Mohon tunggu...
faisalakbar
faisalakbar Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Organisatoris

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Mengenal istilah Extrajudicial Killing : Contoh kasus di Indonesia

29 November 2024   10:29 Diperbarui: 29 November 2024   10:29 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kerusuhan terjadi akibat penembakan gas air mata oleh aparat yang menyebabkan kepanikan di antara penonton yang berusaha keluar dari dalam stadion.

Diketahui, sedikitnya 135 orang tewas dalam kerusuhan yang terjadi di Stadion Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022 lalu selepas pertandingan sepak bola antara Arema FC dan Persebaya Surabaya. Kerusuhan terjadi akibat penembakan gas air mata oleh aparat yang menyebabkan kepanikan di antara penonton yang berusaha keluar dari dalam stadion.

  • Kasus Brigadir J.

Dari hasil pemantauan dan penyelidikan itu, Komnas HAM menemukan konstruksi peristiwa antara lain terjadi peristiwa pembunuhan terhadap Brigadir J yang merupakan tindakan pembunuhan di luar proses hukum atau extra judicial killing yang memiliki latar belakang adanya dugaan kekerasan seksual. Pembunuhan di luar proses hukum terhadap Brigadir J terjadi dengan perencanaan di lokasi rumah Saguling III. Peristiwa pembunuhan yang terjadi tidak dapat dijelaskan secara detail karena terdapat banyak hambatan yaitu adanya berbagai tindakan obstruction of justice yang dilakukan oleh berbagai pihak.

Analisis faktual Komnas HAM menyimpulkan pembunuhan Brigadir J merupakan extra judicial killing atau pembunuhan terhadap seseorang tanpa proses peradilan atau di luar proses hukum dan merupakan pelanggaran terhadap hak yang paling mendasar yaitu hak untuk hidup. Komnas HAM menyebut tidak terdapat tindakan penyiksaan maupun penganiayaan terhadap tubuh Brigadir J yang dibunuh pada Jumat 8 Juli 2022 di rumah dinas eks Kadiv Propam Polri FS Jl. Duren Tiga Utara No.46 Jakarta Selatan, baik berdasarkan hasil autopsi pertama maupun autopsi kedua.

Aparat harus cermat dalam menggunaakan kewenanganya dalam proses bertugas, penggunaan dengan senjata api oleh kepolisian sejatinya merupakan upaya terakhir. Dalam Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian (Perkap 1/2009), diatur bahwa sifat penggunaan senjata api hanya untuk melumpuhkan dan hanya dapat dilakukan oleh anggota Polri ketika ia tidak memiliki alternatif lain yang beralasan dan masuk akal untuk menghentikan tindakan/perbuatan pelaku kejahatan atau tersangka tersebut. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun