Mohon tunggu...
Fahrul RizkiPrayogo
Fahrul RizkiPrayogo Mohon Tunggu... Mahasiswa - Menulis supaya tetap produktif

Seorang mahasiswa yang ingin menjadi Aparatur Sipil Negara.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Kemacetan di Kota Jakarta, Apa Bisa Dihilangkan?

14 Juni 2021   08:12 Diperbarui: 14 Juni 2021   08:18 392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pernahkan Anda terjebak kemacetan dalam waktu yang sangat lama ketika berkendara di Kota Jakarta? Jika pernah, saya rasa Anda akan merasa kesal, stres, dan kadang terbawa emosi ketika mengendarai kendaraan. Kemacetan di Jakarta yang seringkali terjadi memang membuat banyak orang terpaksa menghabiskan waktunya di jalan. Mungkin ungkapan "tua di jalan" benar adanya bagi sebagian orang yang untuk sampai ke tempat tujuan mesti memakan waktu yang cukup lama. Perkara kemacetan di Kota Jakarta sebenarnya banyak dikeluhkan oleh banyak pihak, terutama oleh para pekerja. Membludaknya jumlah kendaraan pribadi, dan perilaku berkendara yang melanggar hukum seringkali menjadi penyebab mengapa kemacetan Jakarta semakin semrawut.

Sebelum membahas lebih jauh mengenai kemacetan, ada baiknya kita kenali dulu definisi kemacetan yang umum diketahui. Mengutip Wikipedia, kemacetan adalah situasi atau keadaan tersendatnya atau bahkan terhentinya lalu intas yang disebabkan oleh banyaknya jumlah kendaraan yang melebihi kapasitas jalan. Kemacetan banyak terjadi di kota-kota besar, terutama yang tidak mempunyai transportasi publik atau sistem lalu lintas yang tidak baik atau memadai ataupun juga tidak seimbangnya kebutuhan jalan dengan kepadatan penduduk. Di beberapa negara dunia, sering kali terjadi kemacetan yang berlangsung selama berhari-hari, istilah untuk menyebutnya disebut sebagai gridlock. Gridlock adalah istilah untuk menggambarkan betapa parahnya kemacetan lalu lintas yang seolah-olah terkunci, tanpa ada yang bisa memastikan posisi awal dan akhir kemacetan. Di Indonesia, jika Anda mengingatnya, ada sebuah peristiwa kemacetan yang dikategorikan sebagai Gridlock. Peristiwa terjadinya kemacetan selama beberapa hari tersebut terjadi pada 2016 tepatnya di pintu keluar tol Brebes, kemacetan di pintu keluar tol tersebut berlangsung selama beberapa hari, dan memakan korban jiwa.

Berbagai kebijakan untuk mengatasi kemacetan di Kota Jakarta sudah sering dibuat, baik kebijakan jangka panjang maupun jangka pendek. Salah satu kebijakan jangka pendek seperti 3 in 1 yang pernah diterapkan, dan kebijakan jangka pendek yang masih diterapkan hingga saat ini ialah ganjil-genap. Padahal, kebijakan ganjil-genap yang dibuat oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak berdampak signifikan terhadap pengurangan wilayah kemacetan di ibukota. Sebab, kebijakan tersebut hanya memindahkan kemacetan dari ruas jalan yang diberlakukan ganjil-genap ke ruas jalan yang tidak diberlakukan ganjil-genap, Sehingga kemacetan tetap saja terjadi tetapi hanya beda ruas jalan saja. Lalu kebijakan jangka panjang untuk mengatasi kemacetan di Jakarta berupa perbaikan transportasi publik agar pengguna kendaraan pribadi bisa beralih moda transportasi, dan juga pembangunan beberapa ruas jalan baru di ibukota.

Sebenarnya, mengatasi kemacetan di perkotaan dengan membangun jalan baru, misalnya jalan tol atau jalan layang non tol, tidaklah menyelesaikan masalah. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Anthony Downs pada tahun 1994 menyatakan bahwa pembangunan jalan baru, berapa pun panjangnya, tak akan menyelesaikan masalah kemacetan di kota-kota besar. Konsep membangun jalan tol di tengah kota adalah konsep lama yang mengacu pada konsep car mobility, dan bukan konsep accesibility atau yang juga dikenal dengan human mobility. Dalam konsep car mobility, fasilitas terhadap kendaraan pribadi (mobil dan motor) yang menjadi primadona. Sedangkan dalam konsep accesibility, kemudahan pergerakan oranglah yang menjadi perhatian utama. Beda keduanya terletak pada pilihan cara bertransportasi.

Secara lebih mendalam, konsep aksesibilitas (accesibility) adalah sebuah perjalanan terjadi karena orang-orang (people) ingin mencapai suatu tujuan (place). Jadi, untuk mengurangi intensitas dan frekuensi perjalan harus diupayakan integrasi sebagai moda transportasi dan pengembangan berbagai lokasi seperti pemukiman, pusat-pusat perbelanjaan, dan tempat bekerja. Salah satu contoh penerapan konsep accesibiility ialah pembangunan 14 koridor bus Transjakarta beberapa tahun lalu. Pembangunan ini merupakan revitalisasi angkutan umum kota, yang bertujuan meningkatkan akses warga Jakarta. Pengintegrasian jaringan Transjakarta dengan revitalisasi Kereta Api (komuter dan jalur lingkar) diharapkan bisa menarik mereka yang semula menggunakan kendaraan pribadi ke transportasi publik.

Di bawah kepemimpinan Gubernur Anies Baswedan, ada beberapa langkah yang ia lakukan untuk mengatasi kemacetan di ibukota Jakarta. Beberapa kebijakan yang tersebut di antaranya:

Pertama, integrasi moda transportasi publik di Jakarta. Beberapa tahun lalu atau malah sampai sekarang, mungkin Anda pernah merasakan ketika sedang naik transportasi umum seperti mikrolet dan bus sedang seperti Metro Mini atau Kopaja terlibat kebut-kebutan di jalan raya untuk kejar setoran. Membahayakan, bukan? Tetapi itu merupakan hal yang umum terjadi di Kota Jakarta walaupun tidak dapat dibenarkan. Selain itu, transportasi publik juga seringkali ngetem (berhenti) di sembarang tempat dan dilakukan dalam waktu yang cukup lama untuk mencari penumpang. Dua hal tersebut menjadi alasan mengapa banyak warga Jakarta yang enggan untuk menggunakan transportasi publik. Kepemilikan transportasi publik secara pribadi/swasta, menjadikan para sopir mesti memberikan setoran dalam jumlah tertentu kepada pemilik kendaraan. Belum lagi mereka juga mesti mendapatkan uang lebih untuk bisa dibawa pulang sebagai uang harian.

Mengambil alih kepemilikan transportasi publik dari swasta untuk kembali dikelola oleh pemerintah merupakan hal yang  tepat. Langkah mengambil alih pengelolaan transportasi dari swasta ke pemerintah di wilayah DKI Jakarta dilakukan dengan pembuatan program Jak Lingko. Dengan adanya Jak Lingko, banyak mikrolet yang beroperasi di beberapa trayek di ibukota Jakarta telah menjadi milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Selain itu, Metro Mini dan Kopaja yang menjadi kepemilikan swasta telah dihapuskan, dan digantikan dengan Bus Metro Trans yang menjadi milik Pemprov DKI Jakarta. Sopir-sopir angkutan umum yang kendaraannya telah terintegrasi dengan Jak Lingko tidak perlu kejar setoran seperti sebelumnya namun tetap mendapatkan penghasilan yang telah disepakati bersama. Tugas mereka hanya perlu mengangkut penumpang di tempat-tempat yang telah disediakan, dan menurunkan penumpang sesuai tujuannya.

Perlu diketahui, Jak Lingko adalah program Gubernur Anies Baswedan di bidang transportasi. Dengan adanya Jak Lingko, beberapa moda transportasi publik seperti: mikrolet, Metro Trans, dan Trans Jakarta telah terintegrasi secara rute, manajemen, dan pembayaran. Untuk bisa memanfaatkan program ini, kita hanya perlu memiliki kartu Jak Lingko yang bisa dibeli di halte Bus Transjakarta. Jika kita menaiki mikrolet atau Metro Trans, maka pembayaran dilakukan dengan tap-in maupun tap-out pada alat yang telah disediakan di kendaraan tersebut. Jika ingin menggunakan Bus Transjakarta, maka tap-in dan tap-out dilakukan di pintu masuk dan pintu keluar halte Bus Transjakarta. Biaya yang mesti dikeluarkan oleh pengguna Jak Lingko hanya Rp 5000 untuk  3 jam. Misal, pukul 07.00 tap-in maka dikenakan biaya Rp 3500 dan tap-out pukul 08.20. Selanjutnya, jika tap-in lagi pada pukul 09.50 maka hanya dikenakan biaya Rp 1500. Jika tap-in berikutnya lebih dari 3 jam dari tap-in pertama, maka dikenakan biaya normal.

Kedua, kebijakan Ganjil-Genap (Gage). Kebijakan ini mulai diberlakukan pada masa kepemiminan Gubernur Basuki T. Purnama tepatnya pada tahun 2016 di bulan Juni. Ruas-ruas jalan yang diberilakukan Gage merupakan ruas jalan yang dahulu diwajibkan pula satu mobil mesti berisi minimal 3 orang atau kita mengenalnya dengan sistem 3 in 1. Karena sistem 3 in 1 dianggap tidak berhasil mengatasi kemacetan, justru menambah masalah baru karena banyak bermunculan joki 3 in 1 yang bisa disewa oleh pengendara mobil agar mobil mereka tidak ditilang. Perlu diketahui bahwa kebijakan Ganjil-Genap adalah sebuah kebijakan untuk membatasi pengerakan mobil pribadi di beberapa ruas jalan di ibu kota. Misal, mobil Anda berplat angka ganjil di angka terakhir plat nomor kendaraan, maka kendaraan Anda hanya boleh melintasi ruas jalan Ganji-Genap hanya pada tanggal-tanggal ganjil saja. Begitu juga sebaliknya dengan plat nomor berangka genap, dan jika angka terakhir di mobil Anda adalah 0, maka angka tersebut dikategorikan sebagai genap.

Hingga saat ini, sudah banyak ruas jalan di Jakarta yang diberlakukan kebijakan Gage, baik itu jalan arteri seperti: Jalan Sudirman, Jalan M.H. Thamrin, Jalan Gatot Subroto, dan masih banyak lainnya. Pemberlakukan kebijakan ini juga tidak hanya di jalanan biasa, tetapi juga sudah diterapkan di beberapa ruas tol, seperti: Jalan Brigjen Katamso sampai GT Slipi 2, Jalan Anggrek Neli Murni sampai akses masuk Tol Jakarta-Tangerang, off ramp Tol Kuningan/Mampang/Menteng sampai Simpang Kuningan, dan beberapa ruas jalan tol lainnya. Kemudian, mobil berplat merah yang berasal dari instansi pemerintah, dan angkutan umum bebas dari kebijakan Ganjil-Genap jika mereka melewati ruas-ruas jalan yang memberlakukan kebijakan tersebut.  

Kesimpulan dalam tulisan ini adalah, kemacetan di Jakarta sulit untuk benar-benar dihilangkah. Upaya yang bisa dilakukan ialah mengurangi jumlah kecematan di ruas-ruas jalan di Kota Jakarta. Upaya-upaya telah dilakukan oleh Gubernur Anies Baswedan, mulai dari perbaikan transportasi publik hingga pemberlakukan Ganjil-Genap. Namun, harus diakui bahwa kebijakan-kebijakan tersebut tidak terlalu signifikan untuk mengurai masalah kemacetan di ibu kota. Masyarakat yang lebih memilih kendaraan pribadi ketimbang transportasi publik, dan  menghindari jalan yang diberlakukan Gage menjadi penyebab mengapa kemacetan lalu lintas akan selalu terjadi. Sebab, di mana ada sekumpulan kendaraan, maka akan selalu ada potensi kemacetan yang terjadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun