Sumenep, 29 November 2024 -Â Extrajudicial killing diartikan sebagai pembunuhan yang dilakukan oleh aparat negara tanpa melalui proses hukum dan putusan pengadilan secara sah.Â
Extrajudicial killing juga dapat diartikan suatu tindakan yang dilakukan oleh aparat negara yang menyebabkan kematian seseorang yang mana dilakukan tanpa melalui proses hukum. Tindakan yang dilakukan aparat negara tersebut tidak dilakukan dalam keadaan membela diri ataupun melaksanakan perintah undang-undang.
Extrajudicial killing sangat dilarang keras oleh HAM Internasional dan juga konstitusi yang berlaku di Indonesia karena tindakan ini melanggar hak hidup manusia yang merupakan hak yang tidak boleh dilanggar dalam keadaan apapun (non derogable rights).
Tindakan extrajudicial killing merupakan pelanggaran HAM berat sebagaimana tercantum di dalam Penjelasan Pasal 104 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang menyatakan bahwa pelanggaran hak asasi manusia yang berat adalah pembunuhan massal (genocide), pembunuhan sewenang-wenang atau di luar putusan pengadilan (arbitry/extrajudicial killing), penyiksaan, penghilangan orang secara paksa, pembudakan, atau diskriminasi yang dilakukan secara sistematis.
Contoh Kasus di Indonesia
- Kasus Penembakan 4 anggota Laskar FPI
 Komisi Nasional Hak Asasi Manusia mengumumkan hasil penyelidikan terkait kasus penembakan yang menewaskan enam laskar Front Pembela Islam. Berdasarkan hasil penyelidikan, Komnas HAM mengungkapkan kronologi kematian enam orang laskar FPI yang berawal dari pembuntutan terhadap Rizieq Syihab, 6-7 Desember 2020.
Saat itu, anggota Polri mengikuti rombongan tokoh FPI itu bersama para pengawalnya dalam sembilan kendaraan roda empat bergerak dari Sentul ke Karawang. Ketua Tim Penyelidikan dan Pemantauan Komnas HAM Choirul Anam mengatakan dari penyelidikan diketahui rombongan Rizieq Syihab dibuntuti sejak keluar gerbang kompleks perumahan, masuk ke Gerbang Tol Sentul Utara 2 hingga Tol Cikampek dan keluar pintu Tol Karawang Timur.
Melihat adanya pembuntutan saat keluar pintu Tol Karawang Timur, Rizieq Syihab dan enam mobil menurut kronologi Komnas HAM, melaju terlebih dahulu meninggalkan dua mobil pengawal lainnya yang bertugas menjaga agar mobil yang membuntuti tidak bisa mendekati mobil Rizieq Syihab. Kedua mobil FPI disebut berhasil membuat jarak dan memiliki kesempatan untuk kabur dan menjauh, tetapi justru mengambil tindakan menunggu sehingga bertemu kembali dengan mobil petugas kepolisian dan dua mobil lainnya.
Selanjutnya, dua mobil pengawal Rizieq Syihab yang masing-masing berisi enam orang melewati sejumlah ruas jalan dalam kota Karawang dan diikuti tiga mobil pembuntut hingga terjadi saling kejar, saling serempet dan seruduk, serta berujung saling serang dan kontak tembak hingga Km. 49. Di Km. 50 Tol Cikampek, dua orang anggota laskar FPI ditemukan dalam kondisi meninggal, sedangkan empat lainnya masih hidup, kemudian dibawa dalam keadaan hidup oleh petugas kepolisian.
- Tragedi KanjuruhanÂ
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyatakan ada pelanggaran HAM dalam peristiwa tragedi Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022.
Komisioner Komnas HAM Choirul Anam mengatakan, tragedi Kanjuruhan terjadi karena tata kelola yang tidak menghormati keselamatan dan keamanan dalam penyelenggaraan pertandingan sepak bola.
Kerusuhan terjadi akibat penembakan gas air mata oleh aparat yang menyebabkan kepanikan di antara penonton yang berusaha keluar dari dalam stadion.
Diketahui, sedikitnya 135 orang tewas dalam kerusuhan yang terjadi di Stadion Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022 lalu selepas pertandingan sepak bola antara Arema FC dan Persebaya Surabaya. Kerusuhan terjadi akibat penembakan gas air mata oleh aparat yang menyebabkan kepanikan di antara penonton yang berusaha keluar dari dalam stadion.
- Kasus Brigadir J.
Dari hasil pemantauan dan penyelidikan itu, Komnas HAM menemukan konstruksi peristiwa antara lain terjadi peristiwa pembunuhan terhadap Brigadir J yang merupakan tindakan pembunuhan di luar proses hukum atau extra judicial killing yang memiliki latar belakang adanya dugaan kekerasan seksual. Pembunuhan di luar proses hukum terhadap Brigadir J terjadi dengan perencanaan di lokasi rumah Saguling III. Peristiwa pembunuhan yang terjadi tidak dapat dijelaskan secara detail karena terdapat banyak hambatan yaitu adanya berbagai tindakan obstruction of justice yang dilakukan oleh berbagai pihak.
Analisis faktual Komnas HAM menyimpulkan pembunuhan Brigadir J merupakan extra judicial killing atau pembunuhan terhadap seseorang tanpa proses peradilan atau di luar proses hukum dan merupakan pelanggaran terhadap hak yang paling mendasar yaitu hak untuk hidup. Komnas HAM menyebut tidak terdapat tindakan penyiksaan maupun penganiayaan terhadap tubuh Brigadir J yang dibunuh pada Jumat 8 Juli 2022 di rumah dinas eks Kadiv Propam Polri FS Jl. Duren Tiga Utara No.46 Jakarta Selatan, baik berdasarkan hasil autopsi pertama maupun autopsi kedua.
Aparat harus cermat dalam menggunaakan kewenanganya dalam proses bertugas, penggunaan dengan senjata api oleh kepolisian sejatinya merupakan upaya terakhir. Dalam Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian (Perkap 1/2009), diatur bahwa sifat penggunaan senjata api hanya untuk melumpuhkan dan hanya dapat dilakukan oleh anggota Polri ketika ia tidak memiliki alternatif lain yang beralasan dan masuk akal untuk menghentikan tindakan/perbuatan pelaku kejahatan atau tersangka tersebut.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H