Kita sering menemukan, banyak orangtua di lingkungan sekitar kita yang selalu mengukur tingkat kecerdasan seorang anak hanya berdasarkan nilai akademiknya. Bahkan banyak dari mereka yang secara spesifik mengukur tingkat kepandaian anaknya dengan nilai mereka dalam mata pelajaran matematika. Padahal, seperti yang kita tahu, matematika bukanlah satu -- satunya parameter kecerdasan yang dapat diterapkan sebagai alat ukur kepintaran seorang anak.Â
Banyak sekali stigma yang beredar di masyarakat terkait hal ini. Anak -- anak dengan nilai yang bagus dalam mata pelajaran akademiknya ataupun matematikanya, seringkali dianggap cerdas dan juga memiliki kepintaran yang lebih unggul dibandingkan anak yang lainnya.Â
Hal ini yang akhirnya menyebabkan orang tua menuntut para anak -- anak mereka untuk dapat memahami dan juga menguasai pelajaran yang diajarkan di sekolah dan paling banyak menuntut mereka dapat unggul dalam mata pelajaran matematika, tanpa mempedulikan minat dan bakat anak dalam bidang yang lainnya.Â
Para orang tua hanya menerapkan satu perspektif yang sama terkait bagaimana cara mereka menilai kecerdasan anak mereka, dan umumnya adalah menggunakan nilai rapor. Anak yang memiliki nilai rapor buruk ataupun rendah, seringkali dianggap tidak pintar dan juga lemah dalam menguasai pelajaran dan bidang akademiknya. Namun nyatanya, pemikiran dan juga tindakan seperti ini adalah suatu hal yang salah.
Tiap anak pastinya memiliki kecerdasan yang berbeda -- beda, sesuai dengan apa yang menjadi minat dan juga bakatnya. Mereka memiliki suatu kecerdasan yang unik dan tidak sama dalam tiap individu, sehingga kita tidak bisa menyamaratakan kecerdasan anak dalam suatu parameter tertentu atau suatu nilai dalam mata pelajaran tertentu.Â
Banyak anak -- anak yang lebih tertarik pada bidang yang ada diluar mata pelajaran akademik yang mereka dapatkan di sekolah. Ada yang tertarik pada olahraga, seni tari, seni musik, alam sekitar, membangun interaksi dengan orang lain, imajinasi dan lain sebagainya. Anak- anak yang memiliki minat pada suatu hal tertentu serta dapat mengembangkan minatnya tersebut biasanya disebut dengan multiple intelligences.Â
Teori adanya multiple intelligences ini diajukan oleh seorang tokoh pendidikan dan juga psikologi terkenal, Howard Gardner atau Antony Wilker. Menurutnya, seseorang dapat memiliki kecerdasan majemuk yang ada dalam Sembilan bidang yang berbeda, diantaranya ialah linguistik, logis / matematis, musikal, Spasial / Visual, Kinestetik, Interpersonal, Intrapersonal, Naturalistik, dan Eksistensial.Â
Dari Sembilan bidang ini maka dapat mengambil pengertian jika kecerdasan seorang anak tidak dapat diukur hanya dari suatu tes atau mata pelajaran tertentu saja. Seorang anak yang tidak cakap dalam suatu bidang atau mata pelajaran bukan berarti mereka tidak pintar, mungkin saja mereka lebih unggul dan menonjol dalam bidang kecerdasan yang lainnya, yang termasuk dalam Sembilan kecerdasan majemuk tersebut.
Namun, apakah dapat dianggap salah jika kita berharap anak unggul dalam mata pelajaran akademiknya? Tentu jawabannya adalah tidak. Tiap orang tua pastinya menginginkan hal yang terbaik bagi masa depan anaknya, sehingga anak diberi fasilitas dan juga akses pendidikan agar mereka dapat belajar berbagai ilmu pengetahuan untuk menjadi bekal di masa depan mereka. Namun hal ini bukan berarti mereka harus unggul dalam bidang akademiknya, banyak diantara anak -- anak yang lebih tertarik pada suatu bidang tertentu yang ada dalam lingkup non akademik dan mereka jauh lebih unggul dalam bidang tersebut.Â
Bukan suatu kesalahan jika orang tua menginginkan anaknya unggul dalam akademiknya, namun orang tua juga harus menyadari jika parameter kecerdasan anak tidak hanya ada di lingkup mata pelajaran yang diajarkan di sekolah. Seorang anak yang tidak dapat menguasai atau cakap dalam satu kecerdasan tertentu, bukan berarti stigma kurang pintar dapat disematkan padanya. Justru tugas orang -- orang terdekatnya-lah yang dapat mengidentifikasi kecerdasan majemuk apa yang ada dalam diri anak tersebut, sehingga kecerdasan tersebut dapat didukung dan juga dikembangkan untuk masa depannya nanti.
Hal ini juga berlaku pada para guru yang ada di sekolah dasar, karena anak -- anak pastinya akan mengenyam pendidikan dari tingkatan paling kecil yakni sekolah dasar. Para guru diharapkan dapat turut andil dalam mengembangkan kecerdasan anak yang sedang diajarinya, karena perbedaan minat dan kecerdasan anak juga mempengaruhi bagaimana mereka dapat memahami suatu hal. Contohnya seperti anak yang memiliki kecerdasan majemuk dalam bidang musikal. Anak -- anak yang memiliki kecenderungan minat dan juga bakat dalam kecerdasan musikal biasanya akan lebih memahami sesuatu yang berkenaan atau mengandung musik.Â
Hal ini dapat menjadi celah guru untuk dapat menyisipkan pelajaran dan juga mengembangkan kecerdasan siswa tersebut dengan cara menciptakan lagu gubahan yang menjelaskan tentang suatu mata pelajaran yang dianggap sulit oleh siswa tersebut. Dengan gaya belajar yang seperti itu, anak yang memiliki kecerdasan musikal akan lebih mudah memahaminya dibandingkan hanya dijelaskan dengan cara konvensional. Hal ini juga berlaku bagi para siswa yang lainnya, dengan kecerdasan yang berbeda-beda dan juga cara guru dalam mengembangkan  multiple intelligences  mereka.
Oleh karenanya, hal ini menjadi suatu perhatian penting bagi orang tua dan juga guru yang mengajar anak-anak di sekolah, bahwa kecerdasan anak itu diciptakan berbeda-beda dan juga unik dalam tiap individunya, sehingga kita harus selalu mendukung dan juga membantu dalam mengembangkan dan meningkatkan kecerdasan majemuk mereka tanpa harus menyamaratakan tingkat kepandaian mereka dengan parameter apapun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H