Pilkada merupakan manifestasi rule of law yang memastikan keberlangsungan demokrasi melalui proses yang tertib dan legal.
Transisi kekuasaan yang terjadi pasca Pilkada mengacu pada prinsip hukum positif (Hans Kelsen), di mana sistem hukum menjamin bahwa perubahan kekuasaan dilakukan secara sah.
Redupnya pasca Pilkada, stabilitas politik idealnya dihasilkan dari penghormatan terhadap aturan main. Ketika konflik politik berakhir, itu menunjukkan keberhasilan hukum sebagai alat untuk menata masyarakat dan memitigasi kekacauan.
Dalam konteks John Rawls, stabilitas pasca Pilkada hanya dapat terwujud jika institusi politik memberikan keadilan substantif, sehingga semua pihak merasa keputusan hasil Pilkada adil. Jika tidak, ketenangan yang terlihat hanyalah semu.
Pilkada tidak hanya menjadi ajang kontestasi politik, tetapi juga dinamika sosial yang melibatkan berbagai kelompok masyarakat.
Momen Polarisasi Sosial, Pilkada sering menjadi panggung konflik antaridentitas, kelas sosial, atau kepentingan kelompok. Redupnya dinamika pasca Pilkada tidak selalu berarti konflik selesai; ia sering menyisakan residu konflik sosial.
Kembali pada Tatanan Sosial dan Mengacu pada pemikiran Emile Durkheim, masyarakat pasca Pilkada mengalami proses rekonsiliasi untuk kembali pada solidaritas organik, di mana fungsi sosial berjalan sebagaimana mestinya.
Dalam ruang publik yang sehat, Pilkada mestinya menghasilkan komunikasi politik yang rasional, bukan sekadar kompetisi yang destruktif. Namun, jika ruang publik tidak memadai, "redanya dinamika" hanya menutupi ketidakteraturan sosial yang lebih dalam.
Redupnya dinamika politik menunjukkan akhir dari siklus kontestasi, tetapi stabilitas demokrasi membutuhkan partisipasi politik yang berkelanjutan.
Dalam konteks hukum tata negara, transisi kekuasaan adalah ujian terhadap kekuatan kelembagaan. Jika lembaga seperti KPU dan MK menjalankan fungsi dengan baik, stabilitas demokrasi dapat terjamin.
Pilkada sebagai momen politik seringkali menciptakan segregasi sosial. Redupnya dinamika politik mungkin hanya bersifat permukaan jika tidak diiringi upaya rekonsiliasi sosial yang mendalam.
Apakah redupnya aktivitas politik pasca Pilkada benar-benar mencerminkan stabilitas? Atau justru memperlihatkan konflik laten yang belum terselesaikan? Pentingnya harmoni antara sistem hukum, struktur sosial, dan politik dalam memastikan stabilitas demokrasi yang substansial.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H