Mohon tunggu...
Fairuz Ainur Syafa Mustofa
Fairuz Ainur Syafa Mustofa Mohon Tunggu... Jurnalis - Mahasiswi Sastra Inggris at UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Buatlah dunia mengenalmu lewat karya tulisan mu

Selanjutnya

Tutup

Politik

Titah Negara Dipangku Satu Keluarga

24 Agustus 2024   20:12 Diperbarui: 24 Agustus 2024   20:12 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hai sobat Kompasiana! Baru-baru ini kita digemparkan oleh berita 'Peringatan Darurat', berita ini tentunya menggemparkan satu Indonesia. Bagaimana tidak? Kasus ini merupakan kasus yang sangat-sangat menyita perhatian publik dikarenakan 'Titah negara, dipangku oleh satu keluarga' dengan kata lain politik dinasti. DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) seperti namanya, mereka adalah 'Perwakilan Rakyat' yang mana sudah seharusnya mereka menjadi role model bagi masyarakat dengan mematuhi undang-undang. DPR tidak semestinya bersebrangan, berbeda, dan menyalahi keputusan MK dalam masalah persyaratan calon kepala daerah dan ambang batas pencalonan kepala daerah dengan melakukan pembahasan RUU Pilkada 2024.

Dalam kasus ini DPR dinilai seolah-olah sembarangan mengubah undang-undang hanya untuk kepentingan satu kelompok tertentu, dalam hal ini adalah keluarga Jokowi. Lantas, apa yang membuat para masyarakat Indonesia geram sampai para mahasiswa sampai sekelas komedian papan atas turun ke jalan untuk menyuarakan aksi mereka? Sederhana saja, karena politik dinasti atau dimana suatu sistem pemerintahan dikuasai oleh satu keluarga itu akan memperbesar kemungkinan terjadinya korupsi. 

Kembali lagi pada hasil putusan rapat DPR, hasil rapat DPR adalah yang pertama mereka berniat mengganti ketentuan syarat umur cagub atau calon gubernur yang akan mencalonkan diri. Dari yang sebelumnya minimal umur calon gubernur dari sejak awal pencalonan itu sudah di tetapkan menjadi 30 tahun, dan tiba-tiba di ubah menjadi boleh dibawah umur 30 tahun dan asalkan sewaktu pelantikannya sudah berumur 30 tahun yang mana ini akan menguntungkan salah satu kelompok tertentu, putra bungsu Jokowi tepatnya Kaesang Pangarep yang digadang-gadang akan maju mencalonkan diri sebagai gubernur Jawa Tengah. 

Hasil rapat yang kedua adalah DPR menolak putusan MK yang mana isinya adalah pengajuan dari partai-partai kecil untuk tetap mengajukan calon-calon unggul dan berkualitas yang kurang mendapat dukungan dari DPRD untuk tetap maju meskipun dukungan dari partai lainnya tidak banyak. MK menyetujui permohonan tersebut, dari yang sebelumnya calon gubernur mendapat 20% suara dari kursi DPRD menjadi 7.5% suara dari DPRD. Tetapi semua itu ditolak oleh DPR yang berakibat calon-calon unggul yang ada dalam partai-partai kecil jatuh duluan dan ini semakin membuat masyarakat geram.

Badan Legislasi (Baleg) DPR dan Panitia Kerja (Panja) memilih menggunakan putusan Mahkamah Agung (MA) ketimbang putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang batasan usia calon maju pada Pilpres 2024. Pemilu tersebut dalam rapat yang digelar Rabu (21/8/2024), Baleg menyetujui UU Pilkada mengacu pada keputusan Nomor 23/P/HUM/2024 yang diputuskan MA pada 29 Mei 2024.

"Kami sulit memahami tindakan dan keputusan DPR yang bertentangan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi. Sebagai lembaga legislatif, DPR harusnya menjadi contoh dan taat hukum," kata Mu'ti dalam keterangannya, Kamis (22/8/2024). Mu'ti menegaskan, DPR harus mewakili keinginan rakyat dan menghormati Mahkamah Konstitusi.

"Langkah yang dilakukan DPR ini, selain akan menimbulkan persoalan disharmoni dalam hubungan sistem politik, juga akan menjadi bibit permasalahan serius pada pemilu 2024. Selain itu, akan menimbulkan reaksi masyarakat yang dapat menimbulkan dampak yang kurang baik. atmosfer dalam kehidupan berbangsa," ujarnya. 

DPR dan pemerintah seharusnya sensitif dan tidak menganggap sederhana terhadap arus massa, akademisi, dan terutama mahasiswa yang turun ke jalan untuk menyuarakan aspirasi penegakan hukum dan perundang-undangan. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun