Latar Belakang
Penyimpangan moral pada anak-anak dapat disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk merosotnya moralitas anak, kaburnya nilai/norma, dan kurangnya pendidikan moral. Banyak remaja dan anak dewasa yang memiliki moral yang kurang baik, seperti perilaku tidak sopan, tata krama yang kurang baik, dan melakukan prilaku menyimpang seperti minum, berjudi, berkelahi, merokok di bawah umur, dan mencuri. Perkembangan moral anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekitar, dan pendidikan moral untuk anak usia dini sangat penting karena moral merupakan hal yang mendasar. Selain itu, upaya pendidikan dan pembentukan moral anak sangat diperlukan, dan pendidikan karakter di sekolah belum sepenuhnya berhasil membangun manusia Indonesia yang berkarakter. Sementara itu, peran serta dari pihak orang tua juga sangat menentukan perkembangan moral dan karakter anak, karena waktu yang lebih banyak dihabiskan bersama orang tua dibandingkan masa belajar formal di sekolah. Pengawasan lingkungan pergaulan anak juga perlu mendapat perhatian guru dan orang tua. Kedua pihak tersebut tentunya harus mengawasi, menjaga, melindungi serta mengarahkan anak agar terhindar dari pengaruh buruk baik dari dalam maupun dari luar diri anak-anak, karena hal tersebut merupakan tanggung jawab bersama yang harus ditekankan sejak masa usia dini anak-anak dengan perkembangan moral yang berbeda-beda tingkatannya.
Temuan
M berumur 12 tahun, seorang anak perempuan dari 3 bersaudara. Ibunya bekerja sebagai penjual Mie Ayam dan Ayahnya bekerja di rumah dengan membuka servis sound alat elektronik. A memiliki jadwal harian seperti anak-anak pada umumnya, ia sekolah mulai pukul 7 pagi sampai pukul 1 siang kurang lebih. Setelahnya ia beristirahat dan bersiap mengaji ketika waktu sore tiba. Malam sehabis isya' ia belajar di tempat les di sebelah rumahnya bersama seorang teman. Ia les karena keinginan sndiri dan kebetulan diajak oleh pengajar les yang merupakan tetangganya itu. Sehari-hari ia membantu pekerjaan rumah seperti menyapu dan mengepel. Kadang-kadang A juga ikut membantu mencuci piring kalau disuruh ibunya. A bercerita ia biasanya tidak akan belajar lagi di rumah kalau ia sudah belajar di tempat les. Sebaliknya, ketika ia tidak masuk les, ia akan belajar di rumah. Di rumah, A belajar secara mandiri, dengan bantuan gawai dan akses google, karena ibu dan ayahnya sibuk bekerja sedangkan kedua kakaknya tidak di rumah karena satu kakaknya bekerja dan kakaknya yang lain tinggal di sebuah pondok pesantren. A juga mengeluhkan kebingungannya ketika belajar, ia bingung ketika belajar harus bertanya kepada siapa, karena jawaban di google tidak selalu ada dan sesuai. Setiap sore, A mengaji, meski kadang-kadang merasa malas karena sudah tertinggal jauh dengan teman-temannya. Meski begitu, A tetap mengaji dan les seperti biasa dan dengan intensitas yang kadang rajin kadang tidak terlalu rajin.
Teori Perkembangan Moral
Lickona menjelaskan peran keluarga dalam pembelajaran moral adalah sebagai guru pertama dan bersifat utama bagi anak-anak sebelum masuk ke jenjang formal. Lebih lanjut, Lickona menjelaskan bahwa tantangan moral zaman sekarang adalah mengenai cara menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban serta membesarkan anak-anak agar memiliki sikap tanggung jawab besar terhadap hak dan kewajiban.
Adapun menurut Kohlberg, ada beberapa tahapan perkembangan moral bagi seseorang, tahapan perkembangan moral ini bersifat irreversible (tahapan yang telah dicapai dan dilewati tidak dapat kembali ke tahapan sebelumnya). Tahapan perkembangan moral anak diantaranya yaitu:
- Tahap Pra Konvensional
Pada tahap ini, anak mampu untuk patuh pada aturan,norma, budaya serta terhadap penilaian baik dan buruk sesuatu. Â
Tahap 1) Moralitas Heteronomous. Pada tahap ini, seseorang cenderung menjaga diri agar tidak mendapat hukuman dam berusaha patuh agar dinilai baik.
