Kata "Hoaks" beberapa tahun belakangan ini menjadi sangat familiar di telinga masyarakat kita. Kakek-kakek dan nenek-nenek pun yang tidak bisa menggunakan telepon genggam paham akan kalimat ini. Di era media sosial yang sudah tidak bisa dibendung lagi arusnya, sebagai generasi yang hidup di era milenial ini, informasi apapun yang datang dari media sosial di telepon genggam kita, hendaknya kita filter dengan saringan yang sangat tebal dan kuat. Hal ini dilakukan agar kita tidak menjadi korban berita hoaks yang berseliweran di dunia maya.
Ibarat penyakit, berita hoaks sudah seperti virus mematikan bagi tubuh seseorang. Orang yang sudah terkena virus hoaks dan meyakini bahwa hoaks itu adalah sebuah kebenaran, dia sudah terkena virus informasi yang salah kaprah dan berbahaya bagi pikirannya. Dan ini menjadi sangat bahaya dan sudah tidak lagi sehat bagi otaknya dalam menerima informasi yang baik dan benar.
Hoaks adalah racun, dan penawar racun bagi berita hoaks adalah selalu membentengi hati dengan ketakwaan, membersihkan jiwa dari sifat-sifat keburukan manusia, tidak mudah terhasut, dan selalu membaca informasi atau ilmu yang benar dari berbagai sumber primer yang kredibel.
Menumbangkan hoaks, tidak cukup hanya dilakukan perorangan saja. Tapi harus bahu membahu, saling bekerja sama antar elemen masyarakat guna tumbangnya berita hoaks. Karena berita hoaks sendiri diciptakan dengan terorganisir oleh orang-orang yang menginginkan adanya satu pengalihan berita yang menurutnya tidak disukai atau tidak sesuai dengan yang diinginkannya.
Dalam hal ini, pemerintah melalui Kementerian Agama punya peran dan andil sangat besar dalam membendung dan menumbangkan berita-berita hoaks agar tercipta suasana ketenangan dan kenyamanan di dalam masyarakat, tidak ada pihak yang dirugikan dengan adanya berita-berita hoaks tersebut.
Ada beberapa program yang bisa dilakukan untuk menumbangkan berita-berita hoaks di media sosial, di antaranya:
MEDIA SOSIAL MENGAJI
Media sosial menjadi sebuah market yang bisa menjadi daya tawar tersendiri bagi peminatnya. Dengan arus media sosial yang semakin semarak ini, kita bisa gunakan sebagai gerakan mengaji bersama di media sosial. Mengajak berbagai elemen organisasi masyarakat baik NU, Muhammadiyah ataupun ormas lainnya untuk menghidupkan media sosial dengan konten-konten mengaji. Mengaji tidak hanya dalam bentuk ceramah, tetapi juga bisa kajian-kajian yang bersifat menghidupkan ilmu-ilmu agama yang diadopsi dari materi-materi yang diajarkan di pesantren.
Mengajak seluruh elemen masyarakat untuk selalu menyebarkan berita yang baik dan benar. Kuasai dan penuhi berita di media sosial dengan berita yang jauh dari kata hoaks. Dengan banyaknya ilmu-ilmu dan informasi-informasi yang bermanfaat juga sekaligus benar adanya, hal ini akan menenggelamkan berita-berita hoaks agar tak bisa lagi dibaca dan dilacak keberadaannya. Agar ketika kita ingin mencari suatu informasi di mesin pencarian yang muncul bukan informasi hoaks, akan tetapi informasi yang benar.
INSTANSI MENGAJI
Ide ini bisa menjadi terobosan bagi para pegawai untuk membentengi dirinya agar tidak terjebak dari informasi hoaks. Mengadakan selalu pengajian rutin di instansi-instansi seminggu sekali, mengkaji kembali ilmu-ilmu agama agar para pegawai tidak kering jiwa dan ruhaninya. Kalau ruhnya selalu diisi dengan ilmu-ilmu agama, hatinya akan tergerak selalu mengedepankan hal-hal yang baik. Jika hati sudah terbentengi dengan agama, tidak akan mudah terhasut oleh informasi hoaks.
PESANTREN MENGAJI
Indonesia memiliki lembaga pendidikan pesantren yang indegenous milik masyarakat. Pengaruh lembaga pendidikan pesantren di masyarakat mengakar dengan sangat kuat, khususnya di daerah pedesaan. Dengan mencuatnya media sosial yang begitu masif, bisa menjadi problem tersendiri jika masyarakat secara luas mendapatkan informasi atau ilmu-ilmu yang tidak bisa dipertanggung jawabkan dari media sosial.
Oleh karena itu, pesantren perlu didorong untuk tampil dan memberikan pengajian-pengajiannya di-live streaming-kan atau dibuat video yang menarik. Dengan begitu pesantren dapat menyebarkan ilmu-ilmu agama yang menjadi kurikulumnya. Dengan memvisualisasikan pengajian di pesantren dalam bentuk video, berarti pesantren ikut andil dalam menyebarkan ajaran Islam yang bisa memberikan rahmat bagi semua golongan di media sosial.
Menangkal berita-berita yang tidak benar yang datang dari media yang tidak bisa dipertanggung jawabkan isinya. Ini sangat penting untuk dilakukan agar media sosial tidak didominasi oleh mereka yang memiliki pemahaman agama yang salah juga tidak didominasi oleh mereka para pembuat berita hoaks.
MADRASAH MENGAJI
Dewasa ini, dengan murah meriahnya harga telepon seluler, semua anak sekolah hampir semuanya memiliki telepon genggam. Anak-anak sekolah bisa menjadi korban "keganasan" berita hoaks yang datang dari media sosial, ataupun bisa menjadi korban dari konten-konten negatif yang didistribusikan oleh dunia maya.
Oleh karena itu madrasah atau sekolah juga punya peran besar dalam mengarahkan, mendidik dan mengajarkan peserta didiknya agar bisa bijak dalam bermedia sosial. Selain materi-materi di sekolah yang diberikan kepada peserta didik, mereka juga butuh diberikan satu pertemuan khusus untuk diberikan pembinaan ruh dengan mengaji. Mengaji itu bisa menjadi wirid-an para pelajar agar bisa menata hatinya, dan juga tidak mudah percaya dengan adanya berita-berita yang datang dari media sosial.
MAGRIB MENGAJI
Keluarga punya peran strategis dalam mengarahkan dan membimbing anak-anaknya. Selain di Sekolah, keluarga menjadi agent of change yang paling utama bagi seorang anak. Magrib mengaji bisa menjadi solusi menanamkan nilai-nilai agama kepada anak-anaknya. Selain itu bisa menjadi perekat hubungan emosional antara orang tua dan anak agar lebih kuat batinnya.
Dengan gerakan magrib mengaji ini, bisa menjadi modal utama keluarga untuk mengajarkan dan menanamkan agar kepada anak-anak untuk selalu berhati-hati dan teliti dalam menerima informasi yang datang dari media sosial. Media sosial itu ibarat hutan rimba, jika tidak memiliki pondasi agama yang kuat dan wawasan ilmu pengetahuan yang luas, kemungkinan bisa terjebak dalam "hutan" berita hoaks.
Mudah-mudahan dengan upaya program-program tersebut bisa menjadi motor penggerak dalam menangkal masifnya informasi hoaks yang bertebaran di media sosial. Teruslah mengisi media sosial dengan selalu memberikan informasi-informasi yang benar, akurat, kredibel, dan juga bisa dipertanggungjawabkan. Kalau dunia maya banyak diisi dengan konten yang positif dan juga berita-berita yang benar, konten-konten negatif dan berita hoaks akan tenggelam dan hanyut. Kalau masih belum tenggelam, serahkan sama Ibu Susi Pudjiastuti, biar ditenggelamkan!
Depok, 19 Juli 2018
MIM
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H