Di tengah gagalnya beberapa sistem pendidikan di Indonesia saat ini, pesantren dengan segala tantangan mampu menjaga eksistensi sebagai sebuah lembaga keilmuan. Pesantren menjadi inspirasi dari berbagai model dan kurikulum yang ada di Indonesia. Bukan sekedar lembaga pendidikan biasa, basis pondok -- yang merupakan nama lain dari pesantren -- juga menjadi ilham pergerakan masa prakolonial, kolonial, dan pasca kolonial.
Sekilas Sejarah
Abdul Munir memberikan pendapat tentang awal mula pesantren, bahwa bentuk pendidikan tradisional ini telah lama mengakar di Indonesia sebelum Indonesia merdeka bahkan jauh sebelum kerajaan Islam Nusantara berdiri.
Jika dilihat sejarahnya, pesantren memiliki usia yang sama tuanya dengan Islam Indonesia. Sebut saja Syekh Maulana Malik yang menjadi peletak dasar-dasar pendidikan pesantren.Â
Pesantren Ampel yang didirikan oleh Sunan Gresik -- nama lain dari Syekh Maulana Malik -- ini adalah cikal bakal terbentuknya pesantren-pesantren di tanah air. Para pelajar yang telah lulus dari pondok ini menjadi pelopor berdirinya pesantren lain karena para santri merasa berkewajiban mengamalkan ilmunya di daerah masing-masing.
Pesantren, Kini dan Nanti   Â
Menurut K.H. Said Aqil Siraj dalam bukunya yang berjudul Pesantren Masa Depan mengatakan bahwa pendidikan pesantren merupakan tempat dimensi eksotrik Islam diajarkan. Lembaga pendidikan tertua ini mampu mengajak para pelajarnya bukan sekedar mempelajari ilmu, tetapi juga mampu menghayati ilmu yang telah dipelajari.
Sebagai salah satu lembaga keilmuan, pesantren saat ini setidaknya memiliki dua klasifikasi: Pesantren Salaf dan Pesantren Modern. Pesantren salaf lebih mencerminkan kesederhanaan secara komprehensif dan berlaku ke semua unsur pesantren, sedangkan pesantren modern lebih mengedepankan pembaharuan sistem atau metode pembelajaran dan bangunan fisik -- biasanya pondok modern memiliki bangunan yang lebih besar dan lebih baik dibandingkan pondok salaf.
Perkembangan pendidikan di pesantren tidak lepas dari laju perkembangan zaman, dan hal ini yang membuktikan bahwa pesantren mampu berdialog dengan zamannya. Hal itu pula yang menjadikan kedudukan pesantren yang menjadi harapan masyarakat tidak turun atau hilang.
Ruh Pesantren
Eksistensi pesantren tidak lepas dari terintegrasinya unsur-unsur yang ada di dalamnya. Unsur-unsur inilah yang menjadi penanggung jawab dari kekalnya kehidupan pesantren. Setidaknya terdapat lima unsur: Kiai, santri, masjid, pondok, dan kitab kuning. Kelima elemen ini yang membedakan sistem pendidikan pesantren dengan pendidikan yang lainnya.
Kiai, merupakan sosok yang menjadi sentral keilmuan bagi para santri. Tingkah lakunya menjadi panutan bagi seluruh warga pondok. Kedalaman pemahaman ilmu agama, kebijaksanaan dan sikap karismatik seorang kiai menjadikan sosok ini memiliki pengaruh yang sangat besar.
Santri, pelajar dengan ciri khas yang unik. Terkadang kesuksesan pesantren ditentukan dengan sedikit-banyaknya jumlah santri. Terdapat dua jenis santri: santri kalong (santri yang sekedar datang belajar, kemudian balik ke rumah setelah selesai belajar) dan santri mukim (santri yang menetap di pesantren, menghabiskan masa belajar dalam pondok).
Masjid, menjadi pusat proses pembelajaran, ibadah dan aktivitas lainnya. Fungsi masjid sangat diperlukan oleh semua warga pondok. Fungsi elemen masjid di pondok pesantren tidak ada bedanya dengan fungsinya di masa Rasulullah Saw.
Pondok, tempat tinggal warga. Sebuah pondok juga disebut sebagai social environmet -- miniatur dari kelompok sosial yang lebih besar -- dari suatu masyarakat. Pondok juga menjadi sistem yang baku dan diterpakan ke semua jenis pondok.
Kitab kuning, istilah ini hanyalah istilah umum, hakikatnya kitab yang dipelajari di pondok -- terutama pondok salaf -- adalah kitab dalam berbahasa Arab dan tidak mempunyai harakat. Setiap pondok kebanyakan memiliki kesamaan dalam kurikulumnya, misalnya kitab akidah yang memiliki kitab dasar berjudul Aqidah al-Awwam karya Syekh Ahmad al-Marzuki al-Maliki dan masih banyak yang lainnya.
Setidaknya, kelima unsur di atas merupakan ruh sebuah pondok. Kehilangan salah satu unsur membuat sebuah instansi pondok menjadi cacat. Kendati demikian, bukan hanya memenuhi kelima unsur tadi, keharmonisan kelima elemen itu juga sangat berpengaruh terhadap langgengnya perjalanan sebuah pondok pesantren.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H