Pendahuluan
Tanggal 24 Maret setiap tahunnya diperingati sebagai Hari TBC Sedunia. Saat itu Dr. Robert Koch mengumumkan penemuan kuman TBC (Mycobacterium tuberculosis) pada tahun 1882. Bagi Indonesia, TB dapat diistilahkan penyakit zaman now lebih dikenal dengan sebutan TBC, karena masih merupakan masalah kesehatan. Laporan dari World Health Organization menunjukkan bahwa Indonesia berada pada peringkat kedua dunia dengan jumlah penderita TBC terbanyak setelah India.
Pelbagai upaya telah dilaksanakan dalam pengendalian TBC, namun hasilnya belum memuaskan, kini masalah baru muncul dengan meningkatnya kasus TBC resistan terhadap obat (TB RO), yang membutuhkan waktu pengobatan lebih lama, biaya obat lebih mahal dan risiko kematian lebih besar.
Mobilisasi masyarakat
Pada Hari TB Sedunia, Kementerian Kesehatan mengajak masyarakat luas turut memperingatinya, dengan pesan agar masyarakat memiliki kepedulian terhadap masalah TBC. Peringatan hari TB Sedunia 6 tahun yang lalu (tepatnya diselenggarakan 1 April 2012), telah berhasil memobilisasi masyarakat untuk turut serta berperan.
Diperkirakan sekitar 8.000 anggota masyarakat yang berasal dari pelbagai organisasi kemasyarakatan turut berpartisipasi. Kemeriahan acara terlihat pada foto di atas. Masyarakat sangat antusias mengikutinya. Peserta dengan mengenakan kaos bertuliskan TB day, bersepeda santai, gerak jalan dengan membawa secara bersama sama banner bertuliskan "Hari TB Sedunia" dan "TB bukan batuk biasa" dibawa mengelilingi jalan utama (Thamrin) sebagai pusat kota Jakarta.
Banyaknya masyarakat yang terlibat menunjukkan keberhasilan panitia memobilisasi massa, juga merupakan bukti bahwa masyarakat Indonesia sudah mulai peduli (concern) demi kebaikan sesama. Gaung Hari TB Sedunia hanya menggema seantero Indonesia sesaat setelah perayaan seterusnya menghilang, seharusnya momen tersebut dapat dimanfaatkan untuk ditindaklanjuti semaksimal mungkin.
Seharusnya bisa diambil sebagai contoh yang berhasil memobilisasi masyarakat pada era Orde Baru dalam menyosialisasi program KB (Keluarga Berencana). Kepala Badan Koordinasi keluarga Berencana Nasional (BKKBN) saat itu melakukan Safari KB, Safari dilaksanakan secara intens, didahului dengan promosi besar besaran, sehingga program KB dapat tercapai.Â
Keberhasilan bukan hanya terletak pada mobilisasi saja, tetapi lebih pada bagaimana menjaga momentum yang ada, sehingga mengingatkan masyarakat temtamg program penanggulangan TBC (promotif, preventif, dan kuratif). Uraian di bawah merupakan pesan yang harus disampaikan kepada masyarakat.
Penjelasan dengan benar tentang penyakit TBC, yaitu cara penularan, pengobatan, risiko, dan cara pencegahannya. Penyakit TBC dikenal bila seseorang batuk darah, orangnya kurus, atau melalui diagnosa yang disampaikan oleh dokter yaitu ada fleks, infeksi atau cairan di paru. Penyakit TBC masih merupakan stigma, padahal TBC dapat dicegah dan disembuhkan (TB can be prevented and cured).Â
Memasyarakatkan etika batuk
TBC merupakan penyakit yang ditularkan melalui udara (airborne transmitted disease) dari seseorang penderita TBC saat batuk, bersin atau bicara dengan keras. TBC dapat dicegah oleh masyarakat, dengan menerapkan etika batuk secara sungguh sungguh.Â
Kenyataan menunjukkan penerapan etika batuk belum populer di masyarakat maupun dikalangan kesehatan itu sendiri, yang terlihat adalah masyarakat perkotaan menggunakan masker untuk menghindari tertular penyakit atau debu jalanan, bukan menggunakan masker karena menderita batuk untuk mencegah penularan pada orang lain.
Etika batuk mengharuskan penderita batuk menggunakan masker, tisu, atau baju lengan atas untuk menutup mulut ketika batuk, dengan maksud agar percikan bercak renik (bila mengandung kuman TBC), yang keluar jumlahnya menjadi sedikit, tidak menyemprot ke mana-mana yang dapat terhirup oleh orang sekeliling yang ada di radius 1.5 meter. Kalaupun ada sebagian kecil terhirup, tidak signifikan menyebabkan penyakit TBC.
Keberadaa poster penting untuk edukasi kepada masyarakat dan bila masyarakat mau berpartisipasi seharusnya dipermudah untuk memperoleh masker.
Menyiasati aliran udara
Negara kita terletak di daerah tropis dengan 2 musim. Adanya sinar matahari dan aliran udara sepanjang hari dapat dimanfaatkan untuk mengencerkan bercak renik batuk, agar menjadi lebih kecil, sehingga bila terhirup tidak menyebabkan seseorang menjadi sakit (Natural Ventilation for Infection Control).
Rumah tinggal, tempat kerja, sekolah, tempat berkumpul, dan fasilitas pelayanan kesehatan harus memperhatikan ada tidaknya kecukupan aliran udara. Aliran udara dapat dirasakan oleh permukaan kulit, sedangkan arahnya dapat diketahui dengan menggunakan asap dari obat nyamuk atau rokok.Â
Rumah yang baik adalah rumah yang memiliki aliran udara silang (cross ventilation). Terciptanya aliran udara dimungkinkan bila jendela berada dalam posisi terbuka. Pemilihan tipe jendela akan menentukan kecukupan aliran udara, pilihlah Jendela yang baik dapat membuka 100 prosen seperti jendela tipe nako, atau jendela swing (layaknya pintu), jendela jungkit tidak dapat membuka lebar dan akan mudah tertutup bila ada angin kencang. Tipe Jendela sorong cukup baik, namun hanya dapat membuka maksimal 50 prosen.
Bila aliran udara terasa kurang atau tidak ada, dapat diupayakan menggunakan ventilasi mekanik (mechanical ventilation), dengan kipas angin berdiri atau exhaust fan (ceiling fan tidak dianjurkan).
Masyarakat juga dapat diajak menjadi kader memberikan penyuluhan, mengajak keluarga, tetangga, teman bila menderita batuk yang lama, agar cepat berobat ke fasilitas pelayanan kesehatan yang tepat, selain itu masyarakat juga dapat diajak menjadi pendamping minum obat (PMO) pasien TBC.
TBC ada di sekitar kita, setiap orang harus peduli dengan TBC. Pola pikir penanggulangan lebih ke hulu dengan meningkatkan promosi dan pencegahan perlu terus diupayakan. Caranya dengan membuat masyarakat mengetahui dengan benar tentang apa itu TBC, tanda-tanda menderita TBC, bagaimana terjadinya penularan, dan cara pencegahan.Â
Masyarakat juga perlu diyakini bahwa TBC dapat dicegah maupun diobati sampai sembuh. Penerapan etika batuk, memasyarakatkan penggunaan masker, membuat rumah sehat dengan ventilasi dan cahaya yang cukup. Hal-hal konkret dan mudah diterapkan seperti ini, yang perlu terus dipromosiklan atau disosialisasikan pada saat perayaan Hari TBC Sedunia, sehingga biaya mobilisasi masa yang cukup besar memperoleh manfaat yang optimal.
Saat saya menulis artikel ini, ada informasi tentang 305 juta kartu SIM prabayar telepon genggam yang sudah terdaftar, saya pikir kalau saja kita dapat memanfaatkannya media sosial sebagai tempat memasyarakatkan promosi dan pencegahan, maka dampaknya akan sangat besar, jangkauan sangat luas lebih murah, mudah, dan efektif. Cara berpikir inovasi seperti ini dapat dilakukan untuk menjawab apa yang dapat dilakukan pasca perayaan Hari TBC Sedunia.
Semoga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H