Pertama, untuk kompensasi
Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam keterangannya menjelaskan bahwa subsidi BBM dan kompensasi di 2022 mengalami peningkatan signifikan dari Rp 188,3 triliun pada 2021, senilai Rp 188,3 triliun pada 2020, Rp 144,4 triliun pada 2019, dan Rp 153,5 triliun pada 2018. Peningkatkan yang signifikan pada tahun 2022 diketahui menjadi 502,4 triliun dari alokasi awal 152,5 triliun.
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara dalam Rakor TPID yang disiarkan oleh akun Youtube Kemendagri RI, menerangkan "Dalam APBN 2022 sesungguhnya telah dialokasikan anggaran subsidi dan kompensasi sebesar Rp 152 triliun. Namun beberapa bulan lalu dengan terjadinya peningkatan harga minyak dunia juga terjadi perubahan kurs, maka kita mengestimasi kebutuhan 2022 adalah Rp 502,4 triliun. Kebutuhan ini naik 3 kali lipat dari perhitungan awal Rp 152,5 triliun,"
Anggaran subsidi BBM yang naik menjadi 3 kali lipat pada 3 kuartal tahun 2022 tentu saja kemudian membutuhkan penyesuaian. Penyesuaian kemudian dilakukan dengan menaikan harga BBM. Kebijakan menaikan harga BBM sebenarnya bertujuan untuk melakukan kompensasi terhadap kebijakan subsidi dan kompensasi BBM selama 3 kuartal yang telah berlalu.
Jadi, sebenarnya kebijakan menaikan harga BBM pada bulan September 2022 adalah bentuk kompensasi terhadap subsidi BBM yang telah memakan anggaran negara sebesar 502,4 triliun selama Januari-Agustus 2022.
Kedua, pengalihan subsidi
Kebijakan menaikan harga BBM yang dilakukan oleh pemerintahan Presiden Jokowi sekarang ini, tidak saja untuk kompensasi pengeluaran negara untuk BBM, melainkan juga untuk mengalihkan subsidi BBM. Pengalihan yang dilakukan adalah dengan mengurangi pengeluaran untuk subsidi BBM dan meningkatkan anggaran subsidi sosial melalui Bantuan Langsung Tunai (BLT), diantaranya BLT BBM sebesar RP.150.000 dan BLT BSU (Bantuan Subsidi Upah) sebesar Rp. 600.000.
Kebijakan pengalihan subsidi BBM memang patut diwaspadai, mengingat BBM merupakan poros bagi segala bidang perekonomian. Namun demikian, kita perlu realistis dengan situasi perekonomian global dan nasional yang tak menentu pasca covid-19. Maka dari itu, kebijakan-kebijakan “gila” seperti menaikan harga BBM sudah seharusnya telah melalui pertimbangan yang matang dan terukur. Sehingga pengalihan subsidi tidak kemudian mendatangkan persoalan baru.
Ketiga, menjaga stabilitas ekonomi
Perekonomian yang stabil merupakan harapan besar kita semua. Atas dasar itu, setiap negara di dunia ini senantiasa berupaya agar dapat menjaga stabilitas ekonomi. Indikator utama stabilitas ekonomi sebuah negara adalah dengan menjaga kesesuaian harga barang dan jasa. Sebagaimana telah dijelaskan bahwa yang namanya inflasi, tidak boleh menjadi tinggi sekaligus tidak boleh terlalu rendah.
Mungkin anda bertanya, bagaimana mungkin menaikan harga BBM dapat menjaga stabilitas ekonomi? Saya tidak akan menjawabnya dengan ilmu ekonomi, tetapi saya hendak mengatakan bahwa pengalihan subsidi BBM dilakukan untuk menjaga daya beli masyarakat. Daya beli masyarakat haruslah stabil meski di tengah naiknya harga barang dan jasa akibat naiknya harga BBM. Lagipula, anggaran besar yang digelontarkan selama 3 kuartal di muka tidak tepat sasaran.