Mohon tunggu...
Paisal Amri
Paisal Amri Mohon Tunggu... pegawai negeri -

BELAJAR untuk tidak menjadi orang gagal, pemilik akun twitter @paisal71 dan blog di www.faisalamri.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Cerita Anak Gadisku, Tentang Guru Tergalaknya

27 Februari 2015   22:22 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:24 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Ayah, antarin kakak ke rumah teman untuk kerja kelompok ya. Tugas yang ini gawat, salah-salah dalam mempresentasikan langsung gagal. Presentasi itu tidak boleh pakai buku, melainkan harus dihapal, dan disampaikan bergiliran. Anak gadisku ngerocos tanpa henti. Mimiknya serius, sesaat sisiran rambutnya terhenti, terus langsung memasukan buku dan peralatan ke etas sandangnya untuk dia bawa ketempat kerja kelompoknya. “Waduh, mana tugasnya banyak lagi, kata anak gadisku itu. Tak seperti biasanya, kali ini anak gadisku agaknya sedikit tertekan.

“Kak, coba sebutkan 1 saja, kenapa tugas mata pelajaran yang satu ini kok terkesan berbeda dengan mata pelajaran lainnya, kataku dengan nada tanya. “Kali ini anak gadisku itu tersenyum kecut, lalu dia jawab untuk guru mata pelajaran yang satu ini, jangankan 1 Yah, sepuluh bisa dijelaskan. Misalnya, kataku lagi. Ketika mempresentasikan tidak boleh gagap berulang kali, lupa atau salah ucap. Intinya, kalau mau tuntas, kami yang mempresentasikan secara bergilir itu harus lancar menyampaikan. jika ada 1 saja yang salah, lupa atau gagap beberapa kali, maka 1 kelompok dinyatakan gagal. Kalau gagal, obat satu-satunya adalah membuat tugas seabrek. Begitu Ayah, tutup anak gadisku.

Guru yang mengampu mata pelajaran agama ini sering menjadi gunjingan anak gadisku kepada kami di rumah. Versi anak gadisku itu, gurunya galak luar biasa, tak satupun siswa yang berani menjawab dan membantah omongannya. Bicara gurunya itu suka-suka dan kasar. Beberapa kali ia bahkan merokok ketika sedang proses belajar mengajar di kelas. Sekali waktu, pas ketika pergantian mata pelajaran rahasia guru agama ini hampir terbongkar ke guru mata pelajaran lainnya. Kejadiannya itu adalah begitu ada pergantian mata pelajaran. Kenapa ruangan kalian bau asap rokok?, kata Ibu yang mengajar IPA itu bertanya. Satu kelas kami tersentak kaget dan diam seribu bahasa. Tak satupun siswa yang berjumlah 40 orang itu buka mulut. Mellihat siswa semuanya diam, akhirnya Ibu pun tak lagi melanjutkan pertanyaan dan keheranannya.

Kalau didengar dari beberapa kali aduan anak gadisku, aku tertawa geli mendengar kalimat atau kata-kata yang digunakan oleh guru anak gadisku tersebut. Berikut, petikan dialog gurunya sesaat sebelum proses belajar mengajar dimulai. (GA = Guru Agama, SW = Siswa).

GA: Sebelum belajar, apakah kalian sudah rapi mulai dari bawah sampai ke rambut?.

SW: (Sesama siswa saling pandang dan memeriksa kelengkapan masing-masing)….

GA: Kalian tak dengar ya, Bapak bertanya dan ngomong apa…

SW: (semua siswa diam, dan duduk rapi sembari melipat tangan di atas meja).

GA: Itu kamu yang dibelakang, kau ngak sadar ya, udah macam setan kau kulihat…

SW: Uswatun, itu poni rambutmu ada di keningmu, cepetin di rapikan kata Jejin temannya yang

duduk di sampingnya. Dengan tertunduk malu, akhirnya Uswatun minta izin merapikan

rambutnya keluar.

GA: Siapa yang ngak masuk hari ini…

SW: Nihil Pak, tanpa disengaja siswa menjawab serentak

GA: Siapa yang nanya kalian!, yang berhak menjawab itu hanya ketua kelas…

Guru anak gadisku ini termasuk guru senior di SMP favorit itu. Sikap dan gaya mengajarnya memang sedikit bertolak belakang dengan mata pelajaran yang diampunya. Tak salah lagi, predikat guru tergalak versi siswa SMP anak gadisku itu hingga kini belum tergantikan. Di sisi lain, sekalipun gaya tuturnya kurang elok, pedas dan menyakitkan siswa, sampai saat ini belum ada orang tua siswa yang protes. Ada anggapan selama ini, pihak orang tua tidak mempersoalkan etika sang guru agama dalam bertutur. Sekalipun galak dan menjadi guru yang sangat ditakuti, gurunya tersebut tidak pernah main tangan (memukul siswanya).

Masih menurut anak gadisku, biar kita ngak kena marah dalam belajar, saratnya kita harus memperhatikan kedepan, misalnya kita melihat papan tulis, dan jangan sekali-kali melihat ke wajah Bapak itu. Karena kalau melihat ke wajah Bapak itu, maka ia semprot dengan kata-kata “Apa kau lihat-lihat” hardiknya. Mendengar cerita anak gadisku ini, aku senyum dan sedikit menahan tawa.

Jujur aja Yah, kata anak gadisku serius, untuk mata pelajaran yang satu ini bukan hanya kakak aja yang merasa tidak nyaman, melainkan satu kelas. Ayah ini aneh, sepanjang cerita kakak dari tadi perasaan tak ada yang lucu, tapi kenapa Ayah senyum dan ketawa mendengarnya. Bukannya sedih melihat anaknya tertekan, kata anak ku sambil berlalu ke kamar mandi.

Guru Kakak melakukan seperti itu, agar Kakak dan teman-teman disiplin, baik dalam belajar maupun dalam tugas dan tanggung jawab lainnya, jawabku sekenanya. Memang tak ada lagi cara lain ya Yah, mendidik anak untuk lebih baik, kata anak gadisku.

Ya udah, Kakak yang sabar ya…..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun