Mohon tunggu...
Kael Faid
Kael Faid Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Penulis cerita fiksi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Rindu

6 Januari 2025   19:42 Diperbarui: 6 Januari 2025   19:42 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Banyak dari temanku adalah anak pejabat, entah pejabat sekolah, pejabat pemerintah, pejabat desa, hingga pejabat kampung, yaa bisa dibilang ketua RT atau RW lah yaa.. Sedangkan aku hanya anak dari pasangan suami istri biasa. Ayahku fokus menjalankan sistem pengairan dan menjaga kualitas pangan di dalam negeri ini, sedangkan ibuku fokus memperbaiki dan menata hierarki dalam rumah tangga.

Aku adalah anak semata wayang, sehingga aku bisa semena-mena menguras hasil jerih payah ayahku. Keluargaku termasuk berkecukupan tapi tidak berkelebihan. Untuk makan cukup, untuk membeli barang-barang mewah cukup, untuk merenovasi rumah agar lebih megah juga cukup. Tapi ayahku bukan orang yang seperti itu, dia orang yang sangat minimalis, suka menabung, dan tidak sombong. Sifat tersebut menurun kepadaku, aku suka hal-hal yang biasa saja, nggak terlalu mencolok, dan nggak terlihat. Karena menurutku, semakin aku terlihat dan populer adalah sebuah kutukan. Disukai banyak orang itu menjadi beban yang berat, sekalinya kita berbuat salah, banyak orang akan kecewa kepadaku.

Cinta, sebenarnya masih terasa asing di telingaku. Tapi teman-temanku sudah berkecimpung di dalamnya. Aku orangnya polos. Aku memang mengenal istilah cinta, tapi aku tidak tahu rasanya cinta. Seperti yang kukatakan, aku jago dalam hal menyusun strategi, sehingga di SMA ini aku menjadi ketua OSIS, jadi secara tidak langsung aku mengenal dan dikenal banyak wanita, tapi anehnya aku tidak merasakan ada hal yang istimewa. Katanya sih, aku harus PDKT kalau suka sama seseorang, tapi perasaan saja tidak muncul.

Aneh, masa SMA ini terasa tidak berkesan di hidupku. Padahal aku terkenal, punya banyak teman, guru banyak yang mengenalku. Tapi, hal itu tidak terasa spesial. Berbeda dengan memori-memori kehidupan waktu kecilku. Aku jadi pengen cepet kuliah, karena SMA sudah tidak menarik bagiku.

Lulus SMA, aku masuk PTN dengan jalur undangan. Awalnya aku merasa bangga dengan diriku, tapi ternyata aku tidak sendirian. Banyak temanku yang nasibnya sama denganku. Saingan di bangku perkuliahan ini semakin ketat. Tapi anehnya, aku sudah merasa tidak kompeititif lagi.

'Ternyata, kuliah tidak seindah dan seseru yang kubayangkan' Gumamku dalam hati.

Tidak ada hal menarik di bangku perkuliahan ini. Entah aku yang kurang explore, ataukah memang semua orang juga merasakan hal yang sama?

Ibuku sudah tidak segalak dulu, sudah tidak sesensitif dulu, sudah tidak mengekang seperti dulu. Hening.. Setiap aku pulang dari kampus rumah terasa sepi, tapi anehnya, rumah menjadi tujuan utamaku.

'Assalamualaikum'
'Waalaikumussalam. Sudah pulang kak, ada ayam bakar di meja makan, habiskan saja, ayahmu sudah makan tadi' Jawab ibuku sambil memegang remot di ruang keluarga.

Meskipun itu hal yang normal, tapi entah kenapa sekarang suara ibuku menjadi obat piluku sekarang. Dulu aku sangat kesal ketika ibuku sudah bicara, tapi sekarang, suaranya lah yang kunantikan.

Rindu, aku rindu masa-masa dulu. Dimarahi, dikekang, diberi uang tanpa merasa iba, tidak ada beban. Sekarang, kemanapun aku pergi mencari kebebasan, keleluasaan, dan ketenangan, tapi ternyata rumah dan wajah serta suara orang tuaku lah jawaban dari semua itu. Aku tidak bisa membayangkan jika itu sudah hilang dari hadapanku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun