Masih segar dalam ingatan kita tentang tragedi penembakan brutal terhadap jemaah dua masjid di kota Christchurch, Selandia Baru, pada Jumat (15/3/2019). Namun beberapa kebijakan Perdana Menteri Jacinda Arden yang tampak sederhana ternyata dapat menyatukan kembali perasaan umat manusia kedalam harmoni dengan menentramkan hati keluarga para korban.
Rasa empati PM Arden terhadap tragedi itu tampak begitu spontan dan tulus. Dengan lancarnya ibu satu anak itu memulai pidatonya dengan ucapan "assalamu'alaikum". Kemudian juga tanpa canggung dirinya menggenakan hijab ketika melayat keluarga korban aksi terorisme itu.
Tindakan itu adalah penghormatan terhadap keluarga korban yang tampaknya sederhana, namun mampu membuat kita yang jauh pun merasakan kehadiran sosok pemimpin negara yang tengah berupaya melindungi rakyatnya.
PM Arden mampu menempatkan sosok dirinya selaku kepala negara disisi para korban serta keluarganya, dari awal kejadian dia ingin agar rasa empatinya benar-benar dirasakan oleh mereka. Tampak jelas dari pernyataannya yang dirilis oleh akun twitter @radionz: "atas nama seluruh rakyat Selandia Baru, kami semua bersedih. Kami adalah satu, dan mereka adalah kami".
Perkataannya "kami adalah satu, mereka adalah kami" menjadi slogan yang diucapkan kembali oleh keluarga korban di Christchurch, lalu ditulis pada kartu yang tak terhitung jumlahnya dan poster di samping semua karangan bunga.
Tak berhenti sampai disitu saja, sebagai bentuk nyata dukungannya bagi komunitas Muslim saat mereka kembali ke masjid pada Jumat tepat sepekan setelah kejadian, PM Arden mengumumkan bahwa azan Jumat akan disiarkan di radio dan televisi nasional. Sungguh sebuah pesan yang menakutkan bagi si pelaku teror, karena PM Arden sedang menyabotase seluruh peluang keberhasilan yang rencanakan melalui aksi terorisme tersebut.
Setelah berhadapan dengan kondisi terburuk yang mungkin dihadapi oleh seorang kepala negara, sebuah tragedi yang tidak pernah terbayangkan dalam pikiran siapa pun, belum didapati satu pun kesalahan pada sikap maupun kebijakan sang Perdana Menteri. Bahkan lawan politiknya 'terpaksa' mengakui bahwa PM Arden mampu menyatukan kembali bangsa yang terluka dalam harmoni.
Bahkan bila diibaratkan sebagai pertandingan, PM Arden bukan hanya berhasil menenggelamkan mimpi pelaku teror Christchurch, tapi juga telah membuat KO para pendukung aksi terorisme lainnya dengan sikap politiknya yang tenang, berani, serta tampak jelas ketulusan empatinya pada korban dan keluarga mereka.
Seperti kata penggagas petisi Global Vote: Jacinda Arden - Prime Minister of New Zelan - The Nobel Peace Prize atau dalam artian bebasnya kira-kira sebagai dukungan 'Pemberian Anugerah Nobel Perdamaian bagi PM Arden': "Dunia tak perlu menyaksikan tragedi yang menimpa kami. Cukup menyaksikan empati, welas kasih, dan rasa persaudaraan yang ditunjukkan oleh PM Arden kepada kami"
Hingga tulisan ini dibuat, petisi gagasan Shahed Abu Jwaied - CEO Integrate Women International/Muslim Community leader, telah mendapatkan dukungan lebih dari 3000 Â orang dalam waktu hanya 13 jam.
Semoga kita benar-benar dapat mensyukuri nikmat kedamaian dan ketentraman yang telah ada.