Mohon tunggu...
Faidi AR
Faidi AR Mohon Tunggu... Mahasiswa - Adalah makhluk yang terlahir dari ujung timur pulau garam Madura.

Proses dari kecil untuk suatu yang besar

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tentang Rasa

13 Juli 2022   00:01 Diperbarui: 13 Juli 2022   00:04 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Ya Tuhan, ada apa ini? Kenapa terjadi seperti ini? Aku menelan ludah. Tiba-tiba tenggorokanku kering. Tersendat."
Aku melihatnya mereka berdua di sana. Aku menyaksikan mereka. Aku terhenti melukisnya. Aku sebagai penonton di sore itu pula. Senja yang asalnya indah menjadi suram di saat itu. Tepat berada di antara mereka berdua. Berada di tengah-tengah sepasang wajah mereka.
Ya Tuhan, Nayla. Nayla lupa kalau di sampinganya ada senja. Senja yang ia kagumi. Senja yang ia selalu ajak bicara.
Ya Tuhan, sepasang mata Nayla tak lagi menatap senja dengan sempurna. Sekarang Nayla tak lagi sebagai biasanya, yang tak mau berpaling dari senja itu, sampai senja itu tenggelam. Tapi sekarang, sepasang mata Nayla sempurna menatap wajah Anthon.
"Aku mencintaimu, Nay," Anthon berkata lirih. Tersnyum.

Aku mengalihkan pandangan. Menyumbat kedua telingaku agar tak mendengar percakaapan mereka. "Tidak...tidak...tidak!" kataku dalam hati.

Nayla ikut tersenyum mendengar pecakapan itu. Lihat, Nayla ternyata juga mencintai Anthon. Tepat senja itu berada di antara sepasang wajah mereka. Senja sore hari ini telah sempurna tenggelam. Aku menghilang begitu saja, tanpa sepengetahuan mereka.
"kau tahu, Nay, kalau aku memiliki banyak rasa terhadapmu? Rasa suka, kagum, dan bahkan cinta. Entah, aku tak pernah memahami perasaan ini, Nay."

Nayla tersenyum mendengarnya.
"Kau tahu, Nay? Saat kau jauh dariku, sejauh mata memandang, aku tak pernah mengalihkan pandaganku selama kau masih terlihat. Mataku terus mengikuti gerak-gerikmu, tapi kau takpernah tahu tentang itu. Kau seakan-akan merayuku dari sorot mata indah mu, walau kau dalam keadaan tidak merayuku."
"Aku mencintaimu, Nay."
"aku juga mencintaimu, Arul." Jawabnya lirih. Lirih sekali.
Ah, percakapan itu tak pernah terjadi selama aku menemani Nayla sampai sekarang. Aku sempurna menghilang dari mereka dengan tenggelamnya hati pada saat itu, bersamaan dengan tenggelamnya senja di sana. Sampai sekarang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun