"Lha ancen jenengmu Solekah, ngunu."
Ingin sekali aku menjitak kepalanya. Dia memang ceplas ceplos saat bicara. Tapi kadang juga tidak salah.
"Wes gak usah kesuwen. Ono berita opo?"
"Enek santri anyar. Asale Soko Lombok."
Suaranya semakin lirih. Entah dia dapat info dari mana. Padahal kami selalu bersama. Namun Yasmin selalu nomor satu soal seperti itu. Entah aku yang memang tidak terlalu kepo, atau memang aku yang kurang apdet.
"Seng tenanan ta olehmu omong. Sidone enek santri anyar ta Kate tuku Lombok?"
"Aduh, Sol, Solekah. Ayu-ayu kok lemot. Santri baru itu tinggal di Lombok. Ora aku kate tuku lombok. Ealah mboh, aku tak balik Nang kamar. Ngantuk."
Yasmin menghabiskan jus wortelnya seketika. Kemudian membawa plastik berisi gorengan yang masih sisa setengah itu dan meninggalkanku seorang diri.
Aku dan Yasmin saling kenal sejak menjadi santri baru. Kami sudah seperti kakak beradik. Meski beda kamar, tapi kami selalu bersama saat sudah di luar kamar. Kebetulan kamar Yasmin bersebelahan dengan kamarku.
Sepeninggal Yasmin, aku segera menghabiskan bakso yang sudah habis baksonya, tinggal kuahnya. Kemudian bergegas kembali ke kamar untuk persiapan berlayar ke alam mimpi.
Tiba di depan kamar, aku mendapati suasana yang lain dari biasanya. Sepertinya pasar senggol pindah tempat mulai malam ini.