Kalau kecerdasan spiritual merupakan kemampuan kejiwaan, maka kecerdasan intelektual adalah kemampuan berpikir dan bernalar. Kecerdasan intelektual adalah kemampuan kita dalam bidang pengetahuan. Kecerdasan intelektual harus diakui sebagai bentuk kecerdasan yang paling didambakan manusia karena banyak yang menganggap bahwa dengan memiliki kecerdasan intelektual maka manusia sudah memenuhi keutuhannya.
Hal ini akan benar kalau dengan intelektualnya, manusia dapat mengontrol otak reptilnya ataupun hawa nafsunya, tetapi kalau tidak maka tidak dapat dibenarkan.
Tapi bagaimanapun, kecerdasan intelektual tidak kalah pentingnya dengan kecerdasan spiritual. Keinginan-keinginan jiwa akan kebaikan akan mampu diwujudnyatakan melalui penalaran. Oleh sebab itu, sebenarnya ada hubungan yang tidak terpisahkan antara kecerdasan spiritual dengan kecerdasan intelektual.
Untuk menjadi fleksibel atau sekalipun untuk berkontemplasi, kita juga butuh kecerdasan intelektual mewujudkannya karena dengan intelektual kita dapat menimbang untung-rugi dari tindakan kebaikan kita. Pertimbangan-pertimbangan itulah yang menjadi tolak ukur kita untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu perbuatan.
Ketiga, kecerdasan emosional atau emotional quotient (EQ)
Bentuk kecerdasan yang terakhir ini juga sangat penting karena tidak ada gunanya kita memiliki kecerdasan spiritual dan intelektual kalau tidak dapat mengontrol perasaan dan psikis kita. Kecerdasan emosional adalah kemampuan manusia dalam mengatur, mengontrol dan mengenal batas-batas emosi.
Ada pandangan yang tidak produktif terkait kecerdasan emosional dalam masyarakat kita bahwa yang lebih mumpuni secara kemampuan mengontrol emosi adalah perempuan.
Padahal, laki-laki juga memiliki emosi sehingga ia juga wajib memperjuangkan kemampuan emosionalnya. Anggapan konyol ini sebenarnya sama dengan anggapan bahwa laki-laki yang lebih memiliki kecerdasan intelektual.
Sekaligus dalam hal ini saya tegaskan bahwa kecerdasan dalam segala bentuknya dapat dimiliki oleh setiap manusia, tanpa embel-embel gendernya.
Ketiga bentuk kecerdasan di atas, hendaknya diupayakan oleh kita semua karena hanya dengan memiliki kecerdasan-kecerdasan seperti di ataslah manusia menjadi utuh sebagai manusia logis. Memang untuk memproleh ketiga bentuk kecerdasan di atas sangatlah sulit, tetapi tidak berarti mustahil.
Kita semua tentunya tahu diri bahwa sangat sulit memiliki ketiga bentuk kecerdasan di atas, tetapi kita harus tetap berkeyakinan bahwa segala sesuatu memang butuh proses, bahkan kehidupan itu sendiri adalah suatu proses tanpa akhir.