Mohon tunggu...
Ahmad Fairozi
Ahmad Fairozi Mohon Tunggu... Swasta -

Pendiri Rumah Baca Indonesia (Rumah Baca ID), Suka menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Antara Dilema Idealisme dan Pragmatisme Kader

20 Maret 2016   18:46 Diperbarui: 28 Februari 2017   22:02 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Foto Pribadi"][/caption]Kader merupakan harapan terbesar dalam menggerakkan roda-roda organisasinya (baca: kader), tanpa militansi kader, sebuah organisasi akan mengalami stagnasi gerakan yang berimplikasi terhadap kreativitas dan tingkat disiplin keilmuan lainnya.

Tumpuan organisasi terhadap gerak kader sangat ditentukan oleh dinamisasi sebuah organisasi dalam merangkai kegiatan sebagai implementasi dari sebuah tujuan bersama yang hendak dicapai.

Dengan matinya kreativitas dan disiplin keilmuan kader, menandakan bahwa organisasi tersebut mulai terindikasi racun idealisme yang akan meluluhlantakan militansi kader yang seharusnya menjadi citra dirinya. Hal tersebut merupakan awal, dimana organisasi tersebut dikategorikan sebagai organisasi yang miskin gagasan dan organisasi yang tidak sehat.

Seperti halnya Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), organisasi kemahasiswaan tersebut memiliki kader yang banyak dan tingkat militansinya tinggi, selain itu, loyalitas kader terhadap PMII sebagai karakter organisasi kemahasiswaa terbesar di Indonesia saat ini, merupakan bukti bahwa setiap organisasi bergantung pada dinamisasi dan gerak kader dalam mengukur ketercapaian tujuannya.

Namun, pada perjalanannya, tidak sedikit kader yang diinginkan oleh sebuah organisasi kemahasiswaan mengalami tingkat kejenuhan dalam berkreativitas, entah karena merasa sudah militan atau sedang dilema idealisme dan pragmatisme yang sangat memungkinkan terjadinya pengikisan tingkat militansi dan loyalitas terhadap organisasinya.

Dilema Idealisme

Kader yang seharusnya menjadi tumpuan utama organisasi untuk menggerakkan kreativitas sebagai dinamisasi sebuah organisasi menjadi dilema idealismenya. Beberapa faktor yang menyebabkan dilema tersebut merupakan hal paling dasar, yakni militansi kader yang mulai terkikis pragmatisme sesaat yang tidak memberikan kemanfaatan pada dirinya sebagai mahkluk sosial.

Mentalitas kader ikut berperan penting dalam rangka menumbuh kembangkan kreativitas tadi, artinya, citra diri sebagai kader sudah mulai pudar dengan miskinnya militansi kader terhadap organisasinya.

Disamping itu, loyalitas atau kesetiaan terhadap organisasinya merupakan bagian dari rasa idealisme kader untuk bersama-sama berjuang memajukan organisasinya dalam mencapai tujuan yang dicita-citakan.

Idealisme erat kaitannya dengan komitmet kader dalam memajukan organisasinya, itu artinya, bahwa loyalitas kader dan militansi kader diuji, sejauh mana kader sebagai penggerak organisasi mampu mendinamisasi organisasi menjadi sehat.

Dengan demikian, maka antara kader dengan wadahnya menjadi satu kesatuan yang tak bisa dipisahkan agar dapat mencapai tujuan secara kolektif sesuai dengan yang telah dicita-citakan.

Pragmatisme Kader

Nilai yang akan ditawarkan dalam sebuah organisasi kemahasiswaa selalu memiliki instrumen yang sistematis. Dalam artian sederhana, bahwa kemanfaatan berproses sebagai kader dalam sebuah organisasi tidak hanya untuk pribadi masing-masing kader saja, melainkan terhadap kepentingan bersama yang bersifat umum.

Dengan begitu, sudah menjadi kewajiban kader sebagai pejuang dalam organisasinya melakukan kemanfaatan yang sebesar-besarnya bagi dirinya, lingkungannya serta masyarakat secara umum. Bahwa kader senantiasa selalu menjadi panutan gerak organisasi dalam melakukan aktivitas-aktivitas intelektualnya.

Jika hal seperti demikian sudah jarang dilakukan, kader sudah lebih asik dengan kehidupan dan proses pribadinya, maka kerisauan akan muncul sebagai buah dari rasa keprihatinan yang sedang menimpa kader. Sebab, dalam sebuah organisasi kemahasiswaa, segala aktivitas dalam rangka mencapai sebuah tujuannya adalah mesti dilakukan secara bersama-sama.

Eksklusifitas kader memungkinkan adanya penyempitan arah gerak perjuangan seorang kader dalam sebuah organisasi, jika terjadi secara terus-menerus dan berkelanjutan, perlu segera dilakukan evaluasi secara masif terkait masa depan organisasinya, agar hal-hal yang tidak diinginkan dapat segera teratasi dengan adanya penyelesaian akhir untuk kembali memperjuangkan arti pentingnya mencapai tujuan secara bersama-sama.

Ahmad Fairozi, Suka menulis dan membaca, Kader PMII sejak 2009, sekarang tinggal di Kota Batu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun