Penularan TBC terjadi melalui penderita yang mengeluarkan bercak renik atau droplet, yang mengandung banyak bakteri TBC dan terhirup oleh orang yang sehat. Droplet paling banyak dikeluarkan saat batuk, bersin dan berbicara keras.
Saat berada di tempat umum, penderita dapat menerapkan etika batuk. Penderita harus memakai masker atau menutup mulut saat batuk dengan tisu dan dibuang setelah dipakai, kemudian cuci tangan, atau kalau tidak ada tisu dapat menggunakan lengan baju atas untuk menutup mulut saat batuk.
(Gambar etika batuk dalam pedoman)
Cara lain yang dapat dilakukan adalah dengan memanipulasi aliran udara agar tidak secara langsung terpapar pada kontak erat di sekitar. Memanipulasi aliran udara dapat dibantu secara mekanik dengan exhaust fan, standing fan, membuka jendela agar udara segar masuk dan keluar melalui jendela yang berhadapan. Diyakini bila aliran udara dalam ruangan dapat terus mengalir selama 1 jam berganti 12 kali (ACH: air change per hour), maka penularan dapat dicegah. Mengenakan masker dan berkumpul hanya di ruang yang berventilasi baik, merupakan cara penting untuk mengurangi penularan TBC.
Khusus bagi petugas kesehatan diharuskan menggunakan masker bedah atau masker N95 saat melayani pasien TBC atau batuk.
Apakah tata laksana pencegahan masih relevan?
Belakangan ini ada informasi dari The New York Time bahwa tim peneliti Afrika Selatan menemukan sebanyak 90 persen bakteri TBC yang dilepaskan dari orang yang terinfeksi dapat terbawa dalam tetesan kecil yang disebut aerosol yang dikeluarkan ketika seseorang menghembuskan napas dalam-dalam. Temuan itu dipresentasikan pada saat konferensi ilmiah yang diadakan daring.
Temuan ini menunjukkan bahwa, pernapasan pada penderita TBC menjadi faktor yang cukup besar sebagai penyebab penyebaran tuberkulosis daripada batuk itu sendiri. Hal ini telah mengakhiri dogma medis yang selama berabad-abad diyakini, bahwa batuk sebagai cara penyebaran yang utama pada TBC.Â
Ryan Dinkele, seorang mahasiswa pascasarjana di Universitas Cape Town di Afrika Selatan yang mempresentasikan temuannya tersebut mengemukakan apabila orang yang terinfeksi TBC bernapas 22.000 kali per hari dan batuk 500 kali, maka batuknya hanya berkontribusi 7 persen dari total bakteri yang dikeluarkan oleh orang tersebut. 90 persen bakteri TBC dapat dibawa dalam aerosol kecil yang dilepaskan ketika orang yang terinfeksi menghembuskan napas dalam-dalam.
Temuan baru ini tidak mengubah pemahaman bahwa batuk dapat menyebarkan lebih banyak kuman Mycobacterium tuberculosis yang menyebabkan infeksi TBC ke udara daripada satu napas.Di dalam transportasi masal ber-AC seperti bus, kereta yang penuh sesak, bioskop, di mana orang-orang duduk di ruang tertutup selama berjam-jam, maka hanya bernapas saja akan berkontribusi lebih banyak aerosol menular daripada batuk, kata Dinkele.