Jumat di Mesjid Baitul Musyahadah adalah sesuatu yang istimewa bagi kami. Walaupun sekarang status KTP sudah tidak lagi menjadi warga Geuceu, tapi pengalaman selama lima tahun tinggal di Geuceu Iniem saat masih usia SD adalah asal usul ikatan batin kami dengan mesjid ini.
Nama resminya memang Baitul Musyahadah, tapi lebih dikenal sebagai Mesjid Meuketop karena arsitektur kubahnya menyerupai Kupiah Meuketop ala bangsawan ataupun Sultan Aceh.
Masih terkenang walau agak samar-samar tentang keadaan mesjid di awal masa pembangunannya, ketika itu usia kami kurang lebih masih 7 tahunan. Penjaja makanan ketika Jumaatan memang sudah saat itu, tapi variasi menu jajanan sekarang tentu terasa lebih meriah.
Dulu pilihannya terbatas pada jenis es-esan, maksudnya seperti es gogo, es lilin, es serut, dan es krim. Atau bakso-baksoan, misalnya bakso mas A, bakso pak de B, dsb, yang sulit dibedakan ciri khas rasanya.
Sekarang dagangannya sudah punya kekhasan masing-masing, mulai dari minuman sari-sarian hingga dawetan, makanan seperti batagor, tahu aceh, atau sekedar buah segar.
Jadi ketika jamaah datang di awal waktu sebelum adzan dikumandangkan, tak heran jika kebanyakan tidak langsung masuk dan beritikaf di dalam mesjid. Terlebih dahulu menikmati jajanan unik yang menantang untuk dilumatkan dengan geraham. Atau sedekat menggigit sepotong semangka sebelum mengambil air wudhu. Tak terkecuali juga kami di setiap kesempatan apabila
Jumatan di Baitul Musyahadah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Sosbud Selengkapnya