Husstt…. Kenapa Mbah Ayam ini masih juga berkotek di kandangnya. Padahal, kandangnya yang pernah terusik serius itu kan sudah lama terjadi.Mestinya sebagai bangsa Ayam yang dipercaya, terdidik, tidak boleh menaruh dendam apalagi sesama bangsa Ayam. Kemarahan sesame Ayam juga tidak boleh menyerempet ke ranah yang lain. Apalagi melakukan perbuatan berlebihan pada anak Ayam. Namanya saja anak-anak Ayam, ianya rentan labil dalam bersikap. Untuk itu, melakukan pembinaan terhadap anak Ayam penting, tapi dengan cara-cara yang terpuji. Seperti yang kita tau, Mbah Ayam tidak hanya ditugasi memberikan tauladan pada Bapak dan Ibu para Ayam melainkan mendidik para anak-anak Ayam agar kelak menjadi Ayam-Ayam seutuhnya. Tugas ini berat namun mulia tidak hanya disisinya, melainkan juga di mata bangsa-bangsa Ayam.
Tak bisa dipungkiri, Emak Ayam belakangan ini sering tidak nyaman di kandang besarnya sendiri. Kalau ditanya kenapa, sulit dijelaskan namun sedikit gampang di depinisikan. Kuat dugaan yang membuat Emak Ayam tidak nyaman karena mulutnya yang sering berkotek tanpa sebab. Suara kotekannya muncul sesuka hatinya. Terkadang, tanpa sebab ia mengibaskan sayapnya. Oleh karena sikap yang sering membabi buta, kosa kata lahir tanpa melihat lawan bicara, ngerocos dan asal bunyi sering memekakan telinga maka bangsa-bangsa Ayam sering terlantar urusannya. Tidak hanya urusan kecil yang sering ditunda penyelesainnya, melainkan masalah besarpun tak lagi menjadi perioritas untuk dibahas. Hmmm… malang benar nasib Ayam-Ayam yang punya Mbah seperti itu.
Tuntutan di era baru ini adalah menciptakan Ayam-Ayam seutuhnya, rintangan dan hambatan saling berpacu dengan emosi yang sulit ditahan. Sistim yang dijalankan hendaklah mengedepankan pendidikan yang meng-Ayam-kan Ayam itu seutuhnya. Pendidikan karakter tidak cukup sampai didengungkan saja, melainkan para Mbah-Mbah Ayam memikirkan bagaimana cara yang tepat memberikan pemahaman pada generasi-generasi Ayam yang sudah terlanjur melek dengan ilmu komunikasi dan informasi. Di sisi lain, banyak ditemui para Bapak dan Ibu Ayam tidak merasa tertantang untuk maju bersaing dengan Ayam-Ayam secara terbuka. Sangat disayangkan, jika ada Maknya Ayam berkata, “Ah, aku sudah tua, yang bekerja sementara sembari menunggu pengganti”.
Selaku yang dipercaya sebagai Mbahnya Ayam, mestinya bergerak dengan program-program yang jelas. Hal ini dianggap penting, oleh karena untuk menciptakan Ayam-Ayam yang berkarakter tidak cukup dengan hanya memberikan makanan yang cukup saja. Masih ada seonggok perioritas untuk menjadikan para Ayam itu menjadi Ayam yang beradap. Tidak berat, jika punya keinginan dan program yang jelas untuk melakukan itu semua. Mulai sekarang dan pahami dengan seksama, sebagai Mbah Ayam harus tau posisi. Ingat, dengan tidak asal berkotek, mendudukan persoalan itu di posisinya, memberdayakan para Emak-Emak Ayam, insa Allah kita sudah mengawali dengan baik. Hal ini mendesak untuk dilakukan, karena sudah lama para Ayam-Ayam itu sesukanya terbang, dan bahkan ia tak lagi tau dimana ia harus membuang hajatnya.
Ayam, Ayam. Nasibmu…..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H