Mohon tunggu...
Fahrurozi Umi
Fahrurozi Umi Mohon Tunggu... Penulis - Alumni Fakultas Ushuluddin, Jurusan Tafsir, Universitas al-Azhar, Kairo, Mesir.

Penulis pernah menempuh pendidikan Sekolah Dasar di MI al-Khairiyyah, Panecekan. Dan melanjutkan ke tingkat Sekolah Menengah Pertama di Mts al-Khairiyyah, Panecekan. Kemudian meneruskan jenjang studi di Pondok Pesantren Modern Assa'adah, Cikeusal. Dan penulis lulus dari Universitas al-Azhar, Kairo pada tahun 2022.

Selanjutnya

Tutup

Beauty Pilihan

Najwa Shihab Cerminan Mode Berpakaian Muslimat Modern

18 Agustus 2020   03:47 Diperbarui: 18 Agustus 2020   04:43 613
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada juga riwayat lain yang serupa melalui Ibnu Juraij:

Aisyah ra. berkata: "Aku pergi berkunjung ke putra saudaraku (dari ibuku) -Abdullah ibn ath-Thufail- dalam keadaan berhias; ketika itu Nabi saw. tidak senang, maka aku berkata: 'Wahai Rasulullah, dia adalah anak saudaraku.' Maka Nabi saw. bersabda: 'Apabila perempuan telah haid, tidaklah halal baginya untuk menampakkan kecuali wajahnya, dan apa yang selain ini (lalu beliau memegang tangan beliau)'." Yakni lebih kurang setengah tangan dapat diperlihatkan (yang dimaksud dengan tangan adalah dari siku ke bawah). (Muhammad Quraish Shihab, Op.cit, hlm. 124).

Adapun menyangkut permasalahan kedua betis wanita, Muhammad Ali al-Hasan dan Abdurrahim Faris Abu 'Aliyyah, dua orang lulusan Fakultas Syari'ah di Riyadh, Saudi Arabia dan Amman, Yordania itu mengemukakan hadis Riwayat Bukhari dan Muslim yang menyatakan bahwa kedua sahabat Nabi -Anas bin Malik dan Abu Talhah- melihat Aisyah dan Ummu Salim ra. pada perang Uhud bekerja sedemikian giat memberi minum pasukan kaum Muslim dan ketika itu mereka melihat gelang kaki yang dikenakan di betis-betis kedua wanita mulia itu yang sedang giat. (Muhammad Quraish Shihab, Op.cit, hlm. 183).

Sebahagian Ulama al-Azhar, Dasar Penentuan Batas Aurat Wanita, dan Menyingkap Sebagian Betis

Syekh Muhammad Su'ad Jalal -salah seorang ulama al-Azhar Mesir- itu berpendapat bahwa dasar menetapkan apa yang boleh ditampakkan dari hiasan (baca: tubuh) wanita adalah apa yang berlaku dalam adat kebiasaan satu masyarakat sehingga dalam masyarakat yang tidak membolehkan penampakan lebih dari wajah dan kedua telapak tangan, maka itulah yang berlaku buat mereka. Sedangkan dalam masyarakat yang membolehkan membuka setengah dari betis atau tangan, dan mereka menilai hal tersebut tidak mengandung fitnah atau rangsangan, maka bagian-bagian badan itu termasuk dari hiasan lahiriah yang dapat dibuka dan ditampakkan.

Seperti wanita-wanita pekerja di perkebunan yang terpaksa menyingsingkan baju atau mengangkat pakaian mereka hingga mencapai setengah betis mereka. (Muhammad Quraish Shihab, Op.cit, hlm. 184-185). Jika demikian halnya, maka apabila kebiasaan dan kondisi masyarakat di Indonesia menilai sebagian tangan dan betis bahkan rambut tidak menimbulkan fitnah atau rangsangan, maka tidak mengapa untuk memperlihatkannya.

Rambut Wanita Juga Bukan Aurat yang Mesti Ditutup

Satu hal lagi yang populer dari mode berpakaian Najwa Shihab adalah rambutnya yang terbuka tanpa sehelai benang pun menutupinya, bahkan kerap kali berganti-ganti warna dan model rambutnya. Sa'id al-Asymawi -mantan Hakim Agung Mesir- menggarisbawahi bahwasannya QS. An-Nur [24]: 31: "Dan janganlah menampakkan hiasan mereka kecuali apa yang tampak darinya." Ulama berbeda pendapat tentang makna "apa yang tampak darinya" -jika ingin lebih jelas mengetahui perbedaan pendapat itu, silahkan Anda baca langsung buku Jilbab- "Perbedaan para pakar hukum itu adalah perbedaan antara pendapat-pendapat manusia yang mereka kemukakan dalam konteks situasi zaman dan kondisi masa serta masyarakat mereka, bukannya hukum Agama yang jelas, pasti, serta tegas. Ada di antara pakar hukum Islam yang menyatakan bahwa yang dimaksud dengan "apa yang tampak darinya" adalah celak mata, pacar tangan, dan cincin." (Muhammad Quraish Shihab, Op.cit, hlm. 212).

Dan agaknya atas dasar pandangan adat kebiasaan inilah Muhammad Thahir Ibn 'Asyur menulis: "Cara-cara pemakaian jilbab (maksudnya di sini kerudung) berbeda-beda sesuai dengan perbedaan keadaan wanita-wanita yang dijelaskan oleh adat istiadat. Sedang maksud, tujuannya di sini adalah apa yang ditunjuk oleh firman Allah: "Yang demikian itu supaya mereka lebih (mudah untuk) dikenal, sehingga mereka tidak diganggu"." (Muhammad Quraish Shihab, Op.cit, hlm. 190).

Dengan ini, memakai pakaian apapun diperkenankan asalkan memiliki dua pengaruh -sebagaimana yang disebut oleh Ibn 'Asyur di atas- yaitu supaya mereka lebih (mudah untuk) dikenal, dalam artian mereka dikenal sebagai perempuan yang terhormat, dan sehingga mereka tidak diganggu yakni karena orang lain mengetahui bahwa dia adalah wanita yang terhormat -sebagaimana yang tercermin dari cara berpakaiannya- sehingga mereka tidak berbuat usil terhadapnya bahkan mengganggunya. Dan yang perlu diperhatikan lagi, parameter pakaian terhormat kembali pada kebiasaan setempat tidak ada ketentuan pasti lagi mantap dalam Agama.

Kembali pada paparan al-Asymawi di atas, dia lanjut memaparkan dengan gaya bertanya, "Apakah seorang yang berakal masa kini akan berkata bahwa wanita dibenarkan menampakkan hiasannya, yakni kedua matanya yang bercelak, menggunakan pacar dan cincin? Dan perlu diingat bahwa pacar masa kini adalah aneka bedak dan make-up yang sedemikian rupa, apakah setelah itu yang semuanya dapat menimbulkan rangsangan, wanita masih juga dinilai berdosa jika dia tidak mengenakan kerudung? Siapakah yang berpendapat bahwa hanya rambut wanita yang merupakan aurat atau bahwa ia adalah hiasan yang tidak boleh ditampakkan, kendati ia boleh menggunakan pacar di tangan (kutek), aneka bedak dan make-up? Apakah rangsangan dapat lahir dari rambut saja? Bagaimana dengan suaranya yang menurut sebagian ulama adalah aurat? Bagaimana dengan wajahnya yang dinilai aurat? Dan, bagaimana pula dengan bentuk badan yang menurut sebagian ulama yang lain juga aurat? Menyatakan bahwa rambut wanita adalah aurat, karena rambut adalah mahkota-nya mengharuskan -menurut pandangan nalar dan runtutan pemikiran logis- untuk menyatakan  bahwa wajah pun aurat, karena wajah adalah singgasana wanita, suaranya yang merupakan tongkat komando-nya juga aurat; demikian pula badannya yang merupakan kerajaan-nya, bahkan semua totalitas diri wanita menjadi aurat. Ini adalah pendapat orang-orang yang melampaui batas dan ekstrem." (Muhammad Quraish Shihab, Op.cit, hlm. 214-215).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Beauty Selengkapnya
Lihat Beauty Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun