Geotermal sebagai harta karun kemajuan sekaligus momok bagi masyarakat terdampak, ketika diperhadapkan dengan kewajiban dan kekuasaan negara, maka akan menjadi dilema pembangunan.Â
Energi terbarukan yang dihasilkan dari panas bumi tersebut satu sisi hendak dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, tetapi di lain sisi menimbulkan ketakutan-ketakutan pada perusakan lingkungan; bencana; kesehatan dan tanah ulayat; menciptakan suatu dilema. Dilema ini kemudian memberi beban pada kewajiban dan kekuasaan negara dalam hal memanfaatkan kekayaan alam demi kemakmuran rakyat.
Pada akhirnya, kita semua dituntut untuk lebih realistis terhadap upaya-upaya negara dalam memajukan kesejahteraan bersama. Sekaligus realistis dengan ketakutan-ketakutan yang disuarakan masyarakat terdampak.Â
Oleh karena itu, ada dua catatan penting terkait geotermal yang menjadi wajah dilematis pembangunan nasional. Pertama, negara yang terwujud nyata dalam diri PLN sebagai pelaku utama pembangunan dan pengembangan energi geotermal wajib melakukan perencanaan dan pendekatan yang efektif.
Misalkan, dalam tahap perencanaan maka dilakukan pendekatan kepada masyarakat terdampak secara berkesinambungan. Untuk wilayah-wilayah yang masih kental dengan adat-budaya maka dilakukan pendekatan kultural. Selain itu, sangat penting untuk melakukan penyebarluasan pengetahuan terkait geotermal kepada masyarakat sehingga ketakutan-ketakutan di atas tidak terus menghantui pikiran masyarakat.
Kedua, masyarakat sebagai pihak yang terdampak oleh proyek strategis nasional seperti geotermal sebaiknya selalu membuka diri dengan informasi dan pengetahuan terkait geotermal. Tidak boleh pakai prinsip "pokoknya"saja.Â
Masyarakat sebaiknya memberikan alasan-alasan yang logis dan terukur dalam mendukung ataupun menolak geotermal. Masyarakat tidak boleh mau saja diperdayakan pihak-pihak tertentu yang sebenarnya memiliki kepentingan terselubung (hidden interest), tetapi menebarkan narasi merugikan satu pihak.Â
Ketika dua hal di atas dilakukan dengan baik maka wajah dilematis pembangunan nasional tidak akan terus ditemukan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H