Sejak tahun 2004, sektor nontradable (sektor jasa) rata-rata tumbuh dua kali lebih tinggi ketimbang sektor tradable (sektor penghasil barang: pertanian, pertambangan, dan industri manufaktur), masing-masing sekitar 8 persen dan 4 persen. Sektor tradable inilah merupakan tulang punggung ekspor. Karena tumbuh loyo, tak heran jika semua sektor tradable sudah mengalami defisit perdagangan luar negeri. Defisit manufaktur terjadi sejak tahun 2008, defisit pangan sejak tahun 2007, sedangkan defisit migas sudah sejak awal tahun 2008. Jadi, Indonesia telah mengalami triple deficits sejak tahun 2008.
Investasi naik tajam sejak tahun 2007. Namun, baik investasi domestik maupun asing langsung didominasi oleh yang berorientasi pasar domestik sehingga peningkatan kapasitas perekonomian untuk mengekspor kalah jauh dengan impor. Tak pelak lagi, akhirnya sejak tahun 2012 Indonesia mengalami defisit perdagangan luar negeri.
Tak ada pilihan untuk mengatasi kondisi keseimbangan eksternal yang memburuk, kecuali dengan melakukan penyesuaian struktural yang konsisten. Ego sektoral seperti kebijakan otomotif yang sesat, harus dicampakkan.
Kuncinya adalah meluruskan kebijakan industrialisasi dan pembangunan pertanian. Kondisi dan struktur perdagangan luar negeri yang sudah cukup lama memburuk merupakan cerminan dari kebijakan industrial, kebijakan investasi, dan kebijakan pertanian yang tak terarah.
[Dimuat di harian Kompas, Senin, 7 Oktober 2013, hal.15]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H