Bus Transjakarta atau dalam sistem transportasi disebut sebagai Bus Rapid Transit (BRT) merupakan salah satu andalan warga Jakarta untuk mobilitas sehari-hari. Di awal kemunculannya pada tahun 2004, Bus Transjakarta menjadi sistem transportasi BRT pertama di Asia Tenggara.Â
Jika telusuri, transportasi berbasis bus tersebut terinspirasi dari BRT di Kota Bogota, Colombia. BRT di Kota Bogota dinamakan Trans Milenio.Â
Sama seperti sistem BRT di negara lainnya, Bus Transjakarta memiliki jalur sendiri yang dipisahkan dengan kendaraan lain ketika sedang beroperasi. Hal ini berdampak pada berkurangnya kapasitas jalan karena satu lajur dibuat khusus untuk lintasan Bus Transjakarta.Â
Namun, tidak semua trayek Bus Transjakarta memiliki jalur sendiri, masih ada beberapa trayek Bus Transjakarta yang lintasannya bercampur dengan kendaraan lain. Karena masih bercampur dengan kendaraan lain, jalur Bus Trasnjakarta ada di sebelah kanan dengan ditandai oleh aspal yang dicat merah.
Masih bercampurnya lintasan Bus Transjakarta dengan kendaraan lain disebabkan oleh luas jalan yang tidak memadai. Jika dipaksakan untuk membuat lintasan khusus, sudah jelas jalan yang tak begitu luas akan kehilangan separuh kapasitasnya. Kemacetan parah merupakan dampak yang paling mungkin terjadi, terutama di jam-jam sibuk.Â
Karena itulah, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengalah dengan mencampur lintasan khusus BRT dengan kendaraan lain. Sebenarnya operasi dalam mix-traffic ini merupakan "kegagalan" sistem BRT yang diterapkan di banyak negara. Jika tidak ada keistimewannya, buat apa berpindah moda transportasi. Kebanyakan orang akan memilih menggunakan kendaraan pribadi.
 ketika DKI Jakarta dipimpin oleh Basuki Tjahaya Purnama atau kerap disapa Ahok, pada tahun 2014 ia meresmikan Jakarta Smart City. Secara garis besar, menjadikan Jakarta sebagai smart city ialah dengan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi untuk penyelenggaraan layanan publik.Â
Salah satu indikator atau dampak dari penerapan sebuah konsep smart city pada sebuah kota adalah dengan menyediakan transportasi umum yang dapat diandalkan. Dalam hal ini, transportasi yang bisa diandalkan adalah transportasi yang aman, nyaman, terjangkau, mudah, dan terhubung dengan moda transportasi lainnya. Kesemuanya merupakan salah satu tujuan dari pembangunan transportasi.
Konsep Smart City (kota pintar) sering berjalan beriringan dengan Smart Mobility (mobilitas cerdas). Dalam hal mobilitas, sudah barang tentu berkaitan dengan penyediaan sarana maupun prasarana transportasi. Untuk itulah, dalam beberapa tahun terakhir dilakukan perbaikan atau penataan terhadap operasional Bus Transjakarta.Â
Penataan tersebut meliputi rute atau koridor, pembayaran, integrasi dengan transportasi lain serta armada bus. Penataan Bus Transjakarta dari segi rute atau koridor berkaitan dengan penambahan jumlahnya.
Hingga tahun 2019, Bus Transjakarta sudah melayani 247 rute dengan rata-rata penambahan 5 rute tiap bulannya. Kemudian, di tahun 2014 yang merupakan awal mula diresmikannya Jakarta Smart City, dibuatlah koridor 13 yang  melayani perjalanan dari CBD Ciledug hingga Kapten Tendean dan sebaliknya.
Penambahan rute dan koridor bertujuan agar jangkauan operasional Bus Transjakarta semakin banyak. Hal ini bisa berdampak semakin dekatnya halte atau tempat pemberhentian Bus Transjakarta dengan tempat tinggal penggunanya.Â
Jakarta bisa mencontoh Kota Bogota, Kolombia, di mana kota tersebut menargetkan 85% dari total penduduknya memiliki akses paling jauh  adalah 500 meter dari rute BRT yang mereka miliki (Trans Milenio). Hasilnya, kantong-kantong pemukiman di pinggiran kota terlayani dengan baik oleh Trans Milenio.Â
Untuk mewujdukan hal tersebut, tentu membutuhkan dukungan dari tata guna lahan. Bentuk dukungan yang penting di sini adalah pemberian izin tata guna lahan yang mendukung fungsi stasiun sebagai titik transfer dan pengembangan BRT. Perumahan skala besar sedapat mungkin terhubung dengan pusat perkantoran, pusat perbelanjaan, dan pusat aktivitas besar lainnya.
Selanjutnya, dalam mewujudkan mobilitas cerdas (smart mobility), tak bisa dilepaskan dari sistem pembayaran yang mesti disesuaikan dengan perkembangan zaman.Â
Sebelum tahun 2013, tiket Bus Transjakarta yang seharga Rp 3.500 dibeli dengan uang tunai. Uang tunai tersebut ditukarkan dengan tiket agar pengguna bisa masuk ke dalam bus. Karena dirasa tidak efisien, PT Transjakarta pun menggantinya dengan kartu elektronik. Sehingga pembayaran untuk menaiki Bus Transjakarta dilakukan secara cash-less.Â
Kartu elektronik tersebut merupakan kartu debit dari berbagai bank yang ada di Indonesia. Berubahnya metode pembayaran untuk pembelian tiket Bus Transjakarta sangat bermanfaat karena pengguna tak perlu repot lagi membawa uang tunai untuk membeli tiket, juga tak perlu repot menunggu kembalian jika uang yang diberikan kepada petugas loket lebih dari Rp 3.500. Sehiingga pembayaran pun semakin efisien dan praktis.
Kemudian, penataan Bus Transjakarta yang sudah dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta adalah dengan mengintegrasikan Bus Transjakarta dengan moda transportasi lainnya.Â
Di masa kepemimpinan Gubernur Anies Baswedan, ia meluncurkan kartu Jak Lingko. Jak Lingko adalah sebuah sistem transportasi publik yang mengintegrasikan rute, manajemen, dan pembayaran. Integrasi tersebut menghubungkan antara bus kecil (mikrolet), bus sedang, dan bus besar (Bus Transjakarta).Â
Mikrolet atau jika sudah bergabung dengan Jak Lingko berubah nama menjadi Mikrotrans, merupakan salah satu moda transportasi yang terintegrasi dengan Bus Transjakarta.Â
Seperti yang sudah disebutkan bahwa integrasi tersebut mencakup manajemen, rute, serta pembayaran. Dari segi rute, trayek dari Mikrotrans kebanyakan berakhir di halte Bus Trasnjakarta.Â
Untuk segi pembayaran, pembayaran Mikrotrans menggunakan kartu Jak Lingko (tapping). Kartu Jak Lingko tersebut juga bisa digunakan untuk tap-in  atau tap-out  di halte Bus Transjakarta. Terakhir, ialah integrasi manajemen. Bus Transjakarta dan Mikrotrans sama-sama dikelola atau dimiliki oleh PT Transportasi Jakarta.
Mengintegrasikan Bus Transjakarta dengan transportasi lain dilakukan agar akses transportasi semakin mudah. Integrasi ditujukan agar para pengguna bisa berpindah moda transportasi dengan cepat, dan tanpa kendala.Â
Saat ini, integrasi Bus Transjakarta tidak hanya dengan transportasi lain yang berbasiskan jalan raya, tetapi sudah terintegrasi dengan transportasi berbasis rel.Â
Transportasi berbasis rel yang dimaksud adalah MRT (Mass Rapid Transit) dan LRT (Light Rail Transit). Integrasi dengan transportasi berbasis rel tersebut berkaitan dengan metode pembayaran yakni melalui kartu Jak Lingko, dan integrasi rute perjalanan. Terakhir, penataan Bus Transjakarta yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta adalah pembaharuan armada bus. Pembaharuan armada bus dilakukan supaya teknologi yang ada di bus tersebut bisa semakin membuat penumpang nyaman ketika berada di dalam bus. Tak hanya teknologi sebenarnya, desain bus yang futuristik juga bisa menggaet masyarakat supaya mau naik transportasi publik.
Penataan Bus Transjakarta mulai dari menambah jumlah rute dan koridor, perbaikan metode pembayaran, mengintegrasikan dengan transportasi lainnya serta pembaharuan armada bus ditujukan guna mewujudkan smart mobility. Tetapi jika diperhatikan dengan seksama, tujuan dari penataan tak hanya berkaitan dengan mobilitas cerdas.
 Lebih dari itu, penataan Bus Transjakarta dilakukan agar warga Jakarta khususnya, mau beralih moda mobilitas sehari-hari dari yang tadinya menggunakan kendaraan pribadi ke transportasi publik. Sebab, jalanan di Kota Jakarta tiap harinya menampung kendaraan yang melebih kapasitas jalan. Ini berakibat pada kemacetan lalu lintas di mana-mana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H