Struktur yang sudah sedemikian lama terbentuk ini memang butuh waktu untuk dibongkar. Bahkan pada jaman dulu perempuan jawa memang harus patuh dan nrimo.
Kita bisa belajar bagaimana keluarga Nabi Muhammad SAW membagi peranan keluarga. Dalam banyak hadis diceritakan Nabi Muhammad mencuci baju sendiri, memasak, dan mengajak diskusi istri-istrinya.Â
Bahkan sayyidah Aisyah RA merupakan salah seorang periwayat hadis terbesar. Sementara banyak di keluarga sekitar kita masih terbiasa dengan membebankan hal-hal domestik pada perempuan. Jika ada lelaki yang mengambil peran ini disebut sebagai lelaki lemah yang tidak berwibawa.
Sementara menempatkan perempuan di wilayah luar rumah mengundang berbagai problematika rumah tangga seperti perselingkuhan dan lain sebagainya. Padahal perempuan bekerja dan selingkuh adalah dua hal yang tidak bisa dihubung-hubungkan.
Gerakan feminisme secara teori muncul pada tahun 1840-an (disebut gelombang pertama) di mana ada sekelompok perempuan menuntut hak politik yang sama. Dalam perkembangannya feminisme bisa juga dilakukan oleh lelaki. Apalagi di era kontemporer di mana ruang publik menjadi ranah pertarungan terbuka.
Mengenai beberapa tuntutan gerakan feminis kita bisa jadi tidak setuju, sama halnya kita tidak setuju pada suatu kebijakan politik dan sosial yang lain. Yang paling penting adalah semua dilakukan atas asas kesetaraan. Tak perlu mengopresi karena menganggap identitas gender dirinya lebih tinggi daripada yang lain.
Tapi pada dasarnya feminisme membutuhkan laki-laki. Yang mendasari adanya gerakan feminisme sebenarnya adalah ketimpangan gender dalam masyarakat, dan yang dicap dalangnya adalah hak istimewa kaum laki-laki. Maka keterlibatan laki-laki menjadi poin penting dalam feminisme. Sebagai laki-laki seharusnya kita tidak acuh akan masalah ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H