Terik matahari menyengat kulit, panas, membuat tak nyaman. Waktu menunjukkan sekitar pukul setengah 1 siang. Ingin rasanya segera keluar dari himpitan jalanan Kota Yogya yang cukup ramai, dan berteduh. Hingga tempat yang kami tuju telah terlihat oleh netra. Saya sempat ragu karena tempat itu tampak ramai, apakah pindah saja, ya? Tapi ke mana? Sementara perut juga sudah minta diisi makan siang. Rekan saya mengatakan 'Coba dulu...' seraya memarkirkan motor. Saya pun kemudian mengiyakan dan mengekorinya masuk.Â
Tibalah kami di salah satu rumah makan berinisial W yang baru grand opening di Yogya lima hari lalu, yakni 25 Oktober 2024. Peluncuran rumah makan tersebut cukup viral di medsos, terutama dalam aplikasi video berinisial T. Hal tersebut saya rasakan langsung di sekitar saya, mulai dari teman satu organisasi---yang darinya pertama kali saya tahu tentang tempat makan tersebut---di hari GO, teman ex divisi kepanitiaan yang menginfokan di grup WA, hingga teman kelas saya yang sudah mencoba bersama teman-teman asramanya.
Rumah makan W ini memiliki menu utama mie, sebelas dua belas dengan rumah makan G yang viral beberapa tahun lalu dan masih eksis hingga sekarang. Menengok kanan-kiri, depan-belakang, tempat makan ini berisi orang-orang dengan setting sosial yang heterogen. Ada pasangan pelanggan---yang saya jumpai ketika memesan makanan---tampil rapi dan dari style-nya seperti orang menengah ke atas, ada yang menggunakan kaus santai sedang makan bersama teman-temannya yang bajunya juga kasual, ada yang sepertinya habis pulang kampus dengan tas-tas yang dibawanya, ada yang sedang bersama keluarga, baik itu ibu--anak, kakak--adik perempuan, ayah--ibu--anak, ada yang menggunakan gamis---mungkin santri atau sekolah di keagamaan, ada yang menggunakan tanktop, dan lain-lain.Â
Saya pikir hal tersebut wajar, mengingat citra tempat makan ini merupakan tempat makan baru yang sedang booming. Mungkin orang-orang dari berbagai kalangan yang di beranda medsosnya muncul fyp video W menjadi penasaran untuk mencoba. Harganya pun masih terjangkau, berkisar antara 8,5-14k dengan parkir 2k. Pegawai-pegawainya memakai seragam dan bermasker. Interiornya menciptakan nuansa clean dan earth aesthetic dengan kayu cokelat muda dan daun-daun artificial. Ada tempat makan indoor dan outdoor, secara keseluruhan Instagramable untuk menarik muda-mudi.
Duduk di meja 15, memesan Mie Goyang dengan dua cabai, pikiran saya mengawang-awang pada tugas UTS yang belum dikerjakan. Memandang Mbak-mbak di meja depan kami, saya menyeletuk bertanya 'Kenapa Mbaknya di sini, ya?', teman saya yang kadang asbun (asal bunyi) kadang serius---tapi saya suka bingung ia sedang serius atau asbun---pun menjawab 'FOMO kali'. Sontak saya tergelak, 'Lah kita apa?'. Melakukan pembelaan, teman saya berkata 'Kan sambil observasi'. Tawa kami pun berderai. Ya, benar, tugas observasi matkul Teori Sosiologi Modern. Harus dikerjakan, tenggat malam ini. Baik, saya putuskan Mbak-mbak di meja depan, dan di arah serong kanan kami menjadi objek pengamatan saya. Keduanya sudah datang sebelum kami.
Mbak-mbak pertama yang ada di depan saya---Mbak A---duduk bersama dua teman lainnya. Ia mengenakan kerudung segiempat hitam, kemeja hitam, celana kulot crinkle coksu, dan bracelet hitam dengan kombinasi gold. Pakaian yang nyaman, tetapi juga tak begitu informal, masih pantas untuk ngampus. Saya pikir mereka anak kuliah, dengan beberapa alasan: 1). Di bawah meja mereka ada tas-tas gendong, yang mungkin berisi peralatan-peralatan kuliah; 2). Wajah mereka masih muda-muda umuran sekolah, tetapi rasanya tak mungkin juga Anak SMA sudah pulang setengah 1 dan berpakaian bebas; 3). Salah satu temannya memakai korsa dengan logo salah satu universitas di Yogya. Ia berkomunikasi dengan teman-temannya menggunakan Bahasa Indonesia. Terlihat ramah dan banyak senyum ketika berbincang, meski mereka tidak full mengobrol---di luar makan.
Saya diam-diam khawatir bilamana Mbak A ini merasa diperhatikan dan diintimidasi oleh saya, tetapi sampai akhir, untunglah kami tidak eye contact. Sejauh saya mengamati Mbak A ini, ia melakukan interaksi dengan dua temannya dan seorang pelayan. Berkaitan dengan dua temannya, di luar menikmati hidangan, mereka sesekali mengobrol, sesekali sibuk dengan ponsel masing-masing, rasa-rasanya seimbang antara berbincang dan bermain ponsel. Saya tidak tahu pasti apa yang mereka bahas, karena suara di tempat makan yang cukup riuh dan ada lagu-lagu yang diputar sebagai backsound, sampai-sampai saya sempat bercanda dengan teman makan siang saya apakah observasi butuh penyadap suara juga, tetapi setidaknya ada dua tiga patah kata dan dari gerak bibir yang membuat saya tahu mereka berkomunikasi dengan bahasa Indonesia. Dasar interaksi mereka mungkin tentu karena sudah mengenal satu sama lain, membahas hal-hal kecil, atau entah apa, tetapi tampak tidak ada hal yang serius karena mereka mengobrol berjeda-jeda. Adapun terkait pelayan tempat makan, pelayan tersebut mendatangi meja mereka dan terjadilah interaksi. Saya menerka bahwa pelayan tersebut mungkin meminta ulasan di Google Maps karena Mbak A sempat mengetik di HP dan menunjukkannya pada pelayan tersebut. Ketika berinteraksi, Mbak A ini menunjukkan gestur sopan. Jadi saya melihat interaksi ini berdasar atas suatu kepentingan kerja.
Saya menyayangkan karena Mbak A ini datang lebih dahulu daripada saya sehingga saya tidak dapat mengobservasi langsung apakah Mbak A ini memfoto makanan di awal, tetapi melihat Mbak A yang membuka-buka ponsel, bisa saja ia mengecek notifikasi like maupun komen pada postingannya. Bisa juga scroll sosmed, tetapi bisa-bisa juga sedang belajar atau sambil menugas, bagaimana pun saya tidak dapat melihat layar HP-nya, tetapi kemungkinan terakhir sedikit lebih kecil melihat raut wajah Mbak A yang santai dan tidak serius ketika bermain ponsel. Keluar dari konteks Mbak A, teman satu organisasi saya bercerita bahwa ada tiga temannya (bukan sedang bersamaan) memposting story di tempat makan W. Hal ini menunjukkan bahwa kebiasaan kaum Gen Z mendokumentasikan makanan, apalagi bila itu tempat makan baru.
Mengenai identitas tempat makan W yang sedang cukup viral di Yogya ini, saya berasumsi bahwa Mbak A ini termasuk orang yang bermain aplikasi T dan mengikuti trend. Bukan sekadar atas landasan ia tahu tempat makan W, tetapi karena ia juga memakai kulot crinkle yang pada masanya menjadi ootd trend yang naik daun, pun bracelet yang biasanya digandrungi di kalangan mudi-mudi Gen Z penyuka pernak-pernik. Selain itu, hal yang saya soroti adalah Mbak A tidak menghabiskan makanannya, sisa di piringnya menurut saya masih lumayan. Saya tidak tahu pasti apakah ia sudah kenyang atau bagaimana, tetapi ada kemungkinan pula bila ia datang sedang mau mencoba tempat makan baru seraya makan siang.