Mohon tunggu...
Kael Faid
Kael Faid Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Penulis cerita fiksi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Rindu

6 Januari 2025   19:42 Diperbarui: 6 Januari 2025   19:42 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menurutku hidup ini penuh kejutan. Terkadang kejutan ini membuatku bahagia, di lain waktu juga membuatku iri dengki, terkadang juga membuatku sedih dan merasa bersalah.

'Rudii.. bajumu cepetan di lepas!'

Seorang ibu yang berteriak kepada anaknya setiap pagi, karena jadwal rutin mencuci baju.
Yah, waktu itu aku berumur 9 tahun, duduk di bangku SD kelas 3. Waktu wajahku masih imut-imutnya, belum punya dosa, berpikir pengen cepet dewasa biar punya pekerjaan sendiri, pikiranku cuman kalau beli jajan nggak minta orang tua.
Seperti anak kecil pada umumnya, kegiatanku sehari-hari hanya sekolah dan bermain bersama anak-anak kampung yang juga merupakan teman sekolah.

'Besok ya, jangan lupa kita berangkat ke sawah pagi, mandi di kali enak, seger.. Jangan bilang ke orang tua, entar dimarahin lagi' Ujarku ke teman-temanku

Jika waktu bisa diputar, aku dulu adalah seorang anak pembuat strategi yang handal. Bahkan, Erik Ten Hag (Pelatih emyu) pun kalah denganku.

'Kamu jadi back ya, kalau ada musuh datang langsung sikat aja, nggak usah ragu. Langsung umpan ke depan, aku selalu siap'

Peluit panjang ditandai dengan teriakan ibuku sambil memegang sabuk di tangannya. Salah satu hal yang paling kubenci pas lagi klimaks-klimaksnya menggiring bola sore hari.
Jadwal harian ini berlangsung sampai kita lulus dari SD. Ketika SMP, aku dan teman-temanku sudah mulai berpencar dengan kehidupan barunya masing-masing. Ada yang masuk ke pondok, ada yang ikut orang tuanya ke luar kota, ada juga yang tidak tahu kabarnya dimana.
Setahun kemudian, ketika kita bertemu lagi, sudah menjari orang asing antara satu sama lain. Bak melihat tahu isi, tapi isinya ayam suwir, bukan lagi mie dan beberapa sayuran.

Tetapi di sisi lain, aku bertemu dengan teman-teman baruku di SMP. Mereka sangat akrab denganku. Namun bedanya, kita sudah nggak bermain bola, nggak pergi ke sawah, nggak mandi di kali seperti dulu. Karena aku SMP di kota, yang notabene sangat jarang menemukan spot-spot seperti itu. Di sisi lain, aku juga sudah merasa dewasa untuk bermain permainan kekanak-kanakan itu.

'Kak, belajar, jangan nge game terus. Nanti nilainya jelek'

Sekarang kecerewetan ibuku berbeda dengan dulu. Aku yang sekarang harus rajin belajar. Aku merasa malu ketika nilaiku jelek. Dulu yang hidupku hanya dipenuhi bermain, sekarang hidupku dipenuhi belajar. Pagi sekolah, sorenya les, malamnya aku mengerjakan PR buat besok. Tidak ada yang menarik sama sekali.

Tahun demi tahun kulalui dengan kehidupan monoton itu. Hingga akhirnya aku lulus dengan nilai terbaik di sekolah, dan masuk ke SMA favorit, SMA Bina Bangsa. Fase ini aku mulai mengenal istilah gengsi dan cinta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun