Mohon tunggu...
Ahmad Fairozi
Ahmad Fairozi Mohon Tunggu... Swasta -

Pendiri Rumah Baca Indonesia (Rumah Baca ID), Suka menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Politik

Radikalisme dan Upaya Penghapusan Fakta Sejarah

23 Agustus 2017   17:47 Diperbarui: 23 Agustus 2017   17:57 665
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

KALI ini kita bahas radikalisme. Beberapa hari yang lalu, saya berdiskusi dengan beberapa sahabat. Saya bil.ang begini. Mungkinkah segala kekacauan ini diinginkan oleh Negara adikuasa dan kroni-kroninya?

Diskusi dimulai dengan beberapa argumen mereka yang barangkali sudah tak sabar ingin mengutarakan unek-uneknya.

Pertama, jika berbicara radikalisme, maka memang harus "kacau", atau barangkali saya artikan dengan simbol kekerasan dan ekstrem.

Kedua, dimana "eksekusi" itu terjadi. Mungkin yang dimaksudkan adalah besar kaitannya dengan topografi dengan strukturnya secara lengkap dan penelitian mendalam dalam berbagai aspek kehidupannya. Termasuk adalah kekayaan alamnya.

Ketiga, upaya mempertahankan sistem dan kekuatan sebagai "rajanya raja" haruslah dengan memaksimalkan potensi eksekusi di beberapa topografi yang telah ditentukan guna meminimalisir terjadinya perubahan kekuatan politik dan hukum serta ekonomi yang memang hal tersebut menjadi 3 faktor penting Negara adikuasa.

Keempat, upaya penghapusan fakta sejarah juga menjadi bagian penting dari agenda radikalisme. Sebab, jika sudah tidak tau sejarahnya, akan sangat mudah di monolit sesuai dengan "pesanan" sang raja kayangan. Begitulah kira-kira poin penting yang saya simpulkan.

Saya justru tertarik membahas yang terakhir atau yang keempat dari pada yang lainnya. Sebab, ini menarik untuk didiskusikan lebih lanjut, menurut saya demikian.

Tanpa berbelit-belit, saya langsung melontarkan pertanyaan kembali. Apa hubungan pertanyaan saya di atas dengan adanya upaya untuk menghapus fakta sejarah?

Namun, saya langsung teringat sesuatu yang pernah saya baca dalam sebuah literatur. Dalam sub-bab itu dituliskan begini, Rencana Inggris buat Muhammad Ibn Abdul Wahhab an-Najdi.

Sub-bab ini setidaknya menguraikan enam hal. Yang diantaranya adalah sebagai berikut:

Pertama, Mengkafirkan umat Islam di luar golongannya. Kedua, menghancurkan Ka'bah. Ketiga, menghasut umat Islam. Keempat, menghancurkan kubah-kubah, kuburan dan tempat suci milik umat Islam di seluruh dunia. Kelima, menyebarkan teror. dan, Keenam, menyebarkan Al-Qur'an palsu.

Sumber: lihat buku Radikalisme sekte Wahabiyah. "Mengurai sejarah dan pemikiran Wahabiyah." Halaman 197-198.

Menariknya adalah pada poin Kedua, yang hendak menghancurkan Ka'bah. Keempat, menghancurkan kubah-kubah, kuburan dan tempat suci milik umat Islam. Serta keenam, memalsukan Al-Qur'an.

Saya berpikir sejenak, apa iya ada yang hendak menghapus fakta sejarah? Lalu apa hubungannya dengan rencana tadi?

Membaca berita dunia dari berbagai sumber, fenomena Radikalisme terbaru adalah maraknya penghancuran terhadap tempat bersejarah di beberapa kawasan di timur tengah. Entah itu kuburan, masjid, dan beberapa peninggalan sejarah lainnya.

Memang jika dipikir sejenak, saya pun beranggapan dan merasa tidak ada sangkut pautnya. Namun, hal itu mungkin saja juga ada benarnya. Mengingat, "eksekusi" yang dilakukan memang membabi buta.

Mereka sembelih orang, hancurkan situs bersejarah kota, kuburan, masjid, dan perpustakaan. Dan masih banyak lagi aset lainnya. Bahkan, mereka sudah targetkan pem-bom-an Masjidil Haram. (Baca: Masjidil Haram jadi target bom bunuh diri).

Mungkin maksudnya begini. Ketika tempat bersejarah di kota habis karena hancur, kubah-kubah hancur, makam-makam hancur, dan bahkan masjid pun hancur, lalu anak cucunya bertanya, apa buktinya?

Ketika Al-Qur'an palsu sudah menyebar, anak cucunya kembali bertanya, apa buktinya?

Ketika Ka'bah hancur, anak cucunya kembali bertanya, apa buktinya?

Menarik bukan? Ah.. tapi itu hanya sekedar diskusi mengalir. Yang artinya liar dan perlu dikonfirmasi dan diklarifikasi lebih lanjut oleh para pakar.

Bagaimana pun ini hanya diskusi yang tidak bisa dipertanggung jawabkan kebenarannya. Karena memang, kemutlakan itu hanya milik Tuhan yang Maha Esa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun