Mohon tunggu...
Fahrurozi Umi
Fahrurozi Umi Mohon Tunggu... Penulis - Alumni Fakultas Ushuluddin, Jurusan Tafsir, Universitas al-Azhar, Kairo, Mesir.

Penulis pernah menempuh pendidikan Sekolah Dasar di MI al-Khairiyyah, Panecekan. Dan melanjutkan ke tingkat Sekolah Menengah Pertama di Mts al-Khairiyyah, Panecekan. Kemudian meneruskan jenjang studi di Pondok Pesantren Modern Assa'adah, Cikeusal. Dan penulis lulus dari Universitas al-Azhar, Kairo pada tahun 2022.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Marx, Harta dan Hamka

16 Februari 2024   18:49 Diperbarui: 16 Februari 2024   18:52 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Harta merupakan karunia Allah swt. untuk umat manusia, ia bagaikan perhiasan yang dapat menambah indahnya kehidupan di dunia, ia merupkan suatu hal yang selalu dipikirkan oleh manusia, bahkan banyak orang yang mengorbankan tenaga dan fikirannya untuk memperoleh harta sebanyak- banyaknya. Banyak manusia beranggapan bahwa orang sukses adalah orang yang mampu mengumpulkan pundi-pundi harta sebanyak-banyaknya, orang belum disebut sukses jika belum mempunyai banyak harta (Suhendi, 2005: 9). Agaknya penyakit materialis inilah yang terjadi pada zaman sekarang, manusia mempunyai standar kesuksesan diukur dari banyaknya harta yang dimiliki. 

Di sini saya tidak ingin membahas seluk-beluk harta benda dan bagaimana para pakar menyikapinya, tetapi yang hendak saya suguhkan pada tulisan ini ialah sekelumit sorotan Hamka (1908-1981  M) terhadap pemikiran Karl Marx (1818-1883 M) tentang kepemilikan harta dan implikasinya -sebagaimana terbaca dalam tafsirnya Al-Azhar di sela ia menafsirkan QS. At-Taubah [9]: 103:- 

"Ambillah dari hartabenda mereka sebagai sedekah, untuk engkau membersihkan mereka dan mensucikan mereka dengan dia, dan shalawatkanlah atas mereka, (karena) sesungguhnya shalat engkau itu adalah membawa tenteram bagi mereka. Dan Allah adalah Maha Mendengar, lagi Mengetahui."-.

Pada ayat ini -tulis Hamka- dinyatakan suatu rahasia penting yang amat dalam, salah satu sebab mengapa manusia itu menjadi degil, sampai ada juga yang masih senang mencampur-aduk amal baik dengan amal buruk, dan tidak juga insaf, sehingga akhimya bisa jatuh jadi munafik atau fasik. Sebab yang terutama ialah pengaruh harta.

Ada dua tabiat yang tumbuh pada manusia karena keinginan memiliki harta. Pertama, tamak atau loba; kedua, bakhil atau kikir. Mau mengaut dan mengumpul sebanyak-banyaknya, dan mau mengeluarkan kembali sesedikit-sedikitnya. Perangai-perangai yang lainpun timbul adalah karena kedua perangai dasar yang utama ini. Biar mengicuh dan menipu asal mendapat laba. 

Biar bohong, dan kadang-kadang timbul hati dengki melihat orang lain mendapat banyak. Kadang-kadang tak keberatan menganiaya orang lain, asal harta orang itu jatuh ke tangan awak. Yang paling rendah ialah menipu dan mencuri. Semuanya ini adalah kekotoran di dalam jiwa manusia karena pengaruh harta. 

Dia terdapat dalam ukuran kecil pada peribadi, dan dia terdapat dalam ukuran besar pada bangsa-bangsa. Sehingga perang di antara bangsa dan bangsa, ataupun penjajahan bangsa kuat atas bangsa lemah, atau pemerasan tenaga manusia atas manusia, atau revolusi si lemah tertindas kepada si kuat penindas berasal dari perebutan harta ini. 

Sehingga di zaman kita ini terkenallah ajaran Karl Marx, yang menyimpulkan bahwa seluruh kegiatan hidup manusia di dalam segala bidang tidak lain ialah karena memperebutkan hak milik. Marx mengatakan bahwa sejak manusia mulai memakai istilah "ini aku punya" dan "itu engkau punya", sejak zaman itulah timbulnya pertentangan di antara yang mempunyai dengan yang tidak mempunyai. 

Sebab itu Marx mengambil kesimpulan bahwa pertentangan di antara yang berpunya dengan yang tidak mempunyai, adalah hukum besi sejarah yang sama sekali tidak dapat dielakkan. Baru akan habis semuanya itu apabila tidak ada lagi kata-kata "ini aku punya" dan "itu engkau punya".

Sebagaimana telah dimaklumi, karl Marx memperhitungkan soal ini dari segi kebendaan (Materialisme) semata-mata. Dia tidak mengakui ada lagi segi di balik benda. Dia tidak mengakui adanya Tuhan, atau agama, atau moral dan lain-lain yang bersifat kejiwaan. Tetapi Marx juga ingin perbaikan keadaan. Maka ujung dari ajaran Marx untuk memperbaiki keadaan itu ialah dengan melalui pertentangan tadi, dalam ajaran dialektika, yang akhimya mencapai kepada habisnya segala pertentangan, karena kelas yang mempunyai itu habis dimusnahkan oleh kelas yang tidak mempunyai apa-apa. 

Untuk itu hendaklah si tidak punya, yang bemama Proletar merebut kuasa dari kelas si berpunya. Setelah kekuasaan didapat hendaklah diadakan pemerintahan Diktator Proletariat, yaitu gabungan kelas buruh dan tani. Dengan cara diktator dicabut segala hak tiap-tiap peribadi dari mempunyai, dan semua menjadilah hak kepunyaan pemerintahan yang berkuasa.

Dan diktator proletariat itu tetap dipertahankan, sampai kelak datang masanya, sesudah melalui Sosialisme, mencapai Komunisme. ltulah dia menurut Marx dan orang-orang yang mempercayainya, suatu zaman surga dunia yang gilang-gemilang, di mana kata hak milik tidak ada lagi.

Tidak ada yang mempunyai khusus, sebab semua kepunyaan bersama. Dengan demikian loba tidak ada lagi dan bakhilpun tidak. Sebab tidak ada yang akan dilobakan ataupun dibakhilkan.

Sebagaimana diketahui, ajaran Karl Marx timbul ialah setelah penyakit loba tamak dan bakhil sudah sampai pada puncaknya di Benua Eropa pada abad Kesembilanbelas, dengan sebab adanya Ekonomi Liberal, yang tumbuh sesudah naiknya Kelas Borjuis mengalahkan Kelas Feodal. Kemajuan mesin-mesin dan berpindahnya ekonomi dari agraria (pertanian) kepada industri (Hasil mesin) menjadi kekayaan yang berlimpah-limpah dari tuanpunya pabrik, dan miskin melarat menderita dari buruh-buruh yang bekerja pada pabrik. 

Maka Karl Marxlah yang menimbulkan kesadaran harga diri dan adanya kekuatan yang menentukan pada si buruh dan tani tadi, bahwasanya mereka bukan semata-mata alat sebagai mesin itu, tetapi manusia bernyawa yang mesin itu tidak akan jalan kalau bukan mereka yang menjalankan. 

Apabila si buruh-tani insaf akan kekuatannya, maka si tuanpunya mesin, si Kapitalis tidak bisa buat apa-apa. Marxlah yang mendengungkan semboyannya yang terkenal di seluruh dunia: "Kaum buruh di seluruh dunia bersatulah kamu. Serikat lntemasional mesti di dunia." 

Sebab beliau sudah tahu bahwa Kapitalisme ini bukanlah keistimewaan suatu negara, melainkan tali bertali di antara seluruh dunia. Sebab itu maka kaum buruh pun bukan terbatas di suatu negara, melainkan satu pula nasibnya di seluruh dunia. Maka menentang musuh lntemasional, hendaklah secara lntemasional pula.

Teranglah bahwa maksud ajaran Karl Marx ialah hendak memperbaiki nasib manusia yang telah sangat menderita karena tabiat loba tamak dan bakhilnya kelas yang mempunyai. Dan untuk menghilangkan loba tamak dan bakhil, tujuan terakhir ialah menghilangkan hak milik. Tidak ada yang mempunyai, sebab semua kepunyaan bersama. ltulah yang disebut tujuan terakhir, yaitu Komunisme.

Di dalam ayat yang sedang kita tafsirkan ini, kita bertemu pelajaran Islam yang mengenai hartabenda. Juga berpangkalan pada mengikis perangai loba tamak dan bakhil, karena ingin mempunyai. Tetapi dalam Islam pangkalan atau titik-tolak berfikir, ialah terlebih dahulu mengakui adanya Tuhan. 

Dan dijelaskan bahwasanya Tuhan itu adalah satu. Segala kebendaan yang ada ini semuanya adalah dijadikan oleh Tuhan dan kepunyaan Tuhan. Manusia dan seluruh alam adalah kepunyaan Tuhan. Oleh sebab itu sejak dari mula manusia hidup, manusiapun tidak mempunyai hak milik atas alam ini, bahkan dia sendiripun termasuk milik Tuhan. 

Maka ditegaskanlah dalam beberapa ayat dalam al-Quran bahwa manusia itu diizinkan bahkan dianjurkan mengambil faedah dari alam kepunyaan Tuhan itu bagi kepentingan dirinya dan seluruh masyarakat kemanusiaan. Dan dijelaskan lagi bahwasanya semuanya itu dijadikan Tuhan untuk mereka:

"Dan telah Dia jadikan untuk kamu semua apa yang ada di bumi..." (QS. Al-Baqarah [2]: 29).

Kalau demikian, dari mana asal hak milik? 

Dalam kehidupan manusia atau binatang sekalipun, yang menimbulkan hak milik ialah kepentingan diri sendiri yang sangat perlu. Terutama sekali ialah soal makanan (pangan). Kalau manusia atau binatang sudah sangat lapar, dia mesti mencari makan. Kalau dia tidak makan, diapun mati. Kalau makanan bertemu, dia segera memakannya. Kalau makanan banyak dan yang memerlukan sedikit, tidaklah akan terjadi perebutan rezeki. 

Tetapi kalau makanan sedikit yang memerlukannya banyak, sedang semua ingin hidup, mestilah terjadi mengadu kekuatan untuk merebutnya. Mana yang sudah didapat oleh yang kuat, tidak boleh lagi orang lain mendekatinya, sebab itu sudah dianggapnya kepunyaan dia. Menganggap makanan yang sudah didapat dengan jerih-payah sendiri itu adalah kepunyaan sendiri adalah instink (naluri) pada segala yang bemyawa.

Anjing akan menggerutu dan bersedia menerkam anjing lain yang mendekat kepadanya hendak turut memakan makanannya. Demikian juga binatang yang lain. Tetapi mereka akan hidup damai kalau makanan cukup buat semua. Oleh sebab itu makan instink atau naluri mempunyai itu tidaklah dihapuskan, selama hidup masih ada. Baik pada manusia atau pada binatang.

Pada manusia instink itu dituntun lagi oleh akal, fikiran, ingatan kepada masa lalu dan khayalan kepada masa depan. Islam tidak memberikan ajaran kepada manusia yang maksudnya membunuh instink tadi. Malahan dituntun. Mulanya dikatakan bahwa seluruh isi alam disediakan buat mereka semua. 

Tetapi ingat bahwa isi alam itu adalah persediaan dari Tuhan, dan Tuhan yang empunya. Dan ingat pula bahwa sebagai manusia kamu tidak bisa hidup sendiri. Hidupmu adalah bersangkut-paut dengan hidup orang lain. Dan ingat pula bahwa dalam sesama manusia itu ada yang kuat dan lebih cerdik, dan ada yang lemah dan bodoh. 

Oleh karena dari pangkalnya pokok kepercayaan telah dibulatkan tentang adanya Tuhan, dan semua Tuhan yang empunya, maka Islam bukanlah meruncingkan pertentangan di antara si punya dan si tidak punya, melainkan mengajarkan supaya si kuat dan si punya diwajibkan oleh Tuhan membantu yang lemah, bodoh dan miskin itu.

Instink atau naluri ingin mempunyai tidak dihapuskan oleh Islam, bahkan dikobarkan. Tetapi Islam mewajibkan supaya sebahagian dari yang didapat itu diserahkan kepada yang lemah. Yang kaya wajib membantu yang miskin. Bukan anjuran, bukan hanya sunnat saja, bukan hanya belas-kasihan, tetapi kewajiban dan menjadi salah satu dari tiang (rukun) Islam.

Dengan demikian dapatlah difahamkan kalau seorang Muslim tidak mau menyerahkan sebahagian yang telah ditentukan dari harta Tuhan yang telah dinamai kepunyaannya itu, dia adalah kotor. Kotor lahir batin. Dia telah kotor sebab menyangka bahwa harta itu benar-benar kepunyaannya, padahal Tuhanlah yang menyediakan buat dia. 

Dan dia akan kotor sebab dia tidak ingat lagi hubungannya dengan manusia yang lain, dan dia akan kotor sebab pada dirinya sudah mulai merangsang tabiat loba, tamak, rakus dan bakhil. Bahasa moden menyebut Kapitalisme atau pengisapan manusia atas manusia. Bahasa moden untuk ukuran besar menjadi lmperialisme, yaitu negara yang kuat menguasai negara yang lemah. Di zaman Kapitalisme seorang yang kuat memeras tenaga beberapa orang yang lemah.

Jiwa mesti selalu dijaga kebersihan dan kesuciannya. Pokok pangkal kebersihan dan kesucian itu ialah bahwa semuanya ini kepunyaan Allah, tidak aku yang empunya. Aku hanya diberi kesempatan mengambit faedah dari harta kepunyaan Allah itu. Sebab itu maka zakat atau sedekah adalah satu di antara lima tiang (rukun) Islam.

Sayid Rasyid Ridha -tulis Hamka- di dalam tafsinya al-Manar menulis konsepsi pokok-pokok perbaikan mengenai soal hartabenda dalam Islam:

  • Islam mengakui milik peribadi, dan melarang memakan harta manusia dengan jalan yang batil.
  • Dilarang melakukan Riba dan segala macam perjudian.
  • Dilarang menjadikan hartabenda hanya beredar di tangan orang-orang yang kaya saja. Belum pemah terjadi suatu zaman yang peredaran harta hanya beredar di tangan orang-orang kaya saja sebagai yang terdapat dalam bangsa-bangsa Barat sekarang ini, dengan adanya peraturan Bank, dan perkongsian-perkongsian dan spekulasi, yang semuanya ini telah menimbulkan berontaknya kaum buruh kepada kaum modal. Lalu Karl Marx mengajarkan pertentangan kelas.
  • Orang-orang bodoh dan goblok yang tidak pandai mengatur harta benda sendiri sehingga bisa hancur licin-tandas, yang membawa rugi bagi dirinya sendiri dan ummatnya, tidaklah boleh memegang harta itu, melainkan dikuasai oleh penguasa.
  • Wajib mengeluarkan zakat. Pada mulanya di zaman Makkah, zakat adalah sebagai anjuran keras saja, sebagai alamat iman, dipungut dan dibagikan secara isytirakiyah, gotong-royong (Sosialisme). Tetapi setelah Islam berbentuk sebagai suatu kekuasaan, maka diadakanlah punguntan paksa. 

Maksud lsytirakiyah atau Sosialisme zaman Makkah itu ialah, kalau terdapat suatu Jamaah Islamiah yang terkurung (terisolir) di suatu tempat, yang di sana berkumpul yang kaya dengan yang miskin, wajiblah hukumnya atas yang kaya tadi menjamin seluruh hidup yang miskin itu. Yaitu apabila zakat yang telah tertentu tidak mencukup buat hidup si miskin itu.

  • Islam mengatur zakat yang tertentu itu ialah dua setengah persen untuk emas, perak dan pemiagaan. Dan sepersepuluh atau seperlima (sepuluh persen dan lima persen) dari hasil pertanian makanan pokok. Demikian pula zakat binatang temak yang telah ada ketentuannya di dalam kitab-kitab Fiqh.
  • Perbelanjaan (nafaqah) isteri dan keluarga kerabat adalah wajib.
  • Wajib membela orang yang kesukaran, dari bangsa apapun dan agama apapun. Wajib membert makan dan penginapan tetamu yang datang dari negeri lain, kalau dia datang minta diterima, karena tidak ada tempat bermalam atau penginapan. Kecuali terhadap penjahat yang tengah dicari polisi atau orang yang tengah memerangi kaum Muslimin.
  • Menjadi Kaffarah, yaitu dengan keagamaan karena berbuat suatu dosa tertentu. (Misalnya Zhihar, yaitu menyerupakan punggung isteri dengan punggung ibu. Bersetubuh siang hari Ramadhan dan lain-lain dengan syarat-syaratnya tersendiri pula).
  • Selalu dianjurkan dan dipujikan memperbanyak sedekah Tathawwu' (derma, hibah, hadiah dan sebagainya).
  • Dicela keras boros, royal dan tabdzir (berfoya-foya). Dicela keras bakhil, kedekut, kikir, sempelit. Dinyatakan bahwa semuanya itu menyebabkan kehancuran dan keruntuhan, baik untuk diri orang seorang ataupun umat, ataupun negara.
  • Dibolehkan (Ibaahah) berhias, berharum-harum dengan rezeki yang baik (halal), dengan syarat jangan boros dan menyombong, yang akan membawa kepada penderita penyakit bagi diri, atau membuat harta jadi punah, dan menimbulkan dengki, permusuhan dan segala gejala penyakit masyarakat. Dan keizinan berhias berindah-indah yang seperti tersebut itu adalah salah satu dari sebab meningkatnya kekayaan (produksi).
  • Dipuji orang yang ekonomis dan sederhana di dalam memberi nafaqah untuk diri sendiri dan keluarga.
  • Orang yang kaya tetapi bersyukur dipandang lebih utama daripada orang miskin yang sabar. Dipujikan lagi bahwa tangan yang di atas (memberi) lebih mulia dari tangan yang di bawah (menerima pemberian). Dan amal kebajikan yang merata manfaatnya bagi banyak orang, lebih afdhal daripada amalan-amalan yang manfaatnya hanya terbatas kepada yang membuatnya. Dan dijadikan pula suatu sedekah jariyah (Waqaf) sebagai suatu sumber pahala yang tidak putus-putus.

Di tanah air kita Indonesia pemah terjadi suatu hal yang mengerikan, yaitu bertambah mendalamnya pengaruh kaum Komunis, sehingga nyaris mereka merebut pemerintahan dengan kekerasan. Sebelum perebutan kekuasaan yang dapat digagalkan itu mereka lakukan, banyak orang di luar negeri menjadi heran, mengapa di negeri yang penduduknya 105 juta dan 90 persen pemeluk Islam, Komunis dapat mencapai pengaruh sebesar itu? 

Tentu cepat bisa dijawab, pengaruhnya itu terlebih besar ialah pada daerah yang Agama lslamnya hanya nama, dan masyarakat lslamnya tidak menjalankan pokok-pokok yang didaftarkan di atas tadi. Tetapi setelah dijalankan penumpasan dari pihak Angkatan Bersenjata Republik Indonesia bersama dengan seluruh rakyat, maka pihak-pihak Komando Penumpasan mengakui terus-terang bahwa pekerjaan mereka menumpas bahaya itu berjalan dengan lancar pada daerah-daerah yang di sana agamanya kuat.

Niscaya bahaya besar itu tidak akan terulang lagi apabila Ummat Islam dengan sadar menjalankan dan mempraktekkan ajaran agamanya, sebagai 14 pokok yang diuraikan di atas itu. Sebab tidak ada di antara kita yang merasa diri Ummat Islam yang tidak cemas kalau-kalau hal yang ngeri itu berulang kembali. Maka untuk membendungnya tidak lain ialah mengamalkan ajaran agama dengan kesadaran, apatah lagi jika diperkuat oleh negara (Hamka, 2001: 2110-3117).

Daftar Rujukan:

  • Suhendi, Hendi, Fiqh Muamalah, Jakarta: Rajawali Press, 2005.
  • Hamka, Tafsir Al-Azhar, Singapura: Pustaka Nasional Pte Ltd, 2001.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun