Mohon tunggu...
Fahry Abean
Fahry Abean Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Menulis dan mengaplikasikan hasil pikiran

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Pilkada 2024 Maluku Tenggara: Tantangan Pluralitas, Pembangunan, dan Partisipasi Publik dalam Menentukan Arah Daerah

16 November 2024   05:10 Diperbarui: 16 November 2024   08:19 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kondisi politik Maluku Tenggara pada Pilkada 2024, yang menampilkan tiga pasangan calon (paslon) dalam kontestasi, dapat menjadi titik kritis dalam menentukan arah pembangunan daerah. Namun, ada beberapa kritik yang relevan terhadap potensi dampak politik ini, baik dari sudut pandang akademis maupun hukum:

Dominasi Politis & Kepentingan Publik. Meskipun keberadaan tiga paslon mencerminkan pluralitas politik, pertanyaan mendasar tetap ada: apakah visi-misi yang mereka usung benar-benar diarahkan untuk kepentingan publik atau sekadar menjadi alat mobilisasi politik? Dalam banyak kasus, visi-misi seringkali hanya menjadi janji politik tanpa implementasi nyata pasca-pemilu

Kesenjangan Pembangunan yang Struktural. Maluku Tenggara menghadapi tantangan geografis yang berat, seperti infrastruktur yang terbatas dan konektivitas antarwilayah yang lemah. Jika tidak ada kebijakan inovatif dan terobosan signifikan dari salah satu paslon, terdapat risiko bahwa pembangunan akan berjalan stagnan, dengan kesenjangan antara wilayah perkotaan dan pedesaan tetap tak teratasi

Tiga paslon dengan basis dukungan partai politik yang terfragmentasi dapat menciptakan dinamika politik yang kompetitif namun rentan terhadap polarisasi. Fragmentasi ini sering mengarah pada politik transaksional, di mana kepentingan pragmatis mengalahkan agenda pembangunan jangka panjang. Selain itu, fragmentasi juga berisiko memunculkan konflik sosial jika tidak dikelola dengan baik

Salah satu kritik utama terhadap sistem politik lokal adalah potensi ketiadaan perubahan yang signifikan. Jika kandidat yang terpilih tidak membawa reformasi yang substansial, Maluku Tenggara bisa saja tetap berada dalam status quo, di mana kebijakan yang ada hanya memperpanjang pola pembangunan yang tidak efektif.

Minimnya Partisipasi Publik yang Substantif, meski tahapan Pilkada telah dilakukan sesuai aturan, partisipasi masyarakat sering kali hanya terjadi dalam bentuk formalitas, seperti kehadiran di TPS. Ruang bagi masyarakat untuk memberikan masukan substantif terhadap program paslon masih terbatas, yang dapat melemahkan legitimasi pemimpin terpilih.

Dalam konteks hukum, potensi pelanggaran, seperti politik uang atau penyalahgunaan sumber daya negara, masih menjadi ancaman serius. Jika tidak diawasi dengan ketat, dinamika politik ini bisa mencederai prinsip demokrasi dan menciptakan pemimpin yang tidak kompeten.

Pilkada 2024 di Maluku Tenggara memiliki potensi untuk membawa perubahan, tetapi keberhasilan itu bergantung pada sejauh mana paslon mampu mengimplementasikan program dengan transparansi dan akuntabilitas. Tanpa perencanaan dan pengawasan yang matang, besar kemungkinan politik ini hanya akan memperpanjang status quo, tanpa menghasilkan dampak nyata bagi masyarakat. Evaluasi kritis terhadap visi-misi paslon dan partisipasi aktif dari masyarakat akan menjadi kunci perubahan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun