Mohon tunggu...
Fharesky Faisal Al Akbar
Fharesky Faisal Al Akbar Mohon Tunggu... Mahasiswa - الله

Instagram: fhrsky.fsl

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Nabi Hanya Manusia Biasa?

16 Oktober 2022   19:27 Diperbarui: 16 Oktober 2022   20:19 1529
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.freepik.com/premium-vector/mawlid-al-nabi-mohammad-with-illustration-madina-nabawi-mosque_19366688.htm

Pada bulan Oktober 2022 ini sebagai umat Islam kita sedang memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad Saw. Dua belas (12) Rabiul Awal dimana sang Nabi dilahirkan ke alam dunia ini. Walaupun tak lepas juga dari perbedaan pendapat oleh para ulama mengenai tanggal berapa yang pasti Nabi dilahirkan, akan tetapi mayoritas ulama berpendapat bahwa 12 Rabiul Awal adalah hari kelahirannya. Seluruh umat Islam baik di timur maupun barat merayakan maulid Nabi dengan suka cita. Diantara mereka ada yang melantunkan pujian-pujian kepada Nabi, mendengarkan kisah-kisah kehidupan Nabi, dan beragam macam cara yang dilakukan umat Islam dalam memperingati maulid Nabi Muhammad Saw.

Disini penulis ingin mencoba menuangkan bentuk suka cita dalam memperingati hari kelahiran Nabi melalui tulisan. Banyak diantara kita mungkin bertanya apakah para Nabi itu termasuk Nabi Muhammad Saw hanyalah manusia biasa seperti kita pada umumnya?. Saya akan mencoba mengutip penjelasan ilmiah yang sangat baik yang disampaikan oleh ulama besar Ahlussunnah Wal Jama'ah di kota Mekkah yakni Prof Dr. Sayyid Muhammad bin Alwi bin Abbas al-Hasani al-Maliki Rahimahullah.

Sebagian orang berkeyakinan bahwa para Nabi sama dengan manusia pada umumnya didalam perbuatan mereka dan kebiasaan mereka lainnya. Bagaimanakah pemahaman sisi kemanusiaan para nabi dan juga Rasulullah Saw di dalam firman Allah Swt : قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ "Katakankah (wahai Muhammad) sesungguhnya aku adalah manusia seperti kalian, yang diberikan wahyu…" (Q.S al-Kahfi:110). Sayyid Muhammad menjawab bahwa pada dasarnya sisi kemanusiaan Nabi dengan para manusia pada umumnya itu sama dan tak ada perbedaan pendapat dalam hal ini. Yakni mereka bukan malaikat dan tidak memiliki kelebihan yang berbeda dengan manusia pada umumnya dari sisi penciptaan manusianya. Mereka manusia dan apa yang ada pada manusia pada umumnya juga ada pada mereka. Inilah yang ditetapkan oleh para ulama ahli Tauhid bahwa para Nabi dan rasul dapat mengalami apa yang dialami oleh manusia lain.

Bahkan ada kitab kecil di dalam ilmu akidah dan dianggap sebagai kitab tauhid terkecil, judulnya Aqidatul Awwan. Kenapa pengarangnya memberi judul Aqidatul Awwam? sebab untuk menjelaskan bahwa ketetapan-ketetapan di dalamnya harus diyakini oleh semua orang awam. Kitab itu tidak berisi pembahasan yang tinggi dan tidak juga berisi persoalan ilmu kalam yang dalam. Namun berisi hal-hal mendasar yang harus diketahui setiap muslim. Pengarang kitab menyebutkan: "Mereka (para Nabi) juga dapat mengalami sakit namun tanpa kekurangan seperti penyakit yang ringan". Nabi Muhammad Saw pernah mengalami sakit ringan, mengalami demam, berkeringat, mengeluhkan sakit kepala, sakit punggung, mengeluhkan sakit mata, kaki, dan lututnya. Banyak penyakit dan itu semua berlalu, tidak ada masalah. Itu diperlukan untuk meneguhkan statusnya sebagai manusia dan ditampakkan bahwa Nabi juga makan, minum, lapar, dan haus seperti manusia biasa pada umumnya.

Pada tempat tertentu Allah Swt menampakkan sisi kemanusiaan Nabi secara sempurna, supaya orang-orang tidak menyangka dirinya Tuhan dan menyembah kepada selain Allah Swt. Bahkan pernah ketika Rasulullah keluar rumah lalu ditanya oleh Sayyidina Abubakar "Wahai Rasul, apa yang membuatmu keluar?" Dijawab "Aku keluar rumah karena merasa lapar". Namum pada peristiwa lain beliau menunjukkan berbagai keistimewaan yang tidak dimiliki oleh manusia biasa diantara lain: 

1. Seperti yang terjadi di akhir bulan ramadhan pada hari ke-27 ketika orang-orang berbuka puasa namun Rasulullah tidak berbuka. Sebagian sahabat berkata "Ikutilah Nabi! Jika engkau tidak berbuka maka kami akan mengikuti. Maka Nabi menjawab "Tidak, kalian harus tetap berbuka, kalian berbeda denganku". Kemudian sahabat berkata "Tidak, kami akan mengikuti. Jika engkau tidak berbuka maka kami ikut". (Karena rasa cinta para sahabat yang besar dan berjuang mengikuti Nabi. Sebab tanda cinta adalah mengikuti). 

2. Ketika datang waktu sahur, Rasulullah Saw memerintahkan para sahabat untuk bersahur. Maka sahabat bertanya "Bagaimana dengan engkau wahai Rasul". Rasul menjawab "Aku enggan bersahur, aku ingin melanjutkan". Rasulullah Saw berpuasa sejak sahur tanpa berbuka di waktu berbuka dan tidak sahur ketika datang waktu sahur. Sampai masuklah hari ke-29 dan datang waktu maghrib, sahabat berkata "Berbukalah wahai Rasulullah". Dijawab oleh Rasul "Tidak, aku akan melanjutkan. Berbukalah kalian". Maka sahabat menjawab "Tidak, kami bersamamu". Namun pada keadaan itu mereka para sahabat terjatuh karena lapar. Ingin melanjutkan seperti Nabi namun sisi kemanusiaannya tidak mampu, berbeda dengan sisi kemanusiaan Nabi yang khusus. Apa yang membangunkan mereka? yaitu setelah 2 jam ditetapkan masuknya hari raya pada malam itu sehingga pilihannya entah mereka makan atau mati. Setelah itu Rasulullah Saw mengucap perkataannya yang terkenal إِنِّى لَسْتُ كَهَيْئَتِكُمْ ، إِنِّى أَبِيتُ لِى مُطْعِمٌ يُطْعِمُنِى وَسَاقٍ يَسْقِينِ "Keadaanku berbeda dengan kalian, aku diberi makan dan minum oleh Tuhanku"

Peristiwa tersebut memberikan kita 2 gambaran yang luar biasa, peneguhan sisi kemanusiaan dan keistimewaan beliau. Kita berkeyakinan bahwa Nabi adalah manusia, bukan Tuhan maupun malaikat bukan pula jin serta tidak memiliki kekhususan dari sisi kemanusiaannya. Namun sisi kemanusiaan ini tidak mungkin digunakan untuk merendahkan beliau. Misalnya ada yang berkata bahwa Nabi manusia biasa seperti kita. Seperti anggapan sebagian orang bodoh yang menyebutkan ayat قُلْ إِنَّمَآ أَنَا۠ بَشَرٌ مِّثْلُكُمْ "Aku manusia biasa seperti kalian" lalu ia mengartikan ayat itu semauanya. Mereka mengatakan Nabi sama seperti kita tak dapat memberikan bahaya atau manfaat. 

Namun apakah berhenti sampai kalimat itu? apa kelanjutan ayatnya? يُوحَىٰٓ إِلَىَّ "diberikan wahyu kepadaku". Baiklah kita sama-sama manusia seperti Nabi, lantas darimana kita mengetahui kehidupan setelah kematian?. Disanalah terputus semua amal perbuatan dan yang tersisa hanyalah kemanusiaan Nabi Muhammad Saw yang khusus. Karena itulah dikatakan oleh seorang penyair awam dan bukan penyair profesional, ia berkata: 

محمد بشر لا گالبشر بل هو گالياقوت بين الحجر  "Nabi Muhammad adalah manusia namun berbeda dari manusia biasa, akan tetapi beliau adalah batu permata sedangkan manusia lain adalah batu biasa".

Lanjutan pembahasan selanjutnya mengenai perbedaan Nabi Muhammad dengan Nabi yang lain... Bersambung.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun