Mohon tunggu...
Muhammad Faiq Haqqoni
Muhammad Faiq Haqqoni Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pencari Ilmu sepanjang ruh masih di badan

Tafakur, Tadabbur, Tasyakur

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sains dan Takhayul dalam Peradaban Islam

21 Maret 2022   12:28 Diperbarui: 21 Maret 2022   12:37 711
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Islam adalah agama besar yang lahir di tengah peradaban dunia. tidak tersentuh kabut dongeng, mitos, khayalan, menguji akan kemurniaan dan kebenaran ajaran islam yang bisa kita telaah bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi modern lahir dari rahim islam. Bahkan seorang David Landes ahli sejarah di Harvard University mengatakan islam merupakan guru dan peradaban bagi eropa, karna islam merupakan peradaban yang paling terbuka dan kosmopolitan.

Karna islam mengajarkan pelbagai ilmu normatif, yang memotivasi seorang muslim agar terus belajar, berpikir, dan membaca. Maka munculah ilmuwan-ilmuwan otoritatif pada disiplin ilmu. 

Sebut saja Abbas ibn Firnas yang menjadi inisiator pesawat terbang pertama di dunia jauh sebelum wright bersaudara. Ia menciptakaan pesawat terbang untuk membuktikan bahwa bumi ini bulat ataukah datar, maka islam memotivasi setiap yang beriman untuk membuktikannya sendiri dengan ilmu pengetahuan karna dorongan pada firman pertama "iqra bismi rabbika lazi khalaq", menandakan bahwa membaca merupakan kunci dari hadirnya sebuah peradaban besar. Tradisi intelektual inilah yang dibangun islam ditengah kerusakan moral peradaban kala itu yang tertutup dari hal mitos dan takhayul.

Namun sampai saat ini tradisi mempercayai mitos dan takhayul masih bertumbuh subur ditengah-tengah kejayaan intelektualitas yang kian meningkat, era teknologi menjadi raja ini, namun kemerosotan pola berfikir semakin masif bahkan terkesan dipelihara dan dijadikan rujukan oleh mereka yang berfikir saintis sekalipun. Fenomena pawang hujan atau dukun menjadi sebuah tanda besar akan masih banyak manusia yang melakukan kemusyrikan.

Ketika seluruh mata dunia tertuju kepada perhelatan besar, kemudian para ilmuwan dan santis dipertontonkan ritual-ritul klenik yang dibungkus dengan sajian yang menarik, merupakan suatu aib bagi bangsa yang memiliki jumlah muslim terbesar di dunia. bangsa yang menjadi harapan akan kembalinya kejayaan dan peradaban islam.

Tidak bisa dipungkiri nyatanya indonesia masih banyak yang percaya akan hal-hal semacam ini, hal sangat nyata yang saya (-penulis-) alami ketika berada pada suatu wahana permainan terbesar di jakarta, pengelolanya mengatakan bahwa mereka pun menggunakan jasa pawang hujan atau dukun disaat libur-libur besar agar banyak pengunjung yang hadir, hal senada juga dikatakan pengelola wahana bermain di daerah jawa barat kepada saya (-penulis-). 

Bahkan seorang senior di stasiun meteorologi yang notabenya percaya akan kecanggihan sains dan teknologi harus bertekuk lutut tatkala pawang hujang menjadi penyelamat cuaca di hari pernikahan anaknya.

Di jepang ada klenik serupa bernama teru teru bozu, namun itu sudah ditinggalkan dan diganti dengan teknologi super canggih. Bila kita melihat konteks klenik ini maka pantas rasanya bila orang-orang barat lebih terhormat dalam berfikir menggunakan segenap kemampuan akalnya secara ilmiah. walaupun mereka menuhankan akal lebih dari segalanya bahkan bila suatu hal tidak bisa dibuktikan secara ilmiah maka mereka akan menolak suatu kepastian tersebut contohnya peristiwa isra mi'raj.

Sebenarnya merekayasa sebuah cuaca sudah bisa diatasi dengan kemajuan ilmu sains pada era ini, dimana proses weather modification technology (wmt) merupakan upaya untuk mengubah tingkat curah hujan yang turun secara alami dengan mengubah proses secara fisika di dalam awan. Tidak heran bila negara-negara barat mengeluarkan jutaan dollar untuk proses modifikasi cuaca pada daerah tertentu.

Maka ilmu bukan hanya sekedar bagaimana kita bertingkah laku semata, melainkan sebuah disiplin akal, jiwa, dan jasad. Karna pada akhirnya jasad yang akan menjalankan sebuah prilaku sesuai dengan syariat atau tidak. 

Sebab jasad tidak bisa memilih mau atau tidak mau, yang mengatakan mau atau tidaknya itu berada pada jiwa. Dan jiwa dalam mengambil sebuah keputusan baik atau tidak baik itu tergantung dari pengetahuan yang dimiliki oleh akal dari proses sebuah berfikir yang komprehensif.

Alquran tidak pernah menyebutkan kalimat akal semata, melainkan menyebutnya dengan sebuah bentuk kata kerja atau mengerjakan otak untuk mau berfikir dalam rangka memahami kemahakuasaan Alloh. Ada 49 kalimat akal didalam alquran yang mengharuskan kita menggunakan akal, yakni 24 kali kalimat Afala Ta'qilun (kenapa kalian tidak menggunakan akal), 22 kali kalimat Afala Ya'qilun (kenapa mereka tidak berfikir), dan 3 kali kalimat Afala Tatafakkarun (apakah kamu tidak berfikir).

Maka sungguh miris membuat sirkuit kelas dunia dengan triliunan rupiah, desain dan pengerjaan menggunakan engineer, membuat standar prosedur dengan seleksi K3, namun mengatasi hujan dengan dukun.

Karna islam mengajarkan melalui alquran bagaimana membuat akal yang cerdas, kemudian jiwa yang bersih, dan jasad yang kuat tertanam pada diri manusia dengan kurikulum muwashofat tarbiyah.

Wallohu A'lam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun