Mohon tunggu...
Faiqotul Lathifah
Faiqotul Lathifah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Islam Negari Maulana Malik Ibrahim Malang

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Yuk Kenali Diskalkulia

29 November 2022   22:25 Diperbarui: 29 November 2022   22:54 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap individu akan selalu mengalami perubahan, perubahan yang terjadi merupakan perwujudan atau hasil dari suatu proses belajar. Hasil belajar ini merupakan hasil dari proses perubahan tingkah laku atau aktivitas individu. Belajar bukan hanya sekedar suatu hasil, namun juga merupakan proses dan pengalaman dari aktivitas belajar yang dilakukan. 

Dalam melaksanakan proses pembelajaran siswa tidak hanya mengandalkan atau menggunakan kemampuan fisik saja melainkan juga siswa menggunakan kemampuan mental secara aspek kognitif mereka. Kemampuan mental inilah yang nantinya akan menjadi tolak ukur untuk melihat kesiapan mental mereka siswa untuk melakukan aktivitas belajar. 

Setiap siswa memiliki kemampuan mental yang berbeda- beda dalam menyerap stimulus yang dibutuhkan dalam proses belajar. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya setiap anak memiliki perbedaan operasi yang ada, baik dari sel-sel otak, alat-alat indera bahkan pada bagian-bagian lain dari sistem syaraf dalam otak.

Tiap siswa memiliki gaya dan cara belajar yang berbeda- beda, tidak semua siswa dapat menyerap pelajaran dengan baik, tidak semua siwa dapat memahami pelajaran dengan baik, bahkan mereka biasanya ada beberapa dari siswa merasa tidak dapat menyerap dan memahami pelajaran. Dan sebaliknya adapun siswa yang dapat menyerap dan memahami pelajaran dengan sangat baik. 

Nah, hal ini sangat lumrah terjadi pada saat aktivitas belajar. Nah, dengan adanya perbedaan aktivitas belajar ini maka hal ini menyebabkan timbulnya perbedaan tingkah laku siswa dalam belajar. Siwa yang sulit atau susah melakukan aktivitas belajar ini biasanya mengalami kesulitan belajar.

Kesulitan belajar ini tidak dapat langsung terlihat sejak lahir, namun kesulitan belajar ini biasanya terlihat setelah anak memulai aktivitas belajarnya. Kesulitan belajar ini tidak selalu disebabkan oleh kelainan mental tetapi juga dapat disebabkan oleh faktor lainnya.

Kegiatan belajar mengajar bukan hanya aktivitas memberikan proses kognitif dari pendidik kepada peserta didik melalui kegiatan belajar di kelas. Namun, pada kegiatan belajar mengajar pendidik perlu membimbing peserta didik agar mereka mampu memahami materi khususnya pada pelajaran matematika agar tercapai dalam membimbing proses perkembangan peserta didik. 

Banyak sekali masalah gangguan belajar yang dialami peserta didik yang sering ditemukan di sekolah untuk memahami dan mencapai keberhasilan dalam pelajaran matematika, salah satunya adalah diskalkulia.

Diskalkulia menurut Suharmini dalam bukunya yang berjudul  "Aspek-Aspek Psikologis Anak Diskalkulia" menjelaskan bahwa Diskalkulia merupakan: "ketidakmampuan berhitung yang disebabkan oleh gangguan pada sistem saraf pusat. Sering kali siswa lemah dalam kemampuan persepsi sosial, lemah dalam konsep arah dan waktu, serta gangguan pada memorinya. Siswa mengalami kesulitan dalam membedakan bentuk geometrik, simbol, konsep angka, sulit menghafal penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian secara cepat"

Diskalkulia merupakan suatu kondisi yang mana siswa memiliki ketidakmampuan belajar yang mana salah satu cirinya yakni kesulitan atau kekacauan dalam berhitung. Keterampilan berhitung merupakan salah satu dasar dalam menyelesaikan masalah dalam matematika dan merupakan sarana yang penting untuk menguasai bidang studi lainnya.

Sylvia Farnham-Diggory membagi diskalkulia menjadi 4 tupe yakni:

  • Tipe 1 : Lemah dalam logika
  • Dalam tipe ini siswa tidak mampu dalam menjelaskan suatu bentuk dan ukuran dan juga lemah dalam logika. Kelemahan dibidang logika ini juga ditunjukkan pada waktu siswa menulis 1097 dengan 197 atau kadang menulis 1097 dengan 100097 (sesuai dengan ucapan: seribu sembilan puluh tujuh), tanpa memperhatikan bentuk hubungan yang signifikan.
  • Tipe 2 :  Lemah dalam perencanaan
  • Dalam tipe ini siswa tidak bisa untuk menganalisis atau menganalisa masalah yang sederhana. Sehingga hal ini mempersulit mereka dalam menyelesaikan dan memecahkan suatu masalah.
  • Tipe 3 : tekun dalam tugas
  • Dalam tipe ini siswa siswa selalu menunjukkan keseruisannya dalam menyelesaikan suatu masalah namun apa yang dikerjakannya selalu salah dan tidak pernah benar.
  • Tipe 4 : ketidakmampuan menghitung sederhana
  • Dalam tipe ini siswa mengalami kesulitan dalam menjumlahkan, mengurangkan, mengalikan serta membagi dalam menyelesaikan soal-soal sederhana.

Penyebab Diskalkulia

Diskalkulia biasanya disebabkan oleh faktor genetik, namun diskalkulia juga bisa disebabkan oleh faktor lain. misalnya seperti yang dijelaskan oleh Sudarmadji yang menjelaskan baha ada beberapa penyebab diskalkulia yakni:

  • Lemah dalam prosses pengelihatan visual
  • Siswa yang memiliki kelemahan dalam proses penglihatan akan memiliki peluang besar menderita diskalkulia. Siswa juga berpotensi mengalami masalah dalam mengeja dan juga menulis.
  • Bermasalah mengurutkan informasi
  • Siswa yang memiliki kelemahan dalam mengurutkan dan mengelompokkan informasi secara lengkap pada dasarnya akan mengalami kesulitan dalam mengingat suatu fakta, konsep atau bahkan rumus untuk menyelesaikan perhitungan matematika. Jika masalah ini merupakan penyebabnya, maka siswa akan mengalami hambatan pada aspek bidang lainnya, misal membaca kode-kode dan mengeja, atau bahkan hal apapun yang memerlukan kemampuan pada hal mengingat secara
  • detail.
  • Phobia atau takut pada pelajaran matematika
  • Siswa yang pernah mengalami trauma pada pelajaran matematika akan menghilangkan semangat dan rasa percaya dirinya dalam belajar matematika. Rasa trauma ini bisa disebabkan oleh banyak faktor, misalnya guru yang mengajar matematika itu galak dan suka marah-marah. Hal ini menyebabkan siswa menjadi takut dalam pelajaran matematika sehingga mereka susah dan tidak dapat memahami pelajaran dengan baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun