agustus 2015, bahan makanan merupakan punyumbang terbesar laju inflasi, yakni rata-rata sebesar 52,2 persen.
Penyebabnya sangat terang benderang. Tidak ada lonjakan permintaan, kecuali menjelang lebaran lalu. Tak ayal, penyebab utamanya adalah pasokan yang seret. Sesumbar Menteri Pertanian bahwa produksi berbagai jenis pangan meningkat patut dipertanyakan.
Karena yakin produksi naik, Menteri Pertanian mengendalikan impor dengan ketat. (kompas)Â
Karena teramat yakin Indonesia surplus beras, menteri Pertanian menolak impor beras. (Kompas)
Padahal nyata-nyata Indonesia mengalami dampak sangat buruk akibat El Niño.
Ternyata harga beras merangkak naik dan dampak El Niño diperkirakan bakal panjang. Akhirnya pemerintah akan mengimpor beras 1,5 juta ton dari Thailand. (Kompas)Â
Sama halnya dengan daging sapi. Mentan meyakini pasokan daging sapi cukup sehingga kuota impor tidak perlu ditambah.
Namun, beberapa waktu kemudian berubah. (Kompas)Â
Â
Bukan hanya beras dan daging sapi. Beberapa bahan pangan lainnya mengalami hal yang mirip.
Kita tentu amat senang kalau dapat mengurangi impor pangan. Yang penting usaha keras dan terukur, bukan hanya gembar-gembor. Akhirnya nanti masyarakat berpendapatan rendah yang paling terkena dampaknya berupa kenaikan harga-harga pangan yang mencekik daya beli mereka.
Tidak ada jalan pintas, simsalabim.
Jangan gampang menjadikan mafia sebagai kambing hitam. Yang harus dibenahi adalah manajemen pasokan, distribusi, dan tata niaga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H