Tahap 2) Orientasi Instrumentalistis atau moralitas individu dan timbal balik. Pada tahap ini anak berbuat baik untuk kebutuhannya sendiri dengan menggunakan orang lain atau melakukan perbuatan berdasarkan perbuatan orang lain kepadanya.
- Tahap Konvensional
Anak sudah menyadari bahwa dirinya merupakan bagian dari kelompok tertentu, seperti keluarga, masyrakat dan negaranya.
Tahap 3) Orientasi kerukuran, dimana dalam tahap ini anak mulai menghargai kepercayaan, perhatian dan kesetiaan kepada orang lain sebagai dasar penilaian moral.
Tahap 4) Orientasi ketertiban masyarakat atau moralitas pada sistem sosial. Dalam tahap ini, terdapat penilaian moral yang berdasarkan pada pemahaman tentang keteraturan masyarakat, hukum, keadilan dan kewajiban.
- Tahap Autonom (Pasca-Konvensional)
Tahap 5) Orientasi kontrak sosial serta hak individu. Individu mampu mengidentifikasi nilai, hak dan prinsip sebagai sesuatu yang lebih utama dibandingkan hukum.
Tahap 6) Orientasi prinsip etis universal. Individu mampu mengembangkan standar moral atas hak asasi manusia, dimana ia mampu berpikir bahwa hati nurani harus diikuti meski membawa resiko.
Analisis
Ada beberapa hal yang dapat dianalisis dari teks yang diberikan:
- Perkembangan Moral Anak: Teks tersebut mengatakan bahwa M (12 tahun) berada pada tahap perkembangan moral pra-konvensional dan konvensional. Hal ini sesuai dengan teori Kohlburg bahwa anak pada usia tersebut berada pada tahap dimana mereka mulai memahami aturan, norma, dan penilaian terhadap hal baik dan buruk.
- Peran Keluarga dalam Pembelajaran Moral Menurut Lickona, peran keluarga sangat penting dalam mendidik moral anak. Orang tua bertanggung jawab mendidik anak tentang hak dan kewajiban baik di rumah, di sekolah, maupun di masyarakat.
- Pendidikan Moral dan Karakter Anak: Teks ini juga menyoroti pentingnya pendidikan moral bagi anak usia dini karena moral merupakan hal yang mendasar. Selain itu, pendidikan karakter di sekolah belum sepenuhnya berhasil membentuk manusia Indonesia yang berkarakter. Oleh karena itu, peran orang tua sangat mempengaruhi perkembangan moral dan karakter anak.
Berdasarkan analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa perkembangan moral anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekitar, pendidikan moral dan karakter pada anak sangat penting, dan peran orang tua sangat penting dalam pembentukan moral dan karakter anak.
Kesimpulan
Berdasarkan temuan dan teori tersebut, orang tua memegang peranan penting dalam pembelajaran moral anak serta bagaimana orang tua dapat menjadi salah satu pencegah bagi kemerosotan moral anak, misalnya dengan mengajarkan konsep hak dan kewajiban anak baik di lingkungan rumah, di sekolah, maupun dalam lingkungan masyarakat. Sehingga, dengan memupuk konsep tersebut sejak dini bersamaan dengan penerapan kebiasaan yang baik, diharapkan dapat membentuk moral baik anak-anak hingga pertumbuhannya menuju usia perkembangan selanjutnya.
Berdasarkan tahap perkembangannya, M (12 tahun) berada pada tahap pra konvensional dan tahap konvensional. Dibuktikan dengan tindakannya yang secara sadar membantu pekerjaan rumah dengan menyapu dan mengepel. A mungkin memikirkan ibu dan ayahnya yang sudah sibuk bekerja, sehingga ia perlu sedikit membantu. A juga secara mandiri bersiap dan berangkat les serta mengaji. Meski terkadang ia juga malas. A memahami ia merupakan seorang anak dari orang tua yang sibuk, dan tidak ada yang menemaninya belajar sehingga ia harus pergi les atau tetap belajar sendiri di rumah.
Penulis:
Kelompok 6 PGMI G ( SOSHUM ) UIN MALANG
1. Rizkiati Amalia
2. Achmad Muafi
3. Faiqotul HimmahÂ
Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Praktikum Moral Pancasila
Semoga bermanfaat :)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI