Iklim intelektualisme dan pergerakan yang dijalaninya saat di kampus inilah yang kemudian menjadikan Ra Shol dikenal sebagai sosok yang kuat dalam memegang prinsip-prinsip agama, berwawasan luas dan luwes dalam bergaul dengan siapapun. Hasilnya, beliau dipercaya untuk duduk di jabatan organisasi di luar “mainstream kepesantrenan” seperti Ketua Dewan Kesenian Sampang dari tahun 2000 s/d 2010, Ketua Forum Pelestari Lingkungan Hidup Madura tahun 2003 dan lainnya.
Bahkan jiwa aktivis yang telah tertanam kuat dalam kepribadiannya itu pula yang juga mengantarkannya terpilih sebagai ketua Partai Persatuan Nahdlatul Ummah Indonesia (PPNUI) yang kemudian menjadikannya sebagai anggota DPRD Kabupaten Sampang periode 2004-2009 dengan jabatan sebagai Ketua Komisi Ekonomi dan Keuangan.
Di bidang keagamaan, sebagai seorang yang hidup dan tumbuh besar di pesantren, Ra Shol tidak pernah meninggalkan kewajibannya untuk turut serta mengembangkan pesantren yang didirikan oleh ayahandanya. Setelah Ayahandannya KH Ahmad Bushiri Nawawi wafat, beliau bersama 13 saudaranya meneruskan pengelolaan dan pengembangan Pondok Pesantren Assrojiyyah. Dalam pengelolaannya, Pesantren As Sirojiyah saat ini telah berkembang pesat dari awal beridiri yang hanya ada 25 santri, kini menjadi 1.600 santri putra dan 170 santri putri.Dan alumninya tersebar ke segenap penjuru Indonesia khususnya di daerah kalimantan dan jawa Barat.
Selain itu, guna mensyiarkan keagamaan beliau juga aktif dalam organisasi sosial keagamaan yakni Nahdlatul Ulama. Beliau dipercaya sebagai Wakil Ketua PCNU Sampang periode 2013-2018 dan diberi amanah sebagai Direktur Utama Aswaja Centre NU Sampang di tahun 2014. Keterlibatannya dalam NU semakin membuatnya tak kenal lelah dalam berjuang melakukan dakwah dan pendidikan keagamaan bagi masyarakat.
Di NU, Ra Shol menjadi teman diskusi, tempat menggali inspirasi yang menyenangkan kader-kader muda NU. Hampir bisa dipastikan bahwa beliau akan selalu hadir jika diundang oleh kader-kader muda NU. Pembawaannya yang kharismatik dan bersahabat telah menjadikannya sebagai sosok yang dekat dengan kalangan muda NU. Bahkan boleh dibilang, Ra Shol sangat diinginkan oleh sebagian besar kalangan muda NU untuk memimpin NU Sampang di masa yang akan datang.
Ra Shol bukan hanya milik kalangan muda NU tetapi milik pemuda-pemuda Sampang. Aktivis seniman muda, jurnalis muda, kelompok petani muda dan kelompok aktivis muda lainnya di ragam aktivitas telah menempatkan sosok Ra Shol sebagai inspirator dan motivator yang akan selalu dikenang sepanjang masa.
Lebih dari itu, dalam melakukan dakwah dan pendidikan kegaamaan beliau selalu mengedepankan prinsip-prinsip yang lembut, toleran, menjauhi cara-cara yang sarat kebencian dan kekerasan. Sehingga beliau dikenal sebagai sosok yang santun, sejuk dan diterima semua kalangan meskipun berbeda secara idiologi dan politik.
NU dan Radikalisme Agama
Salah satu problem kebangsaan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini yakni menguatnya gerakan-gerakan Radikalisme agama. Fenomena maraknya gerakan-gerakan radikalisme agama belakangan ini pun terus mendapatkan sorotan dari berbagai pihak,salah satunya bersumber dari Nahdlatul Ulama (NU). Organisasi keagamaan terbesar di Indonesia ini sangat keberatan dengan pola-pola kekerasan yang digunakan oleh kelompok-kelompok Islam Radikal.
Bagi Ra Shol, problem radikalisme agama ini menjadi isu serius yang harus disikapi oleh generasi Nahdlatul Ulama yang sekarang. Mengingat perkembangan gerakan ini sudah mewabah dan mulai masuk ke pedesaan, ke kantong-kantong basis NU. Jika NU tidak melakukan penghadangan terhadap gerakan ini maka dikwatirkan akan mengancam keutuhan NKRI dan apabila itu yang terjadi maka sama saja mengingkari perjuangan ulama terdahulu, para pendiri NU.
Apalagi,menurut beliau, paradigma dan cara-cara kekerasan yang acap kali dipakai oleh kelompok-kelompok radikalisme agama ini dalam menjalankan dakwah keagamaannya tidak sesuai dengan apa yang diajarkan Rasulullah. Sebab dalam Islam yang diajarkan oleh Rasulullah ada sebuah pegangan “ Qoma al-Islam bi at-Tabligh La Bi as-Sayf ” yang artinya bahwa Islam itu tegak dengan penyampaian, nasehat, tausiyah, dan bimbingan-bimbingan, bukan dengan kekerasan, bukan pula dengan darah. Ini bisa dibuktikan dari kibijaksanaan dan sikap Rasulullah saat menyikapi keberadaan kaum kafir quraisy di Madinah.