Di Dunia Barat etika yang berkembang adalah Guilt Culture atau etika kebersalahan. Sehingga tak jarang setiap individu di Barat memiliki kesadaran masing-masing. Hal ini yang ternyata menyebabkan Dunia Barat lebih berbudaya ketimbang Dunia Timur.Â
Etika yang dibangun berpangkal dari ajaran Max Weber tentang hidup yang harus dijalani dengan kerja keras dan berusaha. Keinginan untuk berprestasi turut menjadi acuan dan landasan hidup bagi orang-orang di Dunia Barat.Â
Di Dunia Timur, etika yang dibangun adalah "etika malu" atau "shame culture." Sehingga para koruptor atau mereka yang bersalah hanya akan menyesal manakala nama mereka terpampang di media massa.Â
Namun hal tersebut pada akhirnya tidak membuat pelanggar hukumnya merasa sadar apalagi jera. Ia masih saja berkeliaran dengan komplotannya dengan semakin menjadi. Seperti amoeba, ia membelah dirinya menjadi beberapa bagian dan melakukan kejahatan dengan metode baru.Â
Oleh karena itu hal tersebut yang nampaknya membuat kita sadar jika Dunia Timur mengalami ketertinggalan dengan Dunia Barat. Jika Dunia Timur hendak maju, maka etika yang digunakan haruslah berpangkal kepada Max Weber. Seorang sosiolog kenamaan asal Prancis yang satu almamater dengan Henry Bergson, seorang filsuf abad 20 asal Prancis.
Baik shame culture dan guilt culture memiliki kelebihan dan kekurangan. Berikut penulis menyebutkan tiga kelebihan dan kekurangan masing-masing etika tersebut.
Kelebihan shame culture
1. Nama pelaku tercemar.
2. Pelaku dipermalukan didepan orang banyak.
3. Pelaku merasa resah karena namanya sudah tidak baik lagi, hilangnya rasa percaya dihati masyarakat terhadap pelaku.
Kekurangan shame culture
1. Hanya berlaku tatkala masuk media
2. Kurang membuat pelakunya jera
3. Hanya tergores nama baik saja, yang sebetulnya bisa diperbaiki
Kelebihan guilt culture
1. Bersandar pada Tuhan Yang Maha Esa.
2. Lebih modern dan maju.
3. Melatih jiwa untuk disiplin walupun tidak ada orang yang melihat atau menilai.
Kekurangan guilt culture
1. Sering memandang diri rendah.
2. Kurang percaya diri.
3. Dapat membuat seseorang depresi atas kesalahan yang seringkali ia lakukan padahal ia tahu itu salah, namun terus-menerus dilakukan.
Nah, itu saja temen-temen, kurang lebihnya mohon maaf saya Fahrul Rozi. Wassalamu'alaikum Warrahmatullah Wabarakatuh...
Fahrul Rozi, 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H