Mohon tunggu...
Azis Fahrul Roji
Azis Fahrul Roji Mohon Tunggu... Buruh - Buruh

Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas Siliwangi

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Analisis Film "Minggu Pagi di Victoria Park"

26 Juli 2019   08:38 Diperbarui: 26 Juli 2019   09:12 818
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Film. Sumber ilustrasi: PEXELS/Martin Lopez

ANALISIS FILM "MINGGU PAGI DI VICTORIA PARK" SEBAGAI BAGIAN TUGAS
DARI MATA KULIAH KAJIAN KESUSATRAAN

Judul Film : Minggu Pagi di Victoria Park
Penulis       : Titien Wattimena
Sutradara  : Lola Amaria
Tanggal rilis : 10 Juni 2010

Analisis Film "Minggu Pagi di Victoria Park"  Menggunakan Pendekatan Mimetik

Sebagai salah satu negara berkembang, Indonesia sampai saat ini masih belum dapat terbebas dari yang namanya kemiskinan. Kemiskinan merupakan salah satu permasalahan pelik ekonomi yang masih membelenggu bangsa ini. 

Dari masa ke masa, dari rezim ke rezim, beragam program pemberantasan kemiskinan telah dicetuskan, namun hingga masa pemerintahan sekarang dengan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi yaitu sekitar 5,19% (data Badan Pusat Statistik pada tahun 2017) masih ada orang-orang yang belum dapat merasakan nikmatnya sesuap nasi sekalipun sekali sehari dalam hidupnya.

Masih banyak anak-anak yang tidak dapat mencicipi bangku pendidikan, masih ada anak-anak di bawah umur yang pontang-panting mencari uang demi menghidupi dirinya sendiri bahkan keluarganya, masih banyak perempuan rela pergi ke luar negeri hanya untuk dapat memenuhi kebutuhan kehidupan ia dan keluarganya.

Kurangnya lapangan pekerjaan dan pendidikan yang rendah, merupakan beberapa faktor pemicu terlahirnya kemiskinan. Dari hal itulah, masyarakat akan melakukan berbagai cara agar dia mendapatkan uang untuk pemenuhan kebutuhan hidup mereka.

Melalui pendekatan mimetik, penulis ingin menganalisis film "Minggu Pagi di Victoria Park" dan mengaitkannya dengan fenomena yang berkembang di masyarakat Indonesia yang berkaitan dengan masalah ekonomi, keluarga, dan budaya.

Dalam situs dewirima6.blogspot.com, penulis menemukan bahwa istilah mimetik berasal dari bahasa Yunani, yaitu mimesis yang berarti meniru, tiruan, atau perwujudan. Beberapa ahli mengemukakan pandangannya terkait pendekatan mimesis ini, Plato mengungkapkan bahwa sastra atau seni hanya merupakan peniruan (mimesis) atau pencerminan dari kenyataan. 

Aristoteles berpendapat bahwa mimetik bukan hanya sekadar tiruan, bukan sekadar potret dan realitas, melainkan telah melalui kesadaran personal batin pengarangnya. 

Lalu menurut Abrams, pendekatan kajian sastra yang menitikberatkan pada kejadian terhadap semesta atau alam dissebut pendekatan mimetik. Merujuk pada pandapat-pendapat tersebut, penlis dapat mengatakan bahwa mimetik merupakan pendekatan yang memandang karya sastra sebagai tiruan dari kenyataan dalam kehidupan.

Film "Minggu Pagi di Victoria Park" mengisahkan tentang perjuangan seorang Mayang yang menjadi TKW di Hong Kong untuk mencari adiknya, Sekar yang terlebih dahulu menjadi seorang TKW di negara tersebut. Namun kabar tentang Sekar menghilang begitu saja, sehingga orang tua Mayang menyuruhnya pergi ke Hong Kong untuk mencari adiknya.

Sering orang memberikan gelar "Pahlawan Devisa Negara" bagi para TKI/TKW, tetapi ada beberapa TKI/TKW yang merasa gelar yang diberikan itu tidaklah sepadan dengan tindakan pemerintah terhadap mereka. 

Sebagian dari mereka mungkin sudah merasa puas atas andil dari pemerintah terhadap mereka, namun sebagian yang lainnya merasa kurang puas dengan peran pemerintah dalam membantu mereka. 

Pada scene awal film "Minggu Pagi di Victoria Park", tokoh Mayang mengungkapkan kepada rekannya, Ayi, bahwa peran pemerintah kepada mereka belum ada apa-apanya dibandingkan dengan perjuangan yang telah mereka lakukan sebagai salah satu pemeran penting dalam perkembangan ekonomi negara.

Masih pada scene yang sama, Ayi juga mengungkapkan bahwa keluarganya khawatir jika Ayi mendapatkan nasib yang sama dengan tetangganya yang juga menjadi TKI, tetangganya disiksa oleh majikannya hingga ia tak mampu lagi untuk berjalan. 

Hal tersebut memang sudah menjadi realitas yang sudah berkembang di kalangan masyarakat Indonesia, di mana banyak terjadi kasus kekerasan menimpa para TKW bahkan hinga berujung kepada kematian.

Kemiskinan memang menjadi akar dari permasalahan tersebut, dari kemiskinan itu pula timbul berbagai macam masalah, seperti terjadinya sifat pengagungan terhadap  orang yang dipandang mampu memenuhi kebutuhan hidup hingga menyebabkan adanya diskriminasi terhadap mereka yang memang belum mampu mendapatkan penghasilan yang cukup tinggi. 

Hal tersebut tergambar dalam film ini, di sana Mayang merasa tidak senang karena bapaknya sering mengolok-olok dan membandingkannya dengan Sekar yang sudah mampu berbuat banyak bagi keluarga, sedangkan Mayang yang hanya bekerja sebagai petani tebu belum dapat membantu perekonomian keluarganya. 

Dari situlah, sebenarnya Mayang tidak begitu suka dengan saudara kandungnya itu sendiri, namun karena kepatuhan kepada orang tua dan rasa sayangnya terhadap sang adik, Mayang rela menjadi TKW untuk mencari tahu keberadaan adiknya tersebut.

Walaupun Mayang baru beberapa bulan tinggal di Hong Kong, namun ia sudah merasakan kebahagiaan karena dikelilingi oleh orang-orang yang memang sudah dianggapnya keluarga sendiri. Di sana tergambar tentang orang Indonesia yang sangat menjunung tinggi kekeluargaan, meskipun mereka berasal dari latar belakang yang berbeda satu sama lain.

Dalam film ini juga, diceritakan bahwa kehidupan di Hong Kong memang jauh berbeda dengan di Indonesia yang cenderung menjunjung adat-adat ketimuran, seperti pada scene saat Mayang diberitahukan bahwa Sekar menjadi wanita penghibur di bar, ia tidak percaya pada hal itu.

Setelah berbagai macam konflik dilalui oleh tokoh-tokoh dalam film ini, akhirnya Mayang berhasil menemukan Sekar setelah Sekar sadar dan menyesali perbuatannya menjadi wanita penghibur. 

Sekar pun lalu pulang ke Indonesia untuk bertemu keluarganya, sementara Mayang masih akan tetap berada di Hong Kong dan bekerja untuk majikannya yang sangat baik dalam memperlakukan Mayang.

Kesimpulan

Film yang ditulis oleh Titien Watimena dan disutradarai oleh Lola Amaria ini menggambarkan permasalahan ekonomi yang dapat mengubah sikap dan perilaku suatu masyarakat, berakar dari realita yang terjadi di kehidupan masyarakat menengah ke bawah. Di sana tergambar bahwa mereka harus bekerja keras demi kelangsungan hidup mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun