Mohon tunggu...
Faisal Basri
Faisal Basri Mohon Tunggu... Dosen - Mengajar, menulis, dan sesekali meneliti.

Mengajar, menulis, dan sesekali meneliti.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Ironi Negara Maritim

30 April 2015   23:58 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:30 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_414042" align="aligncenter" width="624" caption="Kompas.com"][/caption] Dua pertiga lebih wilayah Republik Indonesia berupa air (laut dan sungai). Namun, 91 persen pergerakan barang menggunakan angkutan darat. Ditambah dengan lewat angkutan penyeberangan (0,99 persen) dan angkutan kereta api (0,70 persen), keseluruhan angkutan berbasis darat mencapai 93 persen. Porsi angkutan udara hanya 0,55 persen. Selebihnya lewat angkutan laut (7,1 persen) dan angkutan sungai (0,01 persen). Tak heran jika logistics costs di Indonesia sangat mahal, mencapai 27 persen dari produk domestic bruto (PDB). Bandingkan dengan Malaysia sebesar 13 persen PDB, Thailand sebesar 20 persen PDB, dan Vietnam sebesar 25 persen PDB. Di kawasan ASEAN, Singapura yang paling murah (8 persen PDB). Singapura mengalahkan Amerika Serikat (9,9 persen PDB) dan Jepang (10,6 persen PDB). Lihat Center of Logistics and Supply Chain Studies ITB, Asosiasi Logistik Indonesia, Panteia/NIA, dan The World Bank, State of Logistics Indonesia 2013. Ukuran lain yang lazim dipakai untuk membandingkan perbandingan kinerja logistik antarnegara adalah Logistics Performance Index (LPI). Walaupun telah menunjukkan perbaikan dalam skor dan ranking sejak 2012, tetap saja Indonesia tidak bisa mengejar ketertinggalannya dari Negara-negara di atas. Bahkan Indonesia telah disusul oleh Vietnam.

Komponen terbesar dari ongkos logistik adalah ongkos persediaan (inventory). Akibat sistem logistik yang buruk, perusahaan harus menumpuk inventori lebih banyak, tidak bias menerapkan just in time inventory system. Betapa banyak uang "mati" atau terpendam di gudang. Biaya bunga bank yang relatif tinggi semakin membebani. Komponen kedua terbesar adalah ongkos angkut, karena bagaimanapun ongkos angkut barang lewat darat jauh lebih mahal daripada ongkos angkut lewat laut dan sungai. Semakin jauh jarak tempuh kian besar pula ongkos angkut lewat darat. Jika dalam jangka menengah angkutan barang lewat laut bisa meningkat hingga 50 persen dari keseluruhan angkutan barang, dapat dibayangkan pengaruhnya terhadap perekonomian. Bahkan, sangat mudah membayangkan pembenahan angkutan laut bakal menjadi pengakselerasi pertumbuhan dan daya saing perekonomian nasional. Yang lebih penting lagi, perekonomian domestic bakal lebih terintegrasi. Kalau sudah begitu, tak perlu lagi muncul kekhawatiran berlebihan kita bakal tersungkur memasuki Masyarakat ASEAN.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun