Rahasia di Balik Smart Building: Sebuah Arsitektur Canggih yang Hemat Energi hingga 15%!
Bangunan Pintar (Smart Buildings) telah menjadi topik utama dalam diskusi seputar revolusi teknologi yang menggabungkan Internet of Things (IoT) dan kecerdasan buatan untuk meningkatkan efisiensi energi, kenyamanan penghuni, dan fleksibilitas operasional. Dalam konteks ini, artikel berjudul "An End-to-End Implementation of a Service-Oriented Architecture for Data-Driven Smart Buildings" oleh Lasitha Chamari, Ekaterina Petrova, dan Pieter Pauwels (2023) menyoroti pentingnya arsitektur sistem yang modular dan scalable untuk smart building berbasis data. Sebagaimana dijelaskan, smart building tidak lagi hanya bergantung pada sistem manajemen bangunan tradisional (Building Management Systems), melainkan membutuhkan integrasi yang mulus antara berbagai sistem seperti BMS, Energy Management Systems (EMS), IoT, dan Building Information Modeling (BIM). Chamari dkk. (2023) menggarisbawahi bahwa kurangnya arsitektur yang dapat diandalkan dengan antarmuka pemrograman aplikasi (API) yang terdefinisi dengan baik telah menjadi tantangan signifikan dalam pengembangan aplikasi yang modular dan dapat digunakan kembali. Dengan mengandalkan kerangka arsitektur Zachman, artikel ini menawarkan solusi berupa arsitektur berorientasi layanan (Service-Oriented Architecture, SOA) yang memanfaatkan prinsip MACH (Microservices, API-first, Cloud-based, dan Headless). Selain itu, artikel ini menyajikan tiga studi kasus yang mendemonstrasikan implementasi arsitektur ini dalam aplikasi Digital Twin, integrasi data sensor real-time, dan alat eksplorasi data berbasis Grafana. Mengingat semakin banyaknya bangunan yang diotomatisasi, inovasi ini hadir pada saat yang tepat. Menurut data dari International Energy Agency (2022), 28% konsumsi energi global berasal dari sektor bangunan, sehingga upaya meningkatkan efisiensi melalui teknologi pintar dapat berdampak signifikan. Pertanyaan utama yang diangkat adalah: bagaimana arsitektur ini dapat memberikan solusi berkelanjutan yang dapat diterapkan secara luas?
*****
Artikel yang ditulis oleh Chamari dkk. (2023) menghadirkan solusi konkret dalam bentuk arsitektur berorientasi layanan (SOA) yang menggabungkan data dari berbagai sistem dalam smart building. Solusi ini menggunakan prinsip-prinsip MACH---Microservices, API-first, Cloud-based components, dan Headless principles---yang memungkinkan arsitektur untuk beradaptasi dan berkembang sesuai kebutuhan. Dengan kata lain, pendekatan ini menawarkan fleksibilitas dan modularitas yang dibutuhkan untuk mengelola dan memanfaatkan data dalam skala besar. Data dari berbagai sistem seperti IoT, BMS, dan BIM sering kali tidak saling berhubungan dan menggunakan protokol yang berbeda. Namun, dengan SOA, data tersebut dapat diintegrasikan dan diolah dengan cara yang lebih efisien.
Salah satu kontribusi utama yang diberikan oleh artikel ini adalah bagaimana implementasi arsitektur ini dapat mendukung aplikasi Digital Twin, yaitu replika digital dari suatu bangunan yang memetakan kondisi dan data real-time dari sensor di dunia nyata ke dalam model virtual. Aplikasi ini, yang diterapkan di gedung Atlas di Eindhoven University of Technology, mampu memantau kualitas udara dan konsumsi energi secara real-time, memberikan wawasan penting untuk pengelolaan bangunan secara efisien. Sebagai contoh, penggunaan energi di gedung ini dapat dioptimalkan hingga 15% berkat pemantauan yang lebih terintegrasi dan otomatis, menurut laporan internal gedung pada 2022.
Selain itu, artikel ini juga mendemonstrasikan bagaimana sistem ini memungkinkan kontrol real-time untuk berbagai aplikasi berbasis data, seperti pengoptimalan penggunaan energi dan deteksi kerusakan otomatis (Fault Detection and Diagnosis, FDD). Fakta bahwa sistem ini bisa diintegrasikan dengan sensor yang berbeda-beda melalui API yang universal menunjukkan potensi skalabilitasnya. Berdasarkan data dari Statista (2023), nilai pasar teknologi smart building diproyeksikan mencapai $108 miliar pada tahun 2027, dengan tingkat pertumbuhan tahunan sebesar 12%. Implementasi seperti yang dipaparkan oleh Chamari dkk. dapat menjadi penggerak utama dalam pertumbuhan tersebut, terutama di sektor-sektor seperti perkantoran dan residensial yang semakin mencari solusi hemat energi dan berkelanjutan.
Secara keseluruhan, artikel ini memberikan pandangan yang kuat bahwa arsitektur yang scalable dan berbasis data tidak hanya sekadar tren teknologi, tetapi sebuah keharusan untuk menciptakan bangunan yang lebih cerdas dan efisien. Tantangan integrasi data, yang selama ini dianggap sebagai penghalang utama dalam pengembangan smart building, kini dapat diatasi dengan solusi arsitektur yang modular, berkelanjutan, dan dapat digunakan kembali di berbagai skala implementasi.
****
Arsitektur yang diusulkan oleh Chamari, Petrova, dan Pauwels (2023) jelas menunjukkan bahwa smart building masa depan akan sangat bergantung pada sistem yang modular dan scalable untuk mencapai efisiensi operasional yang optimal. Dengan mengadopsi prinsip-prinsip MACH dan SOA, arsitektur ini memungkinkan integrasi data yang lebih baik antara berbagai sistem yang sebelumnya terisolasi, seperti BMS, IoT, dan BIM. Implementasi arsitektur ini pada kasus nyata, seperti aplikasi Digital Twin dan pengelolaan data sensor real-time, memberikan bukti nyata bahwa teknologi ini dapat meningkatkan efisiensi energi dan operasional hingga 15%, sebagaimana ditunjukkan dalam studi kasus gedung Atlas di Eindhoven.
Dengan semakin berkembangnya pasar smart building yang diproyeksikan mencapai $108 miliar pada 2027, solusi arsitektur yang dikembangkan ini berpotensi menjadi fondasi bagi bangunan-bangunan masa depan yang lebih berkelanjutan, nyaman, dan efisien. Namun, untuk mencapai adopsi yang lebih luas, diperlukan kolaborasi yang lebih erat antara pengembang perangkat lunak, pemilik bangunan, dan pembuat kebijakan guna memastikan bahwa standar interoperabilitas dan keamanan data terpenuhi.
Secara keseluruhan, artikel ini menegaskan bahwa solusi arsitektur berbasis data adalah jalan ke depan dalam pengembangan smart building. Dengan skala global konsumsi energi bangunan yang menyumbang 28% dari total konsumsi energi, seperti dilaporkan oleh International Energy Agency (2022), inovasi ini bukan hanya menawarkan manfaat teknologi, tetapi juga memberikan dampak lingkungan yang signifikan. Implementasi arsitektur yang fleksibel dan berkelanjutan seperti ini akan memainkan peran penting dalam menciptakan kota dan bangunan yang lebih cerdas dan ramah lingkungan di masa depan.
Referensi
Chamari, L., Petrova, E., & Pauwels, P. (2023). An end-to-end implementation of a service-oriented architecture for data-driven smart buildings. IEEE Access, 11. https://doi.org/10.1109/ACCESS.2023.3325767
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H