Terkait pendekatan adat, PLN telah melakukan dua prosedur adat Manggarai yang amat penting yakni tabe gendang (meminta ijin secara adat di rumah adat untuk masuk kampung) dan menjadi asekae gendang (diangkat menjadi saudara secara adat di rumah adat).
Sementara itu, pendekatan sosial dan hukum dilakukan dengan kegiatan sosialisasi berkali-kali hingga mendapatkan Penetapan Lokasi (Penlok) Pemda Manggarai. Akan tetapi, kelompok penolak selalu saja mengklaim proyek geotermal melanggar adat.Â
Meskipun faktanya, PLN melakukan pendekatan adat. Mungkin ini pulalah alasan mengapa masyarakat Poco Leok lebih banyak (sekitar 80%) mendukung daripada menolak pengembangan energi bersih geotermal.
Isu lain yang tidak kalah sering didengungkan kelompok penolak geotermal adalah soal hak ulayat. Hak ulayat merupakan hak atas tanah yang bersifat turun temurun dan bersifat komunal (milik bersama) pada suatu masyarakat adat.Â
Hak milik bersama yang kultural tersebut sering kali kita jumpai pada masyarakat-masyarakat yang memang pola kehidupannya beradat. Beradat dalam hal ini bermakna menjalankan kebiasaan yang terwariskan dari leluhur dan moyang mereka secara konsisten.
Sebagai masyarakat yang terwariskan kehidupan adat, masyarakat Manggarai tentu juga mengenal yang namanya tanah ulayat. Begitu pula dengan masyarakat Poco Leok.
Secara adat Manggarai, tanah ulayat disebut dengan lingko. Ada goet (peribahasa Manggarai) yang mengatakan gendang one lingko peang yang berarti karena gendang (rumah adat) sebagai rumah-tempat tinggal milik bersama, maka harus ada pula lingko (tanah adat) yang menjadi milik bersama-komunal.
Namun demikian, tidak semua lingko dalam konsep adat Manggarai sebagai tanah ulayat. Ada lingko yang dibagi secara pribadi setiap warga kampung. Lingko yang dikategorikan sebagai tanah ulayat adalah lingko randang one dan lingko yang dibagikan untuk dijadikan milik pribadi disebut lingko randang peang.Â
Lingko randang one biasanya berdekatan dengan gendang dan lingko ini tidak dapat dibagikan kepada pribadi-pribadi. Lingko ini menjadi kebun komunal. Sedangkan lingko randang peang lazimnya jauh dari gendang yang dijadikan kebun untuk memenuhi kebutuhan ekonomi pribadi-pribadi warga kampung.
Tanah-tanah adat yang menjadi lokasi (wellped) geotermal Poco Leok adalah lingko-lingko randang peang karena semuanya menjadi milik pribadi warga kampung. Bukan lingko randang one alias tanah komunal. Dengan demikian, alibi kelompok penolak geotermal Poco Leok terkait tanah komunal tidaklah berdasar secara adat Manggarai.
Di lain sisi, secara konteks bernegara harus selalu dipahami bahwa setiap jengkal tanah yang berada di wilayah NKRI diikat dengan asas fungsi sosial tanah sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria: semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial.