Mohon tunggu...
Failasufa Afifa Hanum
Failasufa Afifa Hanum Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Jurusan Hubungan Internasional di Universitas Airlangga

?

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menghadapi Realitas Kelam: Panggilan untuk Mengatasi Penggunaan Kekerasan oleh Aparat Keamanan di Indonesia

4 Juni 2024   22:01 Diperbarui: 4 Juni 2024   22:12 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dalam dinamika keamanan dan penegakan hukum di Indonesia, sering kali kita dihadapkan pada kenyataan yang menghantui, yaitu penggunaan kekerasan oleh aparat keamanan. Mulai dari kasus penangkapan yang sewenang-wenang hingga penanganan demonstrasi yang berujung pada kekerasan, keselamatan dan hak asasi manusia sering kali menjadi korban oleh aparat yang seharusnya menjadi penjaga kedamaian.

Pada tahun 2022-2023, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mencatat 750 kasus kekerasan oleh aparat Kepolisian dalam berbagai bentuk tindak kekerasan yaitu, 507 penembakan, 81 penganiayaan, 42 penyiksaan, 63 penangkapan sewenang-wenang, 50 pembubaran paksa, 13 gas air mata pada massa aksi, 5 water cannon, 33 intimidasi, 17 kekerasan seksual, 5 tindakan tidak manusiawi, dan 32 salah tangkap. Dalam 750 kasus tersebut terdapat 2.304 korban, 80 di antaranya tewas, 1.003 terluka, 1.155 ditangkap, dan 60 lainnya mengalami teror atau intimidasi oleh aparat Kepolisian. Tindak kekerasan oleh Kepolisian ini dilakukan oleh berbagai tingkatan Kepolisian mulai dari Kepolisian Daerah (Polda), Kepolisian Resor (Polres), dan Kepolisian Sektor (Polsek), dengan jumlah kekerasan terbanyak dilakukan oleh Polres sebanyak 529 kasus, lalu Polsek sebanyak 130 kasus, dan Polda sebanyak 96 kasus.

Menurut pasal 13 dalam UU No. 2 Tahun 2002, tugas pokok Kepolisian Republik Indonesia adalah memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Namun, jumlah kasus kekerasan oleh aparat Kepolisian selama periode tahun 2022-2023 yang cukup tinggi ini justru mencerminkan masalah serius dalam penegakan hukum dan perlindungan hak asasi manusia di Indonesia.

Adanya kekerasan oleh aparat Kepolisian ini telah melanggar hak-hak asasi manusia menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Beberapa hak asasi yang dilanggar adalah hak untuk hidup, bebas dari penyiksaan, serta kebebasan dari penangkapan sewenang-wenang, hal ini tidak dapat dihiraukan begitu saja. Perlu adanya pengawasan internal maupun eksternal terhadap Polri dan menjadikan HAM sebagai bahan pengajaran selama aparat Kepolisian menjalani pendidikan atau mengadakan pelatihan tentang HAM agar hal ini tidak terjadi lagi di kemudian hari. Selain itu, diperlukan mekanisme yang lebih kuat untuk melaporkan dan menyelidiki dugaan pelanggaran, serta hukuman yang tegas bagi pelaku kekerasan.

Sementara itu, pada tinjauan yuridis, tindakan represif aparat tersebut jelas melanggar ketentuan hukum yang berlaku. Terkait penanganan demonstrasi misalnya, Peraturan Kepolisian No. 7 Tahun 2012 BAB V pasal 22 tentang Penanganan Perkara ayat 2 menyebutkan bahwa penindakan pelanggaran pendapat di muka umum dilakukan dengan metode paling lunak sampai paling tegas, sesuai dengan situasi dan kondisi di lapangan. Ketika pelanggar tertangkap, pihak Kepolisian pun tetap harus memperlakukan tersangka dengan manusiawi, tanpa kekerasan dan/atau pelecehan seksual sesuai pasal 27 ayat 1. Dalam kaitannya dengan HAM, Peraturan Kepolisian Republik Indonesia No. 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia disebutkan bahwa Polisi Republik Indonesia (POLRI) dilarang melakukan kekerasan dengan dalih untuk penertiban umum atau kerusuhan, POLRI juga dilarang melakukan kekerasan pada tersangka yang ditangkap atau menyerahkan diri. Ini berarti pada setiap penyelenggaraan tugasnya, POLRI tidak seharusnya menggunakan kekerasan untuk perkara apa pun.

Jika terbukti melakukan pelanggaran tersebut, tentunya korban dapat menggugat oknum Kepolisian berdasar hukum tersebut. Korban juga dapat melaporkannya pada Komnas HAM dan secara langsung akan mendapat perlindungan. Namun, apakah upaya semacam ini akan membuat oknum Kepolisian jera? Sayangnya, pada realitasnya, tidak sama sekali. Regulasi sudah ada, wewenang peradilan tersedia, mengapa itu tak jua menumpas kasus kekerasan tersebut?

Sebuah survei yang dilakukan oleh Agradhira Nandi Wardhana pada lebih dari 300 siswa tahun ketiga (Taruna Tingkat Tiga) di Akademi Kepolisian di Semarang tahun 2015 mengungkapkan bahwa tindakan kekerasan aparat bersifat ideologis, berkaitan dengan paradigma pemolisian itu sendiri. Sekitar 70% lebih taruna lebih memilih ditempatkan di reserse dan kriminal. Adapun, samapta atau sabhara -- penugasan terkait pengendalian massa -- mendapat peringkat paling terakhir. Sementara pembinaan masyarakat (bimas) tidak ada yang memilih sama sekali. Temuan itu menunjukkan bahwa citra Kepolisian masih lekat dengan pendekatan penanganan keamanan, alih-alih pemolisian sipil atau masyarakat. Jelas bahwa persoalan ini berkaitan dengan dasar profesionalisme dari Kepolisian itu sendiri. Sehingga, salah satu upaya preventif yang harus segera dilakukan adalah pembenahan dalam pendidikan Kepolisian.

Namun, perubahan sejati tidak akan terjadi tanpa partisipasi aktif dari masyarakat. Kita semua memiliki tanggung jawab untuk memperjuangkan keadilan dan hak asasi manusia. Dengan bersatu dan bersuara, kita dapat memastikan bahwa kekerasan oleh aparat keamanan tidak lagi menjadi bagian dari realitas kelam yang menghantui masyarakat Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun