Seperti yang telah tertera pada judul di atas, saya di sini hendak menawarkan solusi baru bagi para mahasiswa yang di samping sedang disibukkan dengan beragam kegiatan belajar-mengajar, mereka juga dibuntuti oleh kebutuhan seksual.
Selain masturbasi dan pernikahan normal yang terikat dengan tanggung jawab yang sedemikian banyak, terdapat solusi lain yang lebih praktis bagi para mahasiswa baik laki-laki maupun perempuan yang hendak menyalurkan kebutuhan seksualnya, yaitu melalui kawin Misyar.
Dr. Ir. Muhammad Syahrur secara eksplisit menawarkan solusi ini sebagai ganti hubungan seksual non marital, Syahrur melihat bahwa syarat-syarat sahnya perkawinan misyar adalah bukan seperti syarat-syarat perkawinan resmi pada umumnya, karena tujuannya bukanlah menjalin hubungan kekeluargaan, meneruskan keturunan dan membina keluarga, tetapi murni seksual, dan ia tidak termasuk kategori perkawinan resmi meskipun pada saat yang sama ia tidak haram. (Lihat: Muhammad Syahrur, Nahw Ushul Jadidah li al-Fiqh al-Islami, Fiqh al-Mar'ah, al-Ahali, Damaskus, 2000, cet: I, hlm. 308).
Jadi, dalam pandangan Syahrur, kawin Misyar boleh jadi menjadi solusi yang paling efektif bagi laki-laki maupun perempuan yang hendak menyalurkan hasrat seksualnya di bandingkan dengan pernikahan normal.
Dalam kawin Misyar si suami tidak dituntut untuk memberikan nafkah lahir kepada istrinya tapi hanya diwajibkan untuk menunaikan kewajibannya dalam memberikan nafkah batin (seksual), sebagaimana perkataan Syahrur di atas, bahwa visi dari perkawinan ini adalah semata-mata hubungan seksual dengan kesukarelaan antara satu dengan yang lain, tapi dengan memenuhi semua rukun sebagaimana rukun dalam pernikahan normal yaitu: akad, ijin wali, dua orang saksi, dan mahar.
Adapun Dr. Yusuf al-Qardhawi lebih merinci lagi problem kawin Misyar ini sebagai berikut:
1. Hakikat Kawin Misyar
Kawin Misyar bukanlah sesuatu yang baru, tapi merupakan fenomena yang sudah populer di kalangan masyarakat sejak dahulu. Kawin misyar adalah di mana seorang laki-laki pergi ke pihak wanita dan wanita tidak pindah atau bersama laki-laki di rumahnya (laki-laki).
Biasanya kawin semacam ini terjadi pada istri kedua dan laki-laki yang melaksanakan kawin semacam ini sudah mempunyai istri yang lebih dulu tinggal bersama di rumahnya.
Tujuan kawin semacam ini adalah agar suami dapat bebas dari kewajiban terhadap istri keduanya untuk memberikan tempat tinggal, memberikan nafkah, memberikan hak yang sama dibanding istri yang lain (istri pertama).
"Diskon" ini hanya diperoleh oleh seorang laki-laki dari seorang wanita yang sangat membutuhkan peran seorang suami dalam mengayomi dan melindunginya (meskipun dalam bidang materi sang suami tidak dapat diharapkan